Korban yang jauh dari keluarga tidak memiliki pihak lain yang dapat memberikan pengawasan dan perlindungan untuk dirinya, mereka juga sulit untuk mengungkapkan apa yang dialaminya karena jarang berkomunikasi dengan keluarga. Kondisi pesantren yang tertutup dari lingkungan luar membuat santri yang menimba ilmu disana terisolasi. Sehingga, ketika mereka yang menjadi korban kekerasan seksual ini sulit untuk mencari bantuan dari luar. Pihak pesantren seharusnya memiliki tangggung jawab penuh menjaga, membimbing, serta menanamkan nilai moral kepada anak didiknya, tetapi pada implementasinya hal ini masih sering diselewengkan.Â
Pada beberapa kasus tertentu, penyalahgunaan relasi kuasa menjadi penyebab munculnya kekerasan seksual. Mereka yang memiliki relasi kuasa juga dengan mudahnya mendirikan lembaga pendidikan di Indonesia. Pihak-pihak yang merasa dirinya berkuasa di lingkungan tersebut, terkadang mendorong motivasi dalam dirinya untuk berbuat tak sesuai norma.Â
Oknum pelaku kekerasan seksual ini akan dengan mudah memanipulasi korbannya dengan adanya kekuatan relasi kuasa. Tidak semua orang yang memiliki relasi kuasa besar melakukan penyelewengan nilai moral ini. Tergantung pada bagaimana kita dapat mengendalikan dan membatasi diri kita agar tidak terjerumus kedalam pengaruh nafsu. Inilah salah satu fungsi adanya ilmu agama.
 Namun, nyatanya beberapa orang yang kita anggap memiliki pemahaman agama lebih dari kita juga bisa menyalahi agama mereka sendiri. Inilah mengapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren masih marak terjadi.
Merujuk data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempaun dan Anak (Simfoni PPA), kasus kekerasan paling banyak adalah kasus kekerasan seksual. Pada tahun 2024, sudah ada 8.863 kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Sedangkan, berdasarkan lembar fakta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada 27 Oktober 2020, kasus kekerasan seksual di pondok pesantren berada pada peringkat kedua terbanyak setelah universitas.
 Bahkan, guru dan ustaz berada di peringkat pertama sebagai pelaku kekerasan seksual. Lalu, jika kita tinjau kembali, apakah setiap pelaku kekerasan seksual sudah diberikan hukuman yang setimpal? Oknum kekerasan seksual akan terus muncul apabila pemerintah dan masyarakat tidak bekerja sama memutus rantai kasus tersebut. tak dipungkiri, peran lembaga pendidikan pesantren, masyarakat termasuk tenaga pendidik di dalam pesantren, serta Kementrian Agama harus bekerja sama dalam mengawasi jalannya pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan agama di pesantren.Â
Setiap pelaku juga seharusnya diberikan hukuman sesuai dengan apa yang telah ia perbuat. Mereka harus bertanggung jawab atas dampak yang mereka timbulkan kepada korban. Indonesia adalah negara hukum. Sudah sepatutnya, Indonesia menegakkan hukum tersebut dengan tegas, agar pelaku kekerasan seksual mendapatkan efek jera dari perbuatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H