Jakarta, satu-satunya kota di Indonesia yang paling padat, ramai, sibuk, bahkan seakan warganya tidak pernah tidur. Selain itu, konon Jakarta dikenal sebagai kota yang paling keras dan kejam. Namun bagi yang mampu melewati atau dengan kata lain bisa menaklukan kerasnya kehidupan di kota ini, maka separuh dirinya seakan sudah menguasai negeri ini. Itu yang sering saya dengar dari cerita orang-orang dewasa sewaktu kecil. Benar atau tidaknya, saya belum membuktikannya.
Meski Jakarta kadang di cap sebagai kota yang memiliki kehidupan yang keras dan kejam, kota ini tetap saja punya daya tarik yang sangat kuat bagi kebanyakan orang. Entah itu mereka yang tinggal di pinggiran kota Jakarta, masih satu pulau maupun dari pelosok yang jaraknya bikin geleng-geleng kepala. Hal ini terbukti dengan berbondong-bondongnya segelintir orang setiap tahunnya (selepas Idul Fitri) menuju Jakarta, yang jumlah hampir sama dengan kapasitas Stadion Gelora Bung Karno.
Alasan orang-orang datang pun bermacam-macam, seperti karir yang lebih bagus, penghasilan lebih besar dari daerah lainnya, Jakarta menawarkan sesuatu yang berbeda dan tidak bisa ditawarkan oleh daerah masing-masing, peluang kerja yang sangat luas dan segala kelebihan lainnya. Intinya selama mau kerja apa saja maka sudah bisa dipastikan kamu akan bisa bertahan hidup di tengah kerasnya kehidupan kota ini.
Bagi saya sendiri, kota ini merupakan kota yang penuh dengan kenangan. Meski baru dua kali berkunjung ke kota ini, kenangan yang tercipta dalam memory lumayan banyak juga dan berhasil menarik saya untuk berkunjung yang ketiga kalinya.
Ya, seminggu setelah wisuda akhir November 2016 lalu dan sudah boleh memasang gelar ST (Arsitektur), akhirnya saya berkunjung lagi ke kota ini. Kunjungan kali ini sekadar untuk berlibur dan menuntaskan nazar yang sempat tertunda setahun sebelumnya sekaligus melepas rindu bersama seseorang yang spesial, yang sudah 4 tahun tidak bertatap muka langsung dengannya.
Namun ditengah masa liburan yang sedang berjalan, planing yang sebelumnya sudah di susun sedikit berubah. Niat liburan pun merembet ke arah mencari pekerjaan tetap dan ingin menanggalkan status freelance. Tak hanya itu saja, di sela-sela planing baru tersebut, juga mencoba ikut kopdaran dengan teman Kompasianer ibukota serta para blogger lainnya. Salah satunya dengan ikut kegiatan yang diadakan oleh Kompasiana Bareng FWD Life yang bertemakan “Bebas Aksi Jalani Passion”.
Kopdar Pertama Bareng Kompasianer Ibukota
Hari yang dinanti pun tiba, seusai shalat jumat dan sehabis dari kantor doi serta modal pengalaman sedikit mengenai kota Jakarta, saya berangkat menuju lokasi acara dengan menggunakan transportasi Busway dari Halte Kementerian Pertanian menuju Halte Sarinah.
Siang itu, saya sedikit was-was karena takut ketinggalan acara apalagi itu merupakan yang pertama bagi saya ngumpul bareng Kompasianer Ibukota. Sesampainya di Halte Sarinah, saya segera bergegas turun dari Busway sambil mantengin Google Maps biar mudah menemukan lokasi acara nangkring. Ternyata dari Halte saya harus jalan kaki kurang lebih 200 meter lagi ke arah dalam. Dengan jarak yang begitu lumayan, langkah kaki pun saya percepat lagi bahkan sambil sesekali berlari. Ketika sampai di lokasi ternyata belum banyak yang hadir.
Karena belum banyak yang saya kenal, maka saya pun sok-sokan membaur dengan peserta lain biar tidak terlalu kelihatan udik. Yah, lumayanlah buat mempersingkat waktu tunggu karena belum banyak Kompasianer yang hadir dan juga acara belum di mulai. Hehehe...
Apa Itu FWD Life?
Sore itu antara bahagia, sedikit malu-malu dan tak disangka-sangka serta sebelum jauh masuk ke acara inti, Mas Nurulloh sempat memperkenalkan saya pada peserta lainnya sebagai perwakilan Kompasianer Makassar. Setelah pengenalan tersebut, acara pun dilanjutkan dengan memperkenalkan beberapa narasumber dari FWD Life.
Ada yang tahu apa itu FWD Life? Kurang lebih seperti itu bunyi pertanyaan yang diajukan oleh salah satu narasumber dari FWD Life.
Sebagai orang yang baru mendengar nama itu, saya hanya bisa diam seribu bahasa dan menunggu salah satu dari peserta lainnya untuk menjawab. Harapan saya pun terkabul, seorang bapak-bapak menjawab pertanyaan tersebut.
Inti dari jawabannya adalah FWD Life merupakan sebuah perusahaan asuransi jiwa dan kesehatan. Adapun produk asuransi yang ditawarkan yakni berkaitan dengan investasi, asuransi berjangka individu & kumpulan, asuransi kecelakaan diri individu & kumpulan, dan asuransi kesehatan kumpulan melalui jalur distribusi yang didukung teknologi terintegrasi termasuk keagenan, bancassurance, e-commerce dan korporasi.
Mengenal Asuransi Dengan Cara Yang Berbeda
Mendengar kata asuransi, pasti semua langsung berkerut keningnya. Ya tahulah, namanya juga asuransi pasti manfaatnya nggak bisa dirasakan langsung saat itu juga. Dengan kata lain harus menunggu lama baru bisa menikmati manfaatnya dan yang membuat malas kebanyakan orang adalah klaimnya ituloh. Susahnya minta ampun alias berbelit-belit, salah sedikit kita nggak dapat apa-apa. Contoh kasusnya seperti kasusnya Ahmad Dhani beberapa tahun silam waktu anaknya kecelakaan, yang mana klaimnya di tolak.
Tapi, ternyata tidak semua asuransi seperti itu loh. Contohnya FWD Life, dimana ia menawarkan sesuatu yang berbeda alias lain dari yang lain. Jika asuransi kebanyakan harus menunggu lama untuk merasakan manfaatnya, maka FWD Life menawarkan sebaliknya, yang mana manfaatnya bisa dirasakan dalam sekejap tanpa harus menunggu masa mendatang terlebih dahulu.
Kok gitu? Ya, yang namanya nasib mana ada yang tahu. Ia tidak mengenal batasan usia dan juga profsei maupun passion yang sedang kamu jalani termasuk freelance seperti saya saat ini. Bisa saja pagi ini kita sehat, sebentar sore tiba-tiba sakit dan lain sebagainya. Sedangkan semuanya pasti ingin menjalani dan menikmati hidup hari itu tanpa ada kendala sedikitpun. Bebas melakukan aktivitas seharian, mewujudkan apa yang menjadi passionmu, bahkan mengekspresikan diri tanpa rasa takut serta ragu sedikitpun.
FWD Life hadir dengan menawarkan itu semua. Dimana kita diajak untuk lebih dahulu memikirkan bagaimana memproteksi kehidupan kita hari ini, 7 hari yang akan datang sampai 30 hari kemudian. Atau halusnya, apa yang bisa kita lakukan untuk hidup kita hari ini sebelum jauh memikirkan masa 5 tahun, 10 tahun akan datang dan seterusnya.
Sungguh sebuah ide yang simple dan berbeda bukan?
Dalam permainan tersebut, kami di ajak bagaimana menjalani hidup hari itu dengan segala kemungkinan yang terjadi. Entah itu faktor alam yang menghadang, rencana tuhan yang tentunya tidak semua orang pun yang tahu, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya. Dimana kami harus siap menghadapi resiko yang terjadi, mulai di pecat dari pekerjaan tetap, pindah dari pekerjaan lama ke pekerjaan baru, membeli asuransi kesehatan, asuransi jangka panjang, asuransi untuk hunian dan kendaraan, bermain di pasar modal layaknya seorang broker, bahkan sampai mengambil keputusan pensiun dini demi bisa menjalani passion yang sudah lama di impikan. Termasuk bagi yang passionnya hanyalah seorang freelance sekalipun, seperti kompasianer maupun blogger yang belakangan semakin menjamur.
Jujur, cara yang ditunjukkan oleh FWD Life lewat permainan tersebut, berhasil membuka lebih luas lagi pikiran saya akan pentingnya memproteksi diri, salah satunya dengan memanfaatkan jasa asuransi. Hal lainnya yang bisa saya ambil hikmahnya adalah setiap keputusan yang di ambil pasti ada resikonya. Tinggal milih, apakah akan mencari jalan aman dan menghindari segala kemungkinan serta resiko yang akan menghadang, atau mau melakukan sebaliknya. Yang mana hasil akhirnya bisa membuat kita menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H