Mohon tunggu...
Arif Rahman
Arif Rahman Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menyukai hal-hal sederhana, suka ngopi, membaca dan sesekali meluangkan waktu untuk menulis. Kunjungi juga blog pribadi saya (www.arsitekmenulis.com) dan (http://ngeblog-yuk-di.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mudik 2016: Dari Rebutan Tiket Hingga Menginap di Pelabuhan

4 Juli 2016   14:31 Diperbarui: 5 Juli 2016   11:34 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Malam Hari Mudik Lebaran 2016 (Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makssar), Dok. Pribadi

Waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa bulan ramadan tahun ini sebentar lagi bakal berakhir. Satu persatu para perantau mulai mudik ke kampung halamannya masing-masing. Pelan tapi pasti, jalanan ibukota pun mulai terlihat lengang dan sepi. Tak ada lagi kemacetan, apalagi bunyi klakson kendaraan roda empat maupun roda dua yang biasanya bersahut-sahutan bak sebuah perlombaan bahkan terkadang mirip alunan musik.

Dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia, para perantau ramai-ramai memanfaatkan momentum lebaran untuk kembali ke kampung halaman demi bisa berkumpul dengan sanak saudara yang telah ditinggalkan, kurang lebih selama satu tahun terakhir ini. Al hasil, fenomena mudik yang sudah menjadi tradisi setiap tahun kembali menjadi tontonan menarik, unik dan sayang jika dilewatkan begitu saja.

Ya, bagaimana tidak demikian? Tradisi unik ini konsisten setiap tahun terjadi di Indonesia dan jarang ditemukan di negara lain. Sebuah tradisi yang seakan menjadi keharusan di negeri ini setiap kali menjelang Hari Raya, khususnya Idul Fitri.

Namun tahukah kamu, kalau dibalik kembalinya fenomena mudik lebaran ini ada perjuangan panjang yang harus dilalui oleh para pemudik? Perjuangan yang lumayan melelahkan, menguras tenaga, pikiran, emosi, bahkan lumayan menyita waktu juga. Dimana hal itu dilakukan demi mendapatkan selembar tiket dan bisa bertemu sanak saudara di kampung halaman tentunya.

Pertanyaannya, perjuangan seperti apakah yang di maksud itu? Berikut ulasan singkatnya dibawah ini :

Berburu Bahkan Sampai Rebutan Tiket

Sudah menjadi sebuah tradisi setiap kali musim mudik tiba, para perantau yang ingin mudik bakalan disibukkan dengan berburu selembar tiket. Entah itu berupa tiket bis, kapal laut seperti PELNI, pesawat, atau kereta api.

Biasanya dan terkhusus untuk calon penumpang kapal laut atau PELNI, para calon pemudik mulai memadati travel penjualan tiket jauh-jauh hari sebelumnya. Contohnya seperti musim mudik tahun ini, khusussnya wilayah Makassar antusias calon pemudik meningkat drastis dari tahun sebelumnya. Terbukti dengan ramainya travel penjualan tiket PELNI sejak awal ramadan tiba dan ludesnya tiket sampai tanggal 28 Juni kemarin. Yang mana paling banyak di dominasi oleh calon pemudik tujuan Bima, Sulawesi Tenggara dan sekitarnya, Ambon, sampai Irian Jawa atau Papua.

Saking banyaknya yang berburu tiket dan begitu tingginya animo mahasiswa yang mau mudik, saya sendiri sampai harus mutar-mutar ke beberapa travel demi mendapatkan beberapa lembar tiket untuk kedua orangtua yang kebetulan sempat berkunjung ke Makassar untuk berobat. Untungnya, saya masih dapat tiket untuk keberangkatan tanggal 19 Juni. Beda lagi dengan adik saya, ia harus memburu tiket malam-malam sampai ke kantor PELNI cabang Makassar. Itupun dapatnya untuk keberangkatan tanggal 30 Juni kemarin, yang kebetulan sheat yang tersisa tinggal sedikit. Sedangkan teman-teman saya yang telat membeli seperti adik saya, ada yang dapat tanggal 1 dan 2 Juli.

Tak cuma tiket kapal PELNI yang diburu, tiket pesawat pun demikian. Khusus tujuan WaKaToBi saja harus memesan jauh-jauh hari sebelumnya sekaligus berburu promo tiket murah. Karena kalau menunggu sampai pertengahan atau akhir ramadan baru memesan tiket, harga tiket bakal melonjak drastis sampai tembus di harga 1,1 – 1,2 juta. Dan saya yakin untuk tujuan Indonesia Timur lainnya, seperti Manado, Gorontalo, Ambon, dan Papua pasti akan melonjak drastis juga.

Lalu bagaimana dengan para calon pemudik yang tinggal di wilayah Indonesia Bagian Barat. Ternyata hal yang sama pun terjadi dan lebih ekstrim lagi disana. Untuk mendapatkan selembar tiket kereta saja, calon pemudik harus rela antre berjam-jam di stasiun bahkan sampai harus berebutan. Itupun belum seberapa bila dibandingkan dengan yang memesan tiket via online, yang tentunya tak kalah banyak juga. Hanya demi selembar tiket untuk bisa pulang ke kampung halaman, tengah malam pula, calon pemudik sudah memesak tiket 90 hari alias 3 bulan sebelum keberangkatan. Itu saja sheat yang tersisa tinggal sedikit.

Lantas bagaimana dengan yang memesan tiket bis dan pesawat? Tentu jawabannya bakal sama pula seperti yang terjadi pada pembelian tiket kereta. Dan yang pastinya khusus tiket pesawat, pasti banyak yang rela begadang tengah malam untuk berburu tiket. Atau nggak berlomba-lomba memesan tiket lewat aplikasi online yang sudah ada dan terpercaya.

Nekat Menginap di Pelabuhan

Penumpang Yang Menginap dan Tiba Berdesak-desakan (Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar), Dok. Pribadi
Penumpang Yang Menginap dan Tiba Berdesak-desakan (Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar), Dok. Pribadi
Untuk yang satu ini, biasanya di alami oleh para calon penumpang kapal PELNI. Ya, tak jarang para calon penumpang menginap di pelabuhan demi bisa mudik ke kampung halaman. Alasan lainnya karena khawatir tidak kebagian tempat tidur di dalam kapal. Tak hanya di kereta saja loh para pemudik berlomba-lomba untuk mendapat tempat duduk yang nyaman.

Di kapal hal yang sama terjadi juga bahkan lebih ekstrim lagi. Dari pengalaman saya sebelumnya dan masih terjadi sampai saat ini, meski saya mudik terakhir tahun 2011, penumpang harus berdesak-desakan mulai masuk terminal pelabuhan, menuju tangga kapal, hingga berada di dalam kapal pun kadang masih demikian. Belum lagi harus memasang kuda-kuda yang kuat agar tidak terjatuh atau terpental saat di tabrak oleh buruh pelabuhan yang berlomba-lomba mencari nafkah.

Emang sekuat apa sih para buruh pelabuhan itu? Lumayan kuat, mirip-mirip kekuatan ksatria Yunani, pasukannya Leonidas di film “300 Sparta –Rise Of An Empire 2014”. Bahkan meski terlihat kurus, mereka masih bisa mengangkat beban yang beratnya 3-5 kali dari berat badan mereka. Yah, bisa dibilang mereka adalah Hulk di dunia nyata. Dan kalau berlari pun sama kuatnya dengan Captain Amerika ciptaan Marvel Studio.

Kembali lagi ke penumpang yang rela dan nekat tidur di pelabuhan. Selain karena ke khawatiran tidak kebagian tempat tidur, biasanya juga penumpang yang melakukan hal demikian karena jarak dari pelabuhan dengan tempat kost, menginap atau tempat tinggal sebelumnya lumayan jauh. Dan yang pastinya kalau balik lagi ke kost atau penginapan bakal memakan biaya double bahkan lebih.

Namun tak hanya itu saja penyebabnya. Ada alasan lain juga, seperti faktor alam dan faktor lain-lain. Yang mana kadang menyebabkan kapal jadi delay alias tidak sesuai jadwal yang tertera di tiket. Menariknya, delay-nya tidak seperti yang terjadi di bandara dan kadang nggak cuma 1-2 jam saja, tapi lebih.

Berapa lebihnya? Jawabannya beragam. Dari pengalaman saya, ada yang 3 jam, 4 jam, 6 jam, sampai 8 jam. Dan pengalaman saya tahun lalu saat mengantar salah satu adik saya, kapalnya delay8 jam. Dimana saya sudah berada di pelabuhan sejak pukul 3 dini hari (sehabis sahur), sedangkan kapalnya baru sandar di pelabuhan jam 12 siang. Itu pengalaman saya, tapi ada yang lebih dari itu juga dengan kapal yang sama dan menunggu kapalnya sejak magrib, yang jika di hitung-hitung orang tersebut lebih lama 9 jam dari yang saya alami.

Lalu, bagaimana dengan tahun ini? Pengalaman yang sama masih terjadi, saya menunggu kurang lebih 5 jam lamanya saat mengantar kedua orang tua ke pelabuhan tanggal 19 Juni lalu. Dimana kapalnya seharusnya sandar dipelabuhan jam 1 dini hari, malah baru nongol usai shubuh atau sekitar jam 5.30 waktu Makassar. Padahal itu juga sudah pernah di tunda sebelumnya, dimana jadwal awalnya sebenarnya adalah jam 8 malam.

Namun demikian, khusus kapal PELNI untuk tahun ini lumayan ada perubahan dan saya yakin itu pasti instruksi langsung dari Menteri Perhubungan, Pak Ignasius Jonan.

Apa saja perubahan yang dilakukan? Calo tiket kapal mulai ditekan dan sudah tidak seramai tahun-tahun sebelumnya, itu yang saya perhatikan di Makassar. Tiket yang dijual agen atau travel penjualan tiket dibatasi, dengan kata lain di sesuaikan dengan kuota tempat tidur dalam kapal dan mungkin karena inilah tiket kapal 3 minggu keberangkatan langsung ludes terjual.

Jika dulu di tiket kapal ada kelas 1, 2, dan ekonomi. Mulai tahun kemarin hal itu sudah tidak ada lagi dan kalau pun ada tinggal 1-2 kapal saja yang masih mempertahankan tradisi lama itu. Terminat pelabuhan perlahan-lahan diperbaiki dan hasilnya pun tak kalah dengan suasana bandara, mall bahkan terlihat mirip lobi hotel. Kursi-kursi di ruang tunggu pun diganti dengan sofa, sehingga pantat tidak tepos lagi kalau kelamaan duduk gara-gara menunggu kapal yang delay. Travel atau agen penjualan tiket nakal pun di hukum.

Dan yang terakhir yang saya ketahui, kejadiannya 2 hari terakhir ini adalah menambah armada demi bisa mewujudkan warga, tepatnya mahasiswa yang ingin mudik ke kampung halaman. Kasus ini terjadi pada calon penumpang tujuan Bima yang tanggal 1-2 kemarin tidak kebagian tiket dan juga dikarenakan kapal sudah penuh. Dimana armada yang di datangkan kurang lebih 2 unit kapal dengan kapasitas penumpang kurang lebih 500 dan 300 penumpang. Kedua armada itu diberangkatkan tanggal 3 kemarin dan satunya hari ini (tanggal 4 kalau tidak salah). Sehingga mereka akhirnya bisa mudik juga.

Bagi saya ini merupakan terobosan baru dibidang perhubungan laut, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Dan untuk ramadan tahun, kejadian ini untuk kedua kalinya dilakukan mengingat penumpang tujuan Bima selalu membludak.

Terakhir, selamat mudik. Jangan lupa jaga barang bawaan ada agar tidak kecopetan, khususnya penumpang kapal PELNI. Begitu juga dengan penumpang kereta, bis, dan pesawat. Bagi yang mudik menggunakan kendaraan pribadi, utamakan keselamatan agar selamat sampai tujuan. Ingat, sanak sauadara atau keluarga anda sedang menunggu di rumah dikampung halaman. Dan kata orang tua dulu dikampung halaman saya : “Tidak Ada Yang Jual Nyawa di Pasar Sana”.

Taqabbalallahu Minna Wa Minkum, Shiyamana Wa Shiyamakum.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah

BTN ANTARA Makassar, 4 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun