Mohon tunggu...
Adeng Septi Irawan
Adeng Septi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis adalah seorang pemerhati dunia hukum dan peradilan. bisa dihubungi di email irawan_34@yahoo.com

fiat justitia ruat caelum

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuhan, Apalah Arti Sebuah Nama

1 September 2015   11:36 Diperbarui: 27 April 2020   13:14 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                              doc: humorterlucu.com

Tuhan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang mahakuasa, mahaperkasa. Secara definisi jelas bahwa Tuhan berada pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan manusia pada umumnya. Sehingga tak heran jika nama tersebut menjadi sesuatu yang sangat diagung-agungkan oleh setiap manusia dari berbagai belahan dunia. Sebagai pemeluk agama yang taat tentunya nama Tuhan taka sing bagi kalangan tersebut.

Nama adalah suatu doa, setiap orang tua pasti mendambakan nama yang baik bagi anak-anaknya. Nama Tuhan dianggap memiliki nilai keagungan tersendiri bagi sebagian orang Tua. Akibatnya tak mengherankan jikalau ada beberapa orang yang memiliki nama tuhan. Hal ini nyaris sama dengan nama sesuatu yang diagung-agungkan oleh sebagian umat beragama. Menarik memang sesuatu yang memiliki nama tuhan pastilah sarat dengan kontroversi. Hampir setiap hal yang bermakna tuhan pasti menimbulkan polemic di kalangan umat manusia.

Beberapa waktu lalu Jawa Timur digegerkan oleh beberapa kasus tentang Tuhan. Entah apa yang membuat nama tuhan seolah begitu sakral dan keramat bagi orang tertentu.  Dimulai dari spanduk Orientasi Studi Cinta Akademik dan Almamater (OSCAAR) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2014 yang Bertuliskan “Tuhan Membusuk” Akibat hal tersebut, Front Pembela Islam (FPI) marah dan melaporkan kasus penistaan agama tersebut di Polda Jatim. Sungguh menjadi suatu pembahasan yang rumit jika kita membahas persoalan tentang Tuhan. Jelas bahwa benar dan salah menjadi hal yang dinomer duakan, bagi mereka kata Tuhan menjadi sesuatu yang harus dihormati bukan malah dibuat permainan kiasan dalam tema suatu avara atau kegiatan.

Belum lama di tahun 2015 ini muncul lagi kasus serupa tentang Tuhan. Hanya saja bingkainya berbeda dengan tahun sebelumnya. Kali ini ada seseorang di daerah banyuwangi yang bernama asli Tuhan. Bahkan di Kartu Tanda Penduduk (KTP)-nya tertulis dengan jelas nama Tuhan. Hal ini pun memicu kecaman dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Banyuwangi. Nama tersebut dinilai menimbulkan berbagai macam penafsiran oleh masyarakat. Sehingga dikhawatirkan nama tersebut memunculkan pemahaman yang salah kaprah tentang Tuhan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kab. Banyuwangi menyarankan kepada seseorang yang bernama Tuhan untuk mengganti nama tersebut. Akan tetapi, pria 42 tahun tersebut menolak dengan alasan menghargai nama pemberian orang tuanya tersebut. Tuhan, apalah arti sebuah nama, selama orang yang bernama Tuhan tersebut tidak mengkultuskan dirinya sebaga sosok Tuhan. Selama ini nama Tuhan dinilai sah-sah saja bagi masyarakat, walaupun terbilang unik da nyentrik. Tetapi hal yang lebih penting bukan soal Nama tuhan-nya, melainkan esensi dari Tuhan tersebut bahwa sebagai seorang yang beragama sudah seharusnya kita menanamkan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan sehari-hari

Nama tuhan bukanlah masalah yang rumit, tetapi sebenarnya dalam masalah tersebut terkandung makna bahwa para orang tua sangat mendambakan anaknya memiliki sifat-sifat ketuhanan, bukan untuk menjadi Tuhan. Karena bagaimanapun juga Tuhan berbeda dengan makhluk. Perbedaan inilah yang menjad sekat antara sang pencipta dengan yang diciptakannya. Coba kita tengok dalam islam kita mengenal Sembilan puluh Sembilan nama tuhan yang baik (asmaul husna). Disini setiap manusia bisa menggunakan nama tersebut sebagai nama bagi anak mereka. Tentunya esensinya bukan terletak pada penyamaan terhadap Tuhan, melainkan hanya sebagai nama yang senantiasa menjadi doa bagi pemilinya.

Hal itu wajar saja dan tak menjadi masalah. Setiap nama yang baik itu baik. Sseorang yang bernama baik dan senantiasa menyandarkan setiap permasalahan dalam kehidupannya kepada Tuhan adalah seseorang yang baik. Tuhan laksana penerang di dalam kegelapan manusia. Penuntun setiap manusia menuju jalan yang lurus. Jalan yang senantiasa dirindukan oleh surga.

Hal terpenting setiap orang yang bernama Tuhan harus tetap menjaga setiap tingkah laku dan sifatnya seperti sifat tuhan bukan untuk menyamainya. Manusia adalah manusia dan Tuhan adalah Tuhan. Keduanya dua hal yang berlainan. Kedauanya tak bisa disamakan satu sama lain.

Pembahasan Tuhan memang telah muncul jauh sebelum islam datang tepatnya pada periode filsafat abad pertengahan yang menjadi puncak pergolakan batin antara manusia dengan pemikiran Tuhan. Pada masa itu terjadi pebedaaan pendapat yang keras antara kelompok gereja dengan para filsuf tentang Tuhan. Perlu menjad catatan penting bagi kita semua bahwa kontroversi seputar tuhan telah ada sejak dulu dan akan terus terjadi pada masa ini. Sebagai seorang manusia yang taat beragama tentunya jangan sampai kita jatuh ke dalam perbedaaan pendapat yang pada akhirnya menimbulkan permusuhan satu sama lain.

Terkadang perbedaan ilmu anatara manusia yang satu dengan yang lain mempengaruhi tingkat pemahaman mereka terhadap hakikat Tuhan. Dalam Islam dikenal dengan istilah maqam (tingkatan) ilmu, sehingga sebagai orang yang bijak tentunya setiap orang harus berusaha untuk menyembunyikan setiap pemehaman yang dimiliki terhadap tuhan, jangan sampai orang yang berada di maqam tinggi mempublikasikan pemahamannnya tentang Tuhan di muka umum. Agar tidak menimbulkan dikursus antara orang yang satu dengan yang lain yang memiliki maqam lebih rendah darinya.

Peristiwa di Fakultas Ushuludin UIN Sunan Ampel Surabaya tentu menjadi bahan pertimbangan bagi kalangan mahasiswa Ushuluddin. Bagi mereka yang notabene adalah para akademisi dalam teologi islam nama “Tuhan Membusuk” hal itu tak menjadi masalah. Akan tetapi, berbeda jika masyarakat pada umumnya yang notabene bukan para akademisi, tentu akan memaknai “Tuhan Membusuk” sebagai sesuatu penistaan terhadap agama. Perbedaaan ilmu dan pemahaman inilah yang seringkali memicu kontroversi baik di dunia maya maupun dunia nyata.

Begitu pula seseorang yang bernama Tuhan yang belakangan ini muncul di daerah Banyuwangi. Bagi kalangan akademis hal tersebut tak menjadi masalah selama dia tidak mengkultuskan dirinya sebagai Tuhan. Tetapi bagi masyarakat umum hal tersebut tentu menjadi hal yang sangat membahayakan bagi kehidupan beragama. Background pendidikan dan pemahaman menjadi sesuatu yang perlu diberi batasan, agar tidak saling bertubrukan sartu sama lain. Tuhan, apalah arti sbuah nama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun