Stratifikasi sosial merujuk pada pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan yang berbeda berdasarkan faktor seperti status sosial, ekonomi, atau budaya. Fenomena ini menjadi sangat terlihat dalam peristiwa yang melibatkan Gus Miftah dan Sunhaji, dimana keduanya berada pada posisi yang kontras dalam hierarki sosial.
Gus Miftah, seorang tokoh agama terkena, memiliki pengaruh besar baik konteks sosial maupun ekonomi. Ia kerap muncul di berbagai forum penting dan media, menunjukkan posisinya sebagai bagian dari strata atas yang memiliki dominasi dalam masyarakat. Sebaliknya, Sunhaji, seorang penjual es teh keliling, mewakili sektor pekerja informal yang sering dianggap rendah oleh sebagian masyarakat. Sebagai tulang punggung keluarga yang berjuang menghidupi istri dan dua anaknya, profesi Sunhaji sering kali dipandang sebelah mata. Kontras antara status sosial dan ekonomi menjadi sangat kentara, terutama dalam cara mereka berinteraksi, yang mencerminkan ketimpangan yang masih mengakar dalam struktur sosial Indonesia. Di masyarakat indonesia, pekerjaan seperti pedagang kaki lima atau pekerja sektor informal sering kali tidak mendapatkan penghormatan yang sama seperti profesi lain yang dianggap lebih prestisius atau bermartabat. Padahal, peran mereka dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari sangatlah vital. Dalam video yang tersebar, hal ini terlihat dari cara Sunhaji diperlakukan, yang menunjukkan adanya bias dan prasangka terhadap individu dari lapisan sosial bawah. Stereotip ini tidak hanya merugikan individu seperti Sunhaji secara personal, tetapi juga memperkuat stigma terhadap kelompok masyarakat yang berada di posisi serupa.Â
Peristiwa ini sekaligus menyoroti bagaimana kekuasaan atau status sosial yang lebih tinggi dapat mempengaruhi pola interaksi antar individu dari strata yang berbeda. Ketidakhadiran empati dalam interaksi tersebut menjadi salah satu alasan utama kemarahan publik terhadap insiden ini. Masyarakat melihat perlakuan yang diterima Sunhaji sebagai cerminan dari ketimpangan sosial yang lebih luas, di mana mereka yang berada di posisi lebih rendah sering kali tidak diperlakukan dengan adil atau hormat. Dengan demikian, kejadian ini menjadi pengingat bahwa empati dan kesetaraan harus menjadi dasar dalam membangun hubungan sosial yang lebih sehat dan adil
Kasus ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat, terutama mengenai pentingnya saling menghormati tanpa melihat status sosial seseorang. Setiap pekerjaan, apapun anggapan masyarakat terhadapnya, memiliki peran dan kontribusi yang tidak tergantikan. Sunhaji, meskipun bekerja sebagai penjual es teh, sebenarnya menjalankan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, tetapi seharusnya lebih kepada integritas dan usaha keras yang mereka lakukan untuk hidup dengan penuh kehormatan. Setiap individu, terlepas dari profesinya, layak dihargai sebagai manusia dengan martabat yang setara.Â
Sebagai tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar, Gus Miftah seharusnya menyadari tanggung jawabnya unutk menjadi teladan yang baik bagi banyak orang. Sebagai seorang pemimpin spritual, Ia diharapkan bisa menunjukkan empati, sikap hormat, dan pengertian kepada semua kalangan, termasuk mereka yang berada di lapisan sosial yang lebih rendah. Etika dalam berdakwah seharusnya mencerminkan nilai-nilai kesetaraan, di mana setiap individu dihormati dan dihargai tanpa melihat latar belakang atau status sosial mereka.Â
Penting bagi masyarakat untuk menyadari bahwa stratifikasi sosial bukanlah sesuatu yang alami atau tak terhindarkan, melainkan hasil dari kontruksi sosial yang bisa diubah. Ketimpangan yang ada tidak seharusnya menjadi alasan untuk mendiskriminasi orang lain. Meningkatkan solidaritas antar berbagai strata sosial menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan bebas dari stigma terhadap kelompok sosial yang lebih rendah. Solidaritas ini dapat mengurangi ketimpangan yang mana ada dan mempererat hubungan antar individu dari berbagai latar belakang. Kejadian ini juga mendorong kita untuk merenungkan kembali struktur sosial yang ada di masyarakat. Ketimpangan sosial tidak hanya terletak pada perbedaan ekonomi, tetapi juga pada bagaimana cara kita memandang dan memperlakukan sesama. Bagaimana masyarakat memandang seseorang berdasarkan pekerjaannya atau status sosialnya mencerminkan banyak hal tentang ketidaksetaraan yang ada. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk mengubah pola pikir dan sistem yang masih mendukung ketidakadilan sosial. Dengan kesadaran yang lebih tinggi dan usaha kolektif, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih adil dan menghargai setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau status sosial mereka.Â
Stratifikasi sosial dalam masyarakat terbentuk melalui berbagai faktor yang saling terkait, seperti faktor ekonomi, pendidikan, etnisitas, kekuasaan, dan gender. Penelitian menunjukkan bahwa ketidaksetaraan sosial sering kali terlihat dalam bentuk perbedaan akses terhadap sumber daya penting yang dibutuhkan untuk kesejahteraan hidup, seperti pekerjaan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup individu, tetapi juga berperan dalam menciptakan struktur sosial yang mengirimkan ketimpangan antar kelompok. Ketidaksetaraan ini, pada kebersamaan, memperlebar jurang perbedaan antara mereka yang berada di lapisan atas dan bawah, serta memperkuat hambatan bagi mobilitas.Â
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi stratifikasi sosial adalah ekonomi. Kelompok sosial yang berada pada kelas yang lebih tinggi umumnya memiliki akses yang lebih besar terhadap kekayaan dan peluang ekonomi, sementara kelompok kelas bawah sering kali terjebak dalam kemiskinan dengan sedikit kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Fenomena ini dapat dilihat secara jelas melalui kesenjangan pendapatan yang ada, misalnya antara pekerja terampil dan tidak terampil, atau antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Misalnya, masyarakat yang tinggal di kota besar seperti Jakarta biasanya memiliki akses yang lebih luas terhadap pendidikan yang berkualitas dan peluang pekerjaan dengan pendapatan tinggi. Di sisi lain, mereka yang tinggal di daerah terpenting sering kali menghadapi keterbatasan dalam hal fasilitas pendidikan dan kesempatan kerja, yang pada akhirnya membuat mereka sulit untuk meningkatkan taraf hidup mereka.Â
Etnisitas dan ras juga memainkan peran penting dalam membentuk stratifikasi sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun Indonesia dikenal dengan keberagamannya yang kaya dalam hal etnis, diskriminasi berdasarkan perbedaan etnis masih terjadi, yang pada akhirnya mempengaruhi kesempatan dalam hal ekonomi, pendidikan, dan akses terhadap kekuasaan. Kelompok-kelompok tertentu sering kali terpinggirkan dan memiliki peluang lebih kecil untuk meningkatkan posisi sosial mereka. Masalah ketidaksetaraan rasial ini semakin membantu stratifikasi sosial, khususnya dalam hal menyediakan kebutuhan dasar seperti pekerjaam, perumahan, dan layanan lainnya. Dengan demikian, perbedaan etnis dan ras tidak hanya mempengaruhi kehidupan sosial secara pribadi, tetapi juga menciptakan ketimpangan yang lebih besar dalam struktur sosial masyarakat.
 Pada umumnya manusia memiliki cita-cita agar ada perbedaan dalam kedudukan dan peran dalam masyarakat, namun cita-cita tersebut sering kali bertentangan dengan kenyataan yang ada. Setiap kebutuhan masyarakat menempatkan individu-individu pada posisi tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk menjalankan kewajiban mereka sesuai dengan penempatan tersebut. Oleh karena itu, masyarakat dihadapkan pada dua masalah utama, yaitu bagaimana menempatkan individu-indidu pada posisi yang tepat dan bagaimana mendorong mereka untuk memenuhi kewajiban yang timbul akibat penempatan tersebut.Â
Seandainya setiap kewajiban yang dihadapi oleh individu selalu sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka, maka masalah ini tidak akan terlalu sulit untuk dilaksanakan. Namun kenyataannya tidak demikian. Kedudukan dan peran tertentu sering kali membutuhkan keterampilan dan latihan khusus, dan pentingnya serta posisi peran tersebut pun tidak selalu sama. Oleh karan itu, tidak dapat dihindari bahwa masyarakat perlu menyediakan berbagai sistem yang diberikan atau tidak seimbang untuk mendorong individu agar melaksanakan kewajiban mereka sesuai dengan posisi mereka dalam masyarakat.Â