1. Etika Bisnis
Bisnis merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menyediakan barang dan jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam berbisnis. Tentunya terdapat pelaku usaha yang menginisasi bisnis tersebut ia adalah businessman. Setiap businessman tentunya boleh bermain-main dalam berbisnis. Maka dari itu, pebisnis yang berusaha menggunakan waktunya dengan menanggung risiko dalam menjalankan bisnis adalah entrepreneur. Sebagai seorang entrepreneur tentunya perlu memiliki jiwa entrepreneurship atau jiwa kewirausahaan. Jadi dari pengertian di atas bisa di tarik simpulan bahwa pebisnis yang baik adalah pebisnis yang berani dalam mengambil resiko dan memiliki jiwa kewirausahaan.
Namun, pebisnis yang baik tidak hanya sekadar memiliki jiwa kewirausahaan. Pebisnis yang baik adalah pebisnis yang juga memiliki sebuah etika sebagai pendukung komponen bisnis. Etika adalah tentang bagaimana seseorang mengambil keputusan dengan memperhatikan nilai moral. Maka dari itu, etika ini merupakan komponen penting dalam menciptakan iklim bisnis yang sehat dan alami. Bisnis yang tidak beretika hanya akan membawa kepada ketidakjujuran dan kelicikkan yang dapat menjerumuskan pada kehancuran bisnis tersebut.
Etika dalam berbisnis ini sendiri sebenarnya sudah lama menjadi buah bibir masyarakat dunia sejak dahulu. Sejak abad ke-18 sampai sekarang, hubungan etika dan bisnis telah banyak menjadi bahan perdebatan oleh masyarakat. Di Amerika Serikat, kasus bisnis yang berkaitan dengan etika sudah terjadi sebelum kemerdekaan Amerika serikat. Berawal pada tahun 1870, John D. Rockfeller, pemilik Standard Oil Company Ohio, melakukan kesepakatan rahasia diskon harga dengan perusahaan kereta api yang akan membawa minyaknya. Akibat hal tersebut, para pesaing kalah sehingga memutuskan untuk keluar dari bisnis perminyakan. Bisnis yang melibatkan praktik-praktik kecurangan, penipuan dan lain-lain merupakan alasan etika bisnis mendapat perhatian yang begitu intensif hingga menjadi kajian tersendiri. Permasalahan etika bisnis muncul apabila terjadi suatu konflik tanggung jawab kepentingan atau dilema memilih antara yang benar dan yang salah, yang salah dengan yang lebih salah atau mempertimbangkan sesuatu yang lebih kompleks yang diakibatkan oleh aktivitas bisnis.
Perilaku bisnis yang tidak memikirkan etika terjadi diberbagai negara, misalnya Mitsubishi Electric, perusahaan Jepang yang terlambat menarik produk TV-nya tidak disangka menyebabkan terlalu panas dan kebakaran. Perusahaan Nike membayar upah pekerja yang rendah di berbagai negara berkembang untuk membuat sepatu yang berharga tinggi. Di Indonesia, praktikbisnis yang tidak beretika semakin terbongkar setelah Orde Baru runtuh di awal 1998. Banyak kasus dan skandal mewarnai praktik bisnis, baik itu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), menyuap, memalsukan, menipu, ataupun menyelewengkan milik perusahaan atau negara. Dari kasus Edi Tanzil, BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), PT Newmont, Freeport, dll. Di Eropa, seperti perusahaan Enron, Merck, Global Crossing, Rite-Aid, AOL Time Warner, Citigroup dan lain-lain. Di samping itu, terdapat juga perusahaan yang masih melaksanakan etika bisnis dalam praktik bisnisnya. Misalnya, Nestle di India yang membantu para peternak sapi sehingga produksi susu per peternak meningkat 50 kali lipat dan taraf hidup para peternak juga meningkat. Selain itu, Arnotts, perusahaan biskuit Australia yang berani menarik seluruh produknya sekalipun ada orang yang mau memberitahu produk mana yang beracun asal diberi sejumlah uang. Arnotts lebih memilih menarik seluruh produknya demi keselamatan konsumen. Hal tersebut berdampak luar biasa, enam bulan kemudian pendapatan perusahaan naik tiga kali lipat. Dari beberapa kasus di atas, ditegaskan kembali bahwa etika ini sangat penting diterapkan di setiap bisnis. Dijelaskan juga, penerapan etika bisnis tidak menimbulkan kerugian tetapi menimbulkan keuntungan bagi setiap bisnis.
Di dalam agama Islam, etika bisnis memiliki keunikan dibanding dengan etika bisnis biasa. Adapun Etika bisnis dalam Islam adalah akhlak baik yang sesuai dengan tuntutan syariat yang dihadirkan pada kegiatan ekonomi dan bisnis. Di dalam Islam sendiri, terdapat prinsip-prinsip yang melekat sebagai elemen penting dalam beretika, yaitu :
- Ketuhanan/Tauhid. Tauhid merupakan suatu prinsip umum dalam hukum Islam. Prinsip tersebut menerangkan bahwa semua manusia ada di bawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang ditunjukkan dalam kalimat La'ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah).
- Keseimbangan. Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-mi'za'n (keseimbangan/ moderasi).Kata keadilan dalam Al-Qur'an terkadang diekuifalensikan dengan al-qist.Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur'an terdapat dalam QS. Al-Syura ayat 17 dan Al-Hadid ayat 25.
- Kebebasan. Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam digaungkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam merupakan kebebasan dalam arti lebih luas yang mencakup bermacam-macam, baik kebebasan individu maupun kebebasan umum.. Keberagama dalam Islam telah terjamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah ayat 256 dan Al-Kafirun ayat 5).
- Tanggung Jawab. Banyak ayat terdapat dalam al-Quran yang menerangkan tentang sebuah pertanggungjawaban. Diantaranya ialah yang tercantum dalam surat an-Nissa ayat 85, yang menyatakan bahwa setiap manusia pasti bertanggungjawab atas apa yang ia lakukannya
Terlepas dari prinsip-prinsip tersebut, Rasulullah saw sudah mencontohkan bagaimana menjadi pebisnis yang beretika mulia. Adapun etika bisnis yang telah Rasulullah saw contohkan, yaitu :
- Kejujuran. Kejujuran merupakan syarat utama dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat jelas dan sering menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam topik ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya," (H.R. Al- Quzwani).
- Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekadar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta'awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis.
- Ketiga, tidak boleh menipu, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: "Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi" (QS 83:112).
- Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq 'alaih).
- Tidak menimbun barang. Ihtikar ialah menimbun barang (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menja di naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
- Tidak melakukan monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi.
- Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung," (H.R. Jabir).
- Bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman," (QS. alBaqarah:: 278). Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275).
- Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu," (QS. 4: 29).
- Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya." Hadis ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
3. UMKM
Pada Bab I pasal 1 UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah:
- Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
- Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang sifatnya berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang telah memenuhi kriteria Usaha Kecil yang sesuai dengan maksud UU ini.
- Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang sifatnya berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
Adapun kriteria UMKM dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yaitu :
- Usaha Mikro: aset maksimal Rp 50 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet maksimal Rp 300 juta per tahun.
- Usaha Kecil: aset lebih dari Rp 50 juta - Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet maksimal lebih dari Rp 300 juta - Rp 2,5 miliar per tahun.
- Usaha Menengah: aset lebih dari Rp 500 juta - Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet lebih dari Rp 2,5 miliar - Rp 50 miliar per tahun.