Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dampak Buruk Rokok Jauh Lebih Besar daripada Sumbangan Semu kepada BPJS

23 September 2018   16:06 Diperbarui: 23 September 2018   16:26 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/kemenkesri

Rokok beberapa saat terakhir seakan menjadi pahlawan karena cukai rokok menjadi penambal defisit BPJS. Presiden telah menandatangani Perpres yang mengatur tentang itu. Sebenarnya sebuah anggapan keliru kalau menganggap rokok sebagai malaikat penyelamat karena kerusakan yang diakibatkan rokok begitu besar dibandingkan pertolongan semu yang diberikan.

Merokok merupakan aktivitas yang dianggap biasa di masyarakat. Sebagian masyarakat malah menganggap rokok merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Merokok sudah menjadi kebiasaan dan gaya hidup di setiap jenjang masyarakat. 

Mulai dari orang tua hingga ke anak kecil, laki-laki maupun perempuan. Kaya maupun miskin, di perkotaan maupun di perdesaan. Tidak heran jika yang paling banyak meraup keuntungan dari kebiasaan ini adalah para perusahaan rokok. Perusahaan dari luar negeri maupun dari dalam negeri.

Dari tahun ke tahun ada suatu "kemajuan" dari penikmatnya. Usia yang semula hanya dimulai oleh kalangan remaja saja perlahan tapi pasti sudah merambah ke anak kecil. Lebih dari sepertiga atau 36,3 persen penduduk Indonesia saat ini menjadi perokok. "Bahkan 20 persen remaja usia 13-15 tahun adalah perokok," kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek. 

Hal yang lebih mencengangkan, kata Nila, saat ini, remaja laki-laki yang merokok kian meningkat. Data pada tahun lalu memperlihatkan peningkatan jumlah perokok remaja laki-laki mencapai 58,8 persen. 

"Kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235 ribu jiwa setiap tahun," ujarnya. Cukup mengherankan dan miris bagi kita karena masih banyak yang menganggap bahwa itu hal yang biasa saja. Ketika ada anak kecil yang mencoba rokok dengan gaya seperti orang dewasa malah dianggap sebuah "prestasi" dengan menjadikannya sebuah yang layak dipertontonkan, bahkan diviralkan di berbagai media sosial.

Potret Kemiskinan di Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) awal tahun 2018 telah melakukan rilis data mengenai potret kemiskinan di Indonesia. Orang miskin mencapai angka 27,77 juta orang (10,64 persen). Menurut data tersebut menyebutkan bahwa rokok merupakan salah satu penyumbang terbesar kemiskinan dari semua provinsi di Indonesia. 

Berarti bahwa konsumsi rokok di Indonesia merata.  Data kemiskinan berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas akan diperoleh dua jenis konsumsi rumah tangga yakni konsumsi makanan dan konsumsi nonmakanan. 

Nah, garis kemiskinan (GK) yang dihasilkan oleh BPS berdasarkan penjumlahan antara garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan nonmakanan (GKNM). Penghitungan GKM dan GKNM ada metodenya tersendiri dan terbaik yang sampai sekarang belum ada metode lain yang dianggap dan teruji lebih baik.

Penghitungan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1978. Paket komoditas kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). "Dll" ini termasuk di dalamnya rokok kretek filter yang ternyata penyumbang kedua kemiskinan di Indonesia setelah padi-padian. 

Mengapa rokok termasuk makanan dan mengapa jadi penyumbang kedua kemiskinan? Jawabannya, karena memang rokok itu barang yang cepat habis dan kenyataannya memang "dimakan" oleh manusia super. Penyumbang kedua kemiskinan karena rokok tidak memiliki kalori sama sekali (0 kalori) sedangkan harganya cukup tinggi. 

Tidak masalah konsumsi daging, ikan, buah, dan lainnya berkurang asal suplai rokok tetap (prinsip 'ahli hisap'), belum lagi kalau benaran naik jadi Rp50 ribu mungkin bisa jadi nomor satu. Ke-52 jenis komoditas tersebut merupakan komoditas-komoditas yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditas ini sekitar 73.35 persen dari total pengeluaran orang miskin. Adapun sisanya sekitar 26.65 persen yang dikonsumsi ruta, GKNM meliputi kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

GK bisa naik atau turun, meski kecenderungannya adalah naik. Hal ini sangat dipengaruhi oleh inflasi harga kebutuhan dasar ruta. Meski penghitungannya tidak sederhana karena juga harus ada data indeks harga konsumen (IHK) tetapi kalau mau digambarkan secara sederhana maka jika kita mengonsumsi beras, ikan, dan lainnya dalam jumlah yang sama untuk setiap waktu tetapi harganya cenderung naik maka garis kemiskinan juga akan naik. Hal ini karena patokan untuk GKM adalah konsumsi 2.100 kilo kalori per kapita per hari.

Adapun GK Indonesia pada September 2017 sebesar Rp387 160,- per kapita per bulan pada. Penyumbang terbesar adalah beras dengan 21.66 persen yang kedua adalah rokok kretek filter sebesar 10.34 persen. 

Rokok dari tahun ke tahun memberi sumbangsih yang cenderung meningkat sesuai harganya yang semakin mahal juga. Perlu diketahui bahwa itu adalah rokok kretek filter saja (belum rokok jenis lain) yang sebagian besarnya merupakan produk impor yang tentu saja sumbangsih untuk masyarakat di dalam negeri begitu kecil.

Merokok Membunuhmu

Tidak bisa dipungkiri bahwa rokok adalah penyebab terbesar beban negara semakin meningkat untuk memenuhi kesehatan dasar masyarakat. Pemerintah menggelontorkan begitu banyak anggaran setiap tahunnya untuk memenuhi fasilitas kesehatan sampai ke pelosok daerah. 

Anggaran dari tahun ke tahun terus meningkat tahun 2017 sebesar 104 T atau 5 persen dari APBN. Hal itu ternyata tidak cukup membantu, melihat penyakit yang disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) cukup tinggi tentu selain penyakit menular (PM) juga masih sangat tinggi. 

Rokok membuat angka (PTM) di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Beban ganda kini dirasakan oleh Kementerian Kesehatan dalam menurunkan angka peningkatan (PM) dan PTM. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

Penyakit apa saja yang disebabkan oleh rokok? Tentu berbagai acam penyakit yang sangat serius dan membutuhkan biaya sangat tinggi. Di antara penyakit tersebut adalah kanker paru-paru, COPD, penyakit jantung, stroke, asma, diabetes, kanker mulut, lebih dari 10 jenis kanker lain, serta berbagai macam penyakit lainnya. Orang miskin akan berobat dengan menggunakan BPJS yang tentunya ditanggung oleh pemerintah. 

Sedangkan orang kaya juga berobat dengan BPJS yang preminya bisa pribadi atau perusahaan tempat bekerja yang tentunya tidak sebanding jika harrus mengeluarkan biaya yang riil untuk mengobati penyakit tersebut. 

Melihat keburukan yang ditimbulkan yang sangat banyak cukuplah kita sebagai orang yang beriman untuk memperhatikan ayat, "Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS Al-Araaf: 157).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun