Mohon tunggu...
Dwi Ardian
Dwi Ardian Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi

Pengumpul data belajar menulis. Email: dwiardian48@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa Bilang Gadget Tidak Dibawa Mati

5 Juli 2018   22:20 Diperbarui: 8 Juli 2018   05:57 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gawai, gadget, ponsel pintar, atau smartphone adalah istilah dengan maksud sama. Dia adalah perangkat elektronik yang dilengkapi berbagai fitur canggih untuk memudahkan kerja manusia. Mulai dari sekedar games, berkomunikasi, hingga meraup pundi-pundi uang bisa dilakukan dengan hanya klik-mengeklik di tempat duduk saja, bahkan sambil tiduran pun bisa.

Banyak yang bilang bahwa benda kecil nan praktis ini tidak akan dibawa mati. "..lagian gadget tidak akan dibawa mati." Pernah dengar perkataan seperti itu kan? 

Ketahuilah sahabat-sahabatku yang super (Om Mario mode on), gadget kalian akan dibawa mati. Boleh jadi adalah benda paling lama hisabnya yang kamu miliki. Menurut sebuah survei bahwa rata-rata penggunaan gadget dalam sehari semalam adalah 6 jam 50 menit.

Kalau jam tidur Anda 8 jam berarti ada sisa 9 jam 10 menit lagi. Saya tidak yakin kalau 9 jam itu Anda gunakan untuk beribadah semua. Kamu masih harus ngantri di jalan (macet), nonton, membaca koran dan novel, bercanda dengan teman, makan, bercengkrama dengan keluarga, dan lain sebagainya. 

Ups, sudah habis tetapi belum kerja. Atau, jangan-jangan jam kerja Anda habis buat main gadget. Iya, kalau kerjaannya reseller, manajer onlineshop, atau yang memang harus di depan gadget, kalau kerjaannya sebagai buruh, karyawan, atau lainnya, gimana? Belum lagi bagi yang PNS telat datang cepat pulang (buat oknum saja yah..), eh datangnya di kantor juga buat numpang wifi doang. Maaf. Maaf. Tetapi ada lho yang kayak gitu.

Yang berarti bahwa Anda (Anda? Sebaiknya pakai "kita" aja yah, kan saya juga, kadang, hehe. Maaf..maaf..). Ulang, yang berarti bahwa kita lebih banyak menggunakan waktu dengan gadget kita dibanding aktivitas lainnya.

Survei ini dilakukan di awal 2014 oleh Milward Brown yang melibatkan responden dari berbagai tingkat usia di Indonesia. Survei terbaru dari lembaga survei lain memperlihatkan peningkatan waktu kita untuk pantengin gadget, mencapai 9-10 jam per hari.

Kita pakai gadget, anggaplah mulai pada usia 15 tahun, itu karena rata-rata kita akil balig pada usia itu. Meskipun ada juga yang balig di bawah usia itu. Kalau kita menggunakan gadget mulai dari usia 15 tahun (kalau milenial 10 tahun yah.., atau lebih kecil lagi dari itu?) kemudian kita mati ("wafat" aja mungkin lebih halus.., atau "mampus"? Maaf..maaf) sekitar 71 tahun kalau pakai angka harapan hidup orang Indonesia, berapa total yang kita pakai untuk gadget? Kita hitung yah. 

Usia 71 dikurangi 15 sama dengan 56. Usia 56 dikali 365 hari dikali 6 jam 50 menit, hasilnya (entar yah buka kalkulator dulu..) creng..creng.., hasilnya adalah 102.200 jam. Itu berarti kita menghabiskan waktu kita hidup di dunia sekitar 21 persen cuma hanya melototin gadget saja. Dan, itu penghitungan paling minimal saja (yakni 6 jam 50 menit), belum penghitungan 9-10 jam per hari.

Begitu besar peran gadget dewasa ini di kalangan umat manusia, tentu tidak ringan juga pertanggungjawabannya. Kalau di dunia saja sudah banyak yang diciduk gara-gara gadgetnya, apalagi di akhirat yang tidak mungkin ada yang lolos dari pengadilan Sang Khalik. 

Mari kita lihat beban apa saja yang harus kita tanggung akibat gadget ini. Tentu yang akan dilihat adalah dari mana kita memperolehnya dan kita gunakan buat apa. Dari mana kita peroleh, tentu bersumber dari sesuatu yang halal yakni beli atau pemberian dengan cara halal, bukan mencuri atau pun cara riba. Kemudian kita gunakan buat apa saja:

1. Membuka Sesuatu yang Jelas Haram

Kalau kita orang yang biasa menggunakan gadget untuk melihat sesuatu yang jelas haram, sebaiknya kita bertobat mulai sekarang deh. Berat pertanggungjawabannya Sob. Amalan kita belum tentu diterima malah buat dosa yang sudah pasti dicatat.

Kita sama-sama tahulah yah apa saja yang jelas haram. Tidak usah disebut satu-satu, entar malah terkenal gara-gara sering disebut (hehe.., kayak artis tok-tok aja). Banyak contohlah seperti praktek kesyirikan (baca: paratidaknormal), aurat wanita, dan.. (lha, itu disebut juga..maaf.maaf..).

Jadi intinya gini, kita kan dibekali akal sehat bisa membedakan yang jelas haram dan tidak jadi sebaiknya jangan bermudah-mudahan deh klik sana klik sini. Lawan tuh Sang Penggoda di sekitarmu, bahkan mengalir bersama darah loh itu si pembisik kejelekan. Mengumpulkan sebanyak-banyaknya teman calon penghuni naar. Mereka itu musuh yang nyata bagi manusia, banyak sekali dijelaskan di dalam Alquran salah satunya QS 2 ayat 208.

2. Menyibukkan Diri dengan yang Meragukan atau Mubah Sekalipun

Nah, yang haram telah jelas dan yang halal telah jelas. Di antara keduanya disebut syubhat atau meragukan. Dengan fakta bahwa sebagian besar orang menghabiskan waktunya di depan gadget. Alangkah meruginya kalau sebagian besar waktu itu tidak malah menambah rasa takut (baca: takwa) kita kepada Allah subhanahu wataala.

Seseorang yang menggembala ternak di perbatasan suatu saat ternaknya akan memakan dari rumput yang bukan miliknya. Begitulah pemisalan orang yang biasa sibuk dengan sesuatu yang meragukan. Suatu saat dia akan jatuh kepada sesuatu yang haram, bahkan akan menganggapnya "sudah biasa, no problemo".

Seseorang yang sudah terbiasa tinggal atau lewat di tempat sampah, maka bau busuk sampah akan dianggap biasa untuknya. Hati kita semakin tidak peka, susah tersentuh dengan ayat-ayat Allah. Yuk, jauhkan diri kita dari sesuatu yang syubhat itu. Entar berat loh pertanggungjawabannya.

Ada lagi nih satu yang jadi fenomena, yaitu sesuatu yang mubah. "Kan mubah, jadi boleh-boleh saja kan." Sepintas itu benar tetapi kalau selalu sibuk dengan yang mubah kapan megumpulkan bekal untuk di sana nantinya. Ingat loh yah, entar gak ada lagi yang bisa bantu kita. Kalau gadget buat yang mubah saja kan merugi kita.

Lagian yah, apa benar yakin hal yang kita anggap "mubah" itu tidak melalaikan dari kewajiban. Misal nih, asalnya games seperti ML dan games lainnya kan boleh-boleh saja tetapi apa benar tidak melalaikan?! Misalnya nih, lagi asyik main tapi ada yang ngajak ngobrol tetapi tidak acuh karena sibuk. Itu kan tidak beretika.

Itu baru afek paling ringannya. Kalau masuk waktu salat tetapi dibilang entar-entar karena lagi mabar nih (atau apalah istilahnya). Yakin itu tidak apa-apa?! Padahal yah, para ulama mengatakan salah satunya Ibnul Qayyim Al Jauziyah bahwa segala sesuatu selain zikir adalah sia-sia.

Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam: 

“Segala sesuatu yang tidak termasuk dzikir kepada Allah, maka itu sia-sia dan permainan belaka, selain 4 hal yaitu: berjalan antara dua sasaran panah (tempat berlatih memanah), melatih kudanya, sendau gurau dengan pasangannya, dan mengajari (atau belajar) berenang.” HR Nasa`i dalam al-Kubra 8891, shahih.

Sekali lagi yakin membuang waktu untuk yang sia-sia saja. Berat loh perjalanan selanjutnya. Sehari di sana bisa sampai 50 ribu tahun di bumi loh. Berat kan?!

3. Membiasakan Asal Share

Perkembangan media sosial yang begitu pesat membuat kita begitu mudah membagikan sesuatu kepada orang lain. Mulai dari gambar, berita, hingga kutipan dalam masalah agama. Fenomena asal share tanpa sharing telah terbukti membuat banyak penyesalan. Tidak sedikit orang yang diciduk untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Anehnya, fenomena itu seakan tidak menjadi pelajaran buat kita. Apa kita menunggu hingga kita yang terciduk baru mau bertobat.

Itu untuk perkara dunia saja. Bagaimana dengan perkara akhirat yang kita bermudah-mudahan di dalamnya. Mulai dari membuat gambar atau meme yang menggunakan simbol agama. Apa agama kita buat permainan saja?! Kemudian sengaja menyebarkan ketakutan atau berita bohong alias hoaks atas nama agama. Ada juga mungkin yang tidak tahu itu hoaks tetapi turut membagikan tanpa saring dulu. Seakan tidak mau ketinggalan menciptakan "keramaian" di jagad perinternetan atau permediasosialan.

Diam adalah sesuatu yang dianjurkan bagi kita. Lebih baik diam dari pada semangat tetapi miskin ilmu. Kita sesat karena sok tahu ditambah lagi menyesatkan orang lain karena mempercayai kita yang sok tahu. Jadilah di dunia tidak nyata (baca: maya) itu kumpulan orang-orang yang sok tahu (maaf..maaf..). Ramai di dunia tidak nyata tetapi dampaknya sampai ke dunia nyata bahkan hingga ke akhirat yang benar-benar nyata pembalasannya.

Berat kan yah..?!
Berat kan yah..?!
Penutup untuk goresan ini. Semoga saya dan kita semua diberi petunjuk dan hidayah agar bisa istiqamah di atas kebaikan dan bukan kesia-siaan. Saya juga memohon maaf kalau ada yang kurang sopan atau kurang sesuai. Serta saya memohon kepada Allah agar menjadikan setiap coretan ini bukanlah termasuk yang sia-sia. Allahumma aamiin. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun