Mohon tunggu...
Ardalena Romantika
Ardalena Romantika Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Merupakan pribadi yang amat senang bertukar cerita, pengalaman, dan hal baru dengan semua orang dari berbagai latar belakang. Saya percaya bahwa dengan mengaktualisasikan diri melalui pertukaran dan eksplorasi ide dengan orang lain, akan tercipta ruang kebebasan berekspresi dan kesetaraan bagi setiap manusia. Jadi, mari kita saling berbagi gagasan dan berekspresi bersama!.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sosial-Humaniora di Era Revolusi Industri 4.0: Relevan atau Basi?

7 Januari 2021   18:55 Diperbarui: 7 Januari 2021   19:07 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: engineersjournal.ie 

Bagaimana dengan nasib ilmu-ilmu humaniora?. Ilmu-ilmu humaniora yang terdiri dari seni, filsafat, sastra, sejarah, dan studi agama lebih diremehkan daripada ilmu-ilmu sosial, apalagi di dunia yang dipenuhi data kuantitatif seperti ini. Hal ini disebabkan ilmu-ilmu humaniora lebih banyak menghasilkan pemikiran yang sifatnya teoritis daripada suatu penemuan yang nyata dan dapat meringankan hidup manusia. Lantas, apakah bisa kita katakan kedua bidang ilmu ini sudah basi?.

Sejujurnya, di era ini, orang-orang dari kalangan ilmu sosial-humaniora kurang mendapatkan kesempatan untuk diserap menjadi tenaga kerja dalam suatu perusahaan. Kecuali apabila perusahaan tersebut memang bergerak di bidang yang relevan dengan ilmu sosial-humaniora. Hal ini mengharuskan orang-orang sosial-humaniora mempelajari skill ala ala Revolusi Industri 4.0, seperti coding, data warehousing, dan sebagainya untuk dapat memperoleh kesempatan yang sama dengan orang-orang eksakta.

Namun bukan berarti ilmu sosial-humaniora sudah tidak memiliki daya lagi di era ini. Ilmu sosial-humaniora justru diperlukan untuk menjaga agar manusia tetap menjadi subjek yang mengendalikan teknologi. Teknologi memerlukan filsafat untuk memupuk demokratisasi makna dan penalaran praktis. 

Teknologi juga memerlukan sejarah dan budaya, untuk melihat dan merancang inovasi-inovasi bagi masa depan, agar hal-hal buruk di masa lalu tidak terjadi, dan agar inovasi yang diciptakan dapat berdaya guna bagi masyarakat. Bahkan teknologi juga memerlukan seni sebagai alat untuk eksplorasi ide dan kreativitas. 

Kita ambil contoh Steve Jobs yang terinspirasi untuk membuat desain Mac setelah mengikuti kelas kaligrafi. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya humaniora-sains dapat menjadi 2 cabang ilmu yang bertalian erat dalam membangun teknologi. 

Selain itu, humaniora dapat dikembangkan menjadi humaniora digital, dimana para humanis tetap memegang kendali dalam penyajian konten-konten literasi. Orang eksakta boleh saja membuat piranti untuk pengarsipan, namun untuk urusan penyajian konten, para humanis jagonya!.

Oleh karenanya apabila kita bertanya-tanya apakah sosio-humaniora sudah basi di era ini?, jawabannya adalah tidak dan tidak akan pernah. Bahkan meskipun terlihat tidak menghasilakn teknologi apa-apa, sebenarnya ilmu sosial-humaniora berperan penting untuk merancang dan mendayagunakan penemuan-penemuan ilmu alam dan eksakta. 

Misalnya saja produksi film, musik, busana, konten media massa, dilakukan dengan menggabungkan hasil pemikiran sosial-humaniora bersama inovasi ilmiah yang kemudian melahirkan lapangan-lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Selain itu, banyak bidang-bidang kewirausahaan dan pekerjaan-pekerjaan freelance yang membutuhkan skill orang-orang sosial-humaniora.

Pada akhirnya, perlu diingat oleh siapapun yang mulai pesimis terhadap ilmu sosial-humaniora, bahwa ilmu ini masih relevan di era Revolusi Industri 4.0 karena bertalian erat dengan ilmu alam dan eksakta. 

Keduanya saling mengisi dan bersinergi. Ilmu sosial-humaniora selalu hadir untuk memenuhi kebutuhan manusia akan komunikasi, kasih sayang, kemerdekaan, dan pengembangan potensi, tak peduli bagaimana kondisi teknologi saat itu. 

Dengan ilmu sosial-humaniora, seseorang memiliki kemerdekaan dan kebebasan berpikir untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang memicu perkembangan teknologi pula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun