Apa sih enaknya menulis? Terus kalau sudah menulis, siapa yang akan membacanya? Apa manfaatnya untuk jangka pendek dan panjang? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul sebelum aku mengenal bahkan sampai kecanduan dengan dunia menulis seperti sekarang ini.
Jika di pikir-pikir kembali, begitu konyolnya aku. Kok bisa, pertanyaan-pertanyaan itu muncul. Pertanyaan yang membuatku jadi senyum-senyum sendiri ketika mengingatnya kembali, bahkan merasa seperti orang yang paling bodoh sedunia.
Tapi disisi lain aku juga merasa senang, karena berkat pertanyaan-pertanyaan tersebut aku jadi tahu bahwa menulis itu menyenangkan, banyak manfaatnya baik untuk jangka pendek maupun panjang, dan pasti akan ada orang yang baca. Yang perlu dilakukan yakni terus menulis, menulis, dan menulis, karena cepat atau lambat pembaca akan datang dengan sendirinya.
Lalu muncul pertanyaan lagi, dimana aku belajar dan mengenal dunia tulis menulis? Jawabannya tak lain dan tak bukan adalah Kompasiana.
Jujur saja, sebelum mengenal Kompasiana, dalam benak ini dipenuhi pertanyaan-pertanyaan konyol mengenai dunia tulis menulis seperti yang aku ungkapkan di awal tulisan ini. Untungnya pertanyaan-pertanyaan tersebut gak butuh waktu lama untuk dijawab. Jawaban yang aku maksud yakni ketika salah satu saudara (sepupu) terpilih sebagai pemenang lomba menulis di Kompasiana. Aku yang begitu penasaran dengan dunia menulis, akhirnya membuat akun di Kompasiana dan mulai belajar menulis.
Siapa sangka berkat hal itu juga, menulis menjadi hobi baru yang aku tekuni sampai sekarang dan bisa dibilang membuatku bagai orang kecanduan. Bahkan seiring berjalannya waktu dan hanya dengan modal menulis, aku telah bertemu dengan orang-orang hebat. Kurang lebih seperti itulah anggapan dari seorang bocah kampung seperti aku ini.
Karena Kompasiana, Aku Bisa Kenal Mas Nurulloh
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya Maret 2015, Kompasiana yang bekerjasama dengan Kompas mengadakan event Kompas Kampus di 5 kota besar di Indonesia. Dari 5 kota besar tersebut, Makassar menjadi salah satu kota yang dipilih. Dimana acaranya sendiri diadakan di kampus Universitas Hasanuddin (UNHAS).
Sebagai seorang Kompasianer, aku pun tidak mau ketinggalan acara tersebut. Dengan bermodal paket internet gratisan, aku segera mendaftar secara online dan mengikuti semua syarat-syarat sesuai dengan yang ditentukan. Gak butuh waktu lama, aku pun terdaftar sebagai salah satu peserta.
Singkat cerita, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pagi itu aku datang satu jam sebelum acara dimulai dengan harapan tidak ketinggalan dan bisa mendapatkan kursi paling depan. Sesampainya di Kampus UNHAS, ternyata peserta sudah banyak dan harapan untuk mendapatkan kursi paling depan pupus susah karena aku mendapatkan antrian hampir paling akhir. Apalagi hari pertama acara penjagaan begitu ketat dari aparat dan Paspampres, mengingat salah satu narasumber yang hadir adalah orang nomor 2 RI, yakni Jusuf Kalla.
Lalu bagaimana aku bisa bertemu dengan mas Nurulloh? Waktu itu, kalau tidak salah ingat mas Nurulloh menjadi salah satu pemateri juga. Nah... usai mas Nurulloh mengisi materi dan mumpung acara utama belum di mulai, aku menyempatkan untuk keluar sebentar. Untuk mengisi waktu, aku menyempatkan untuk melihat-lihat barang-barang yang di pamerkan di booth yang berada lantai dasar. Saat itu aku sedang asyik melihat baju “kriko”, tiba-tiba mas Nurulloh muncul sekaligus memperkenalkan diri dan memberitahukan bahwa akan ada lagi lagi acara bulan berikutnya di Makassar. Tak lupa juga mas Nurulloh meminta saya untuk mendaftar jika berminat.
Seperti yang dikatakan mas Nurulloh saat event Kompas Kampus sebelumnya bahwa akan ada acara di bulan berikutnya, yakni bulan April. Acara yang di maksud tak lain adalah “Kompasiana Go To School Bareng JNE”, dimana acara tersebut yang menjadi moderator adalah mas Nurulloh dan salah satu narasumbernya adalah mas Isjet.
Sama seperti sebelumnya, sebagai Kompasianer akut tidak mau ketinggalan acara tersebut. Terlebih lagi, aku juga penasaran dengan salah satu admin Kompasiana yang biasa di panggil mas Isjet.
Karena Kompasiana, Aku Bertemu Dengan Mas Kevin, Mas Diki, dan Bupati Bantaeng
Masih dibulan yang sama dengan acara “Kompasiana Go To School Bareng JNE”, Makassar kembali menjadi kota yang di tuju oleh Kompasiana. Kali ini acaranya diadakan di kabupaten Bantaeng, dimana merupakan hasil kerjasama dengan Yayasan Peduli Danamon. Acaranya sendiri bertajuk “Festival Pasar Rakyat”.
Seperti event-event sebelumnya, Kompasianer kembali di undang dalam acara ini dan kuota yang dibutuhkan sebanyak 11 orang. Aku pun kembali mendaftar dan berhasil terdaftar menjadi peserta yang akan ikut ke acara tersebut.
Saat hari H, ternyata yang bisa ikut hanya 5 orang saja. Akhirnya kami pun berangkat ke Bantaeng bersama dua admin Kompasiana, yakni mas Kevin dan mas Diki. Waktu itu saya dan kedua teman serta seorang kompasianer lagi bertemu dengan mas Kevin dan mas Diki di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, sedangkan satu orang lagi (Heriyanto Rentalino) menunggu di pinggir jalan karena kendaraannya lagi rusak.
Benar saja, tak berselang lama, Kompasianer sekaligus Humas Pemda Bantaeng tersebut mengajak kami untuk bertemu pak Bupati. Kami pun segera bergegas menuju kantor Bupati. Disana kami disambut dengan ramah dan tidak memerlukan waktu lama untuk bertemu pak Bupati di ruang kerjanya yang sekaligus ruang rapat.
Karena Kompasiana, Aku Akhirnya bertemu Kang Pepih
Pepih Nugraha, begitulah nama lengkapnya yang sekaligus adalah COO Kompasiana. Beliau juga biasa di panggil Kang Pepih. Seorang sosok yang tidak asing lagi bagi para Kompasianer, karena berkat beliaulah Kompasiana ini hadir ditengah-tengah masyarakat. Sebuah media yang menampung seluruh unek-unek warga yang selama ini kurang di apresiasi oleh media lainnya. Media yang menjadikan warga biasa dari tidak ada apa-apanya menjadi dikenal oleh banyak orang dan masih banyak lagi.
Contoh kecilnya aku sendiri, seorang bocah yang awalnya tidak tahu menahu dengan dunia tulis menulis, akhirnya mulai bisa menulis bahkan perlahan-lahan menginspirasi orang di sekililing saya untuk ikut menulis. Namun sebagai bocah yang baru mengenal dunia menulis, aku juga punya idola dan salah satunya adalah Kang Pepih.
Seperti kebanyakan orang, aku juga berharap suatu saat akan bertemu dengan orang yang aku idolakan. Dan benar saja, harapan tersebut akhirnya terwujud juga, tepatnya bulan Mei lalu saat acara pengenalan Non Tunai dari Bank Indonesia yang bekerjasama dengan Kompasiana.
Kurang lebih seperti itulah pengalamanku bertemu dengan orang-orang menurutku hebat.
Makassar, 9 Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H