Mohon tunggu...
Dara Ayu Apriliani
Dara Ayu Apriliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Transfortasi Pertanian di Tatah Makmur

4 September 2024   13:25 Diperbarui: 4 September 2024   13:35 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecamatan Tatah Makmur, yang terletak di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, mungkin bukan nama yang dikenal luas. Namun, daerah ini memiliki cerita menarik yang layak untuk diperhatikan, terutama dari sisi pertanian. Di tengah tantangan perubahan iklim dan dinamika sosial-ekonomi, Tatah Makmur menjadi gambaran kecil tentang bagaimana pertanian di Indonesia menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian sekaligus peluang.

Jika melihat data produksi pertanian di Tatah Makmur, yang paling mencolok adalah fluktuasi produksi padi sawah. Pada tahun 2018, produksi padi sawah mencapai puncaknya dengan 8.464 ton. Namun, tahun-tahun berikutnya menceritakan kisah yang berbeda. Pada 2019, produksi turun menjadi 7.567 ton, dan pada 2020, angka ini anjlok hampir setengahnya menjadi 4.165 ton. Situasi ini semakin memburuk pada 2021, dengan produksi hanya 3.941 ton, meskipun sedikit pulih menjadi 4.182 ton pada 2022.

Apa yang terjadi? Apakah ini hanya soal cuaca? Tentu, perubahan iklim memiliki peran besar. Curah hujan yang tidak menentu, kekeringan yang lebih panjang, atau justru banjir yang datang tiba-tiba membuat petani padi di Tatah Makmur kesulitan untuk merencanakan musim tanam dan panen dengan tepat. Namun, ini bukan satu-satunya faktor. Ada isu lain yang mengintai, seperti degradasi lahan akibat alih fungsi menjadi pemukiman atau industri, serta terbatasnya akses petani terhadap teknologi pertanian yang lebih canggih.

Menariknya, data menunjukkan bahwa padi sawah adalah satu-satunya komoditas pangan yang diproduksi di Tatah Makmur selama lima tahun terakhir. Tidak ada produksi padi ladang, jagung, kacang hijau, kacang tanah, ubi kayu, atau ubi jalar. Ketergantungan yang besar pada satu komoditas ini, meski lazim di banyak daerah di Indonesia, sebenarnya adalah pedang bermata dua.

Di satu sisi, fokus pada padi sawah mungkin memberikan stabilitas dalam jangka pendek karena para petani sudah sangat akrab dengan teknik menanam dan merawat tanaman ini. Namun, di sisi lain, ketergantungan ini membuat Tatah Makmur rentan terhadap berbagai risiko, baik dari perubahan cuaca hingga fluktuasi harga pasar. Ketika panen gagal atau harga padi anjlok, dampaknya langsung dirasakan oleh petani, yang tak memiliki sumber pendapatan lain untuk dijadikan penopang.

Mengingat tantangan tersebut, jalan keluar yang paling logis adalah dengan mendorong diversifikasi tanaman pangan. Mengapa hanya padi? Mengapa tidak mencoba menanam jagung, kacang-kacangan, atau umbi-umbian? Tanaman-tanaman ini tidak hanya lebih tahan terhadap kondisi cuaca yang tidak menentu, tetapi juga dapat memberikan variasi sumber pendapatan bagi petani.

Diversifikasi tanaman juga berarti lebih banyak jenis makanan yang bisa dihasilkan di tingkat lokal, yang pada akhirnya mendukung ketahanan pangan. Jika suatu saat terjadi kegagalan panen padi, setidaknya masih ada sumber pangan lain yang bisa diandalkan. Selain itu, diversifikasi membantu memperkaya tanah dengan berbagai jenis nutrisi, yang berpotensi meningkatkan hasil pertanian dalam jangka panjang.

Namun, untuk mewujudkan diversifikasi ini, diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Petani perlu mendapatkan akses ke benih, pelatihan, dan teknologi yang tepat. Pemerintah daerah dapat memainkan peran penting dalam mendorong perubahan ini melalui kebijakan yang mendukung serta penyediaan infrastruktur pertanian yang lebih baik.

Transformasi pertanian di Tatah Makmur tidak mungkin terjadi tanpa adopsi teknologi dan inovasi. Saat ini, banyak petani masih menggunakan metode tradisional yang sering kali kurang efisien dalam menghadapi tantangan modern, seperti perubahan iklim dan kebutuhan pasar yang terus berkembang. Oleh karena itu, investasi dalam teknologi pertanian modern sangat penting.

Sistem irigasi yang lebih efisien, penggunaan benih unggul yang lebih tahan terhadap hama dan penyakit, serta alat-alat pertanian mekanis yang dapat mempercepat proses tanam dan panen adalah beberapa contoh inovasi yang dapat diimplementasikan di Tatah Makmur. Selain itu, program pelatihan bagi petani tentang praktik pertanian berkelanjutan juga perlu ditingkatkan.

Tidak hanya itu, penguatan akses pasar juga menjadi kunci. Petani membutuhkan lebih banyak saluran distribusi untuk menjual hasil panen mereka, baik di pasar lokal maupun di luar daerah. Pengembangan koperasi pertanian atau kemitraan dengan perusahaan agribisnis bisa menjadi solusi untuk memperluas jangkauan distribusi dan meningkatkan daya tawar petani.

Kisah Tatah Makmur adalah cerminan dari banyak daerah pertanian di Indonesia. Tantangan yang dihadapi petani di sini---mulai dari perubahan iklim hingga keterbatasan teknologi---bukanlah masalah yang unik. Namun, dengan pendekatan yang tepat, Tatah Makmur bisa menjadi contoh sukses bagaimana daerah pertanian kecil mampu bertransformasi dan bertahan di tengah tantangan global.

Pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat lokal perlu bergandengan tangan untuk mengembangkan pertanian yang lebih berkelanjutan dan tangguh. Dengan mendorong diversifikasi tanaman, memperkuat infrastruktur pertanian, serta memfasilitasi akses teknologi dan pasar, Tatah Makmur dapat menjadi pusat produksi pangan yang lebih mandiri dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun