"Kalau makan itu yang benar, jangan ngemil mulu. Makan juga nasi, sayur, ikan, dan bla...bla...bla... Ini kan sudah siang, jangan di depan laptop terus dan hanya kerjaan yang lebih diprioritaskan. Kalau kamu sakit, nanti yang pusing aku juga. Dan ..."
Kalimat itu terdengar jelas dan sangat tegas siang itu, saat saya mendengarnya dengan seksama lewat smartphone. Rasanya seperti kena siraman rohani yang langsung menyentuh sampai ke ulu hati. Tapi mau bagaimana lagi, semenjak menikah akhir bulan April kemarin, pindah domisili ke ibukota Indonesia dan Alhamdulillah seminggu kemudian, saya  dapat pekerjaan baru.
Di kantor baru setiap hari jam kerja adalah deadline. Dan semakin lengkap lagi karena disekitar kantor baru tempat saya kerja, susah sekali menemukan warung makan. Sehingga saya yang masih beradaptasi dengan lingkungan baru, mau nggak mau harus mengandalkan cemilan ketika jam istirahat dan waktu makan siang tiba.
Kebiasaan mengonsumsi camilan alias ngemil ini sudah sering saya lakukan ketika masih kuliah dan kerja di Makassar. Karena bagi saya aktivitas ngemil itu sangat menyenangkan, bida menjadi teman setia dimanapun dan kapanpun, termasuk bisa sambil kerja ngejar deadline. Dan tentunya nggak bikin ribet seperti saat ke warteg yang bisa menghabiskan waktu 30 menit sampai 1 jam.
Nah... akibat ngemil inilah, saya akhirnya disalahkan dan diceramahin siang-siang oleh istri saya. Baginya cemilan itu bukanlah makanan sehat dan tidak membuat kenyang, bahkan bisa menimbulkan penyakit, seperti diabetes, maag, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dihantui ketakutan yang berlebih.
Padahal, tidak semua camilan dikategorikan makanan tidak sehat bahkan menjadi penyebab penyakit yang saya sebutkan di atas. Karena sebenarnya semua kembali lagi kepada diri sendiri sebagai makhluk yang memilih camilan tersebut. Apakah camilan yang dipilih cocok dan mengkonsumsinya dalam porsi yang wajar?
Bagi saya sendiri, dalam memilih cemilan selalu mengkondisikan dengan keadaan saat itu. Misalnya saat sedang ada deadline kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, maka cemilan yang saya pilih sebisa mungkin tidak menyebabkan perut menjadi perih. Dalam hal ini, cemilan hanya sebagai selingan saja sebelum nantinya makan makanan berat. Mengingat saat masih kecil dulu dan saat ibu saya kena maag, dokter menyarankan untuk sering makan biarpun sedikit, seperti cemilan tadi. Contohnya biscuit.
Dari situ saya belajar, dan sebagai anak muda masa kini, saya mencoba menyesuaikan dengan kondisi saya. Tentu camilan yang saya konsumsi sedikit berbeda, diantaranya Soyjoy rasa cokelat dan pisang. Bahkan sekitar dua minggu lalu, karena rasa penasaran, saya mencoba rasa terbaru yakni New Soyjoy Crispy.
Mau tau seperti apa rasanya?
Rasanya pas bagi saya, enak, membuat kenyang, benar-benar crispy dan pastinya cocok untuk saya yang lumayan aktif dan sering sibuk.
Ngemil Enak dan Sehat Bersama Soyjoy Crispy