Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Potret Pertanian Pangan di Sulbar

8 Juli 2019   11:04 Diperbarui: 8 Juli 2019   11:12 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu petugas BPS Mamasa melakukan pengamatan sawah di Mamasa - dokpri

Sulbar disebut-sebut sebagai provinsi dengan potensi pertanian pangannya. Menurut dinas pertanian masih banyak lahan yang belum dimaksimalkan penggunaannya. Dengan memaksimalkan lahan tentu dihaarapkan hasil yang diharapkan juga akan maksimal.

Sayangnya, himbauan untuk memaksimalkan lahan pertanian tidak disertai dengan kesejahteraan petani. Nilai tukar petani (NTP) di sektor pangan cenderung mengalami penurunan. Bulan April tercatat 101,46 dan Bulan Mei mengalami penurunan menjadi 100,96. Kalau kondisi ini terus dibiarkan maka pertanian pangan akan semakin ditinggalkan oleh petani.

NTP adalah perbandingan antara indeks harga yang dibayar petani dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani. NTP adalah salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani (tingkat kesejahteraan). Angka 100 apalagi di bawahnya mengindikasikan petani mengalami kerugian secara makro. NTP yang rendah bisa disebabkan oleh biaya produksi yang begitu mahal atau harga kebutuhan dasar petani yang lebih mahal dibanding hasil penjualan produk pertaniannya.

Usia petani secara umum di Sulbar didominasi oleh usia tua yakni di atas 50% di atas usia 45 tahun, bahkan 81,77% usia petani di atas 35 tahun. Hal ini mengindikasikan kemungkinan dua hal yakni yang pertama, para orang tua belum mewariskan pertanian kepada anak-anaknya atau yang kedua, karena memang anak-anak muda sudah mulai meninggalkan pertanian.

Pertanian dianggap tidak menarik bagi pemuda yang lebih menyukai pekerjaan yang relatif cepat memberi hasil. Bisa juga karena memang pertanian tidak menjanjkan hasil yang bagus bagi masa depan. Kemiskinan masih didominasi oleh penduduk perdesaan yang sebagian besar adalah petani. Sebanyak sekitar 152,83 ribu atau 79,42% penduduk miskin di Sulbar pada tahun 2018 berada di perdesaan.

Petani Gurem

Sekitar 37,76% lahan sawah di Sulbar adalah non-irigasi yang berarti bahwa masih sangat banyak lahan yang tidak dimaksimalkan. Jika bukan irigasi berarti hanya bisa menanam sekali setahun yakni sangat bergantung kepada air hujan. Tentu semakin menambah kesulitan petani gurem di Sulbar.

Beralih menjadi buruh lepas, buka bengkel, buka warung, adalah sebagian dari solusi sementara yang harus dilakukan. Tentu bermodalkan lahan sawah yang digadaikan.

Petani gurem adalah petani yang memiliki lahan pertanian (dalam hal ini sawah) sangat kecil yakni hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga saja. Luas lahan yang dimiliki atau dikuasai petani gurem adalah di bawah 0,5 hektare.

Sekitar 101.143 jumlah rumah tangga petani tanaman pangan (padi dan palawija) pada tahun 2018. Padi sebanyak 66.476 rumah tangga petani tanaman padi di mana 66,38% di antaranya adalah petani gurem (BPS, SUTAS2018).

Dari sumber data yang sama diperkirakan juga diperoleh informasi bahwa ada kecenderungan penurunan jumlah rumah tangga petani padi. Pada tahun 2013 terdapat 68.191 rumah tangga yang berarti ada penurunan hingga 2,51% selama 5 tahun. Tetapi di sisi lain justru jumlah petani gurem meningkat hingga di atas 17%. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak lahan petani yang menyempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun