Pada saat kampanye Pileg Pak beye dan PD sangat getol melakukan kampanye pemberantasan korupsi, keberhasilan KPK selama ini di dalam menyeret para koruptor diklaim sebagai keberhasilan pemerintahan pak beye. Namun apa latah pak beye menjelang kampanye pilpres malah menuding KPK berlebihan, KPK lembaga superbody, KPK bagi pak beye di kesankan sebagai lembaga yang kebal hukum.
Pembalikan sikap pak beye ini cukup mengejutkan, karena dilakukan pada saat menjelang Pilpres, menurut pengamat politik ini adalah blunder pertama yang dilakukan pak beye di tengah hangatnya pelaksanaan pemilu.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ditetapkannya dua komisioner KPK sebagai tersangka telah minimbulkan kekecewaan terhadap Polri yang seakan memangkas peran KPK. Apalagi sikap pasif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi. "Agak sulit berharap kepada presiden SBY untuk bisa memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia. Karena, apa sih yang telah dilakukan secara signifikan terutama jilid II pemerintahan beliau," kata peneliti ICW Febri Diansyah.
Pihak kepolisian juga tidak bisa dipastikan melakukan penegakan secara profesional. Sebab, dalam perkara ini, bukti-bukti yang ditampilkan cenderung diragukan publik. Polri terkesan memangkas KPK dan membuat lembaga itu tidak berkerja secara maksimal. Penetapan tersangka atas Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rityanto, sama saja membuat KPK runtuh secara tidak langsung. Apalagi Polri tetap menggunakan pasal penyalahgunaan wewenang.
Ini bisa diartikan Presiden sebagai atasan Polri bisa mengontrol KPK. Ini peristiwa buruk. Ketika kita punya institusi independen tapi justru dibajak dengan beberapa cara. ICW meminta SBY untuk tidak pasif dalam pemberantasan korupsi. Sebab, saat kampanye di Pilpres 2009, SBY kerap mengklaim kinerja KPK dan bahkan hal tersebut diiklankan sebagai iklan partai Demokrat. Namun sekarang semangat SBY dalam pemberantas korupsi sudah tidak ada atau pasif.
Kegerahan pak beye atas sepak terjang KPK ini berawal saat KPK melakukan pemeriksaan terhadap sumbangan pernikahan HNW dan sumbangan pernikahan putri ketiga kesultanan Jogyakarka Sri Sultan yang bernilai ratusan juta rupiah yang terkait soal gratifikasi. Tindakan KPK ini dianggap berlebihan, tak kurang Amin Rais meminta kepada KPK agar juga memeriksa sumbangan pernikahan putra pertama pak beye yang bernilai milyaran rupiah.
Kegerahan pak beye ini berlanjut sejak pengusutan KPK terhadap kasus korupsi aulia pohan, hasil dari pemeriksaan kasus ini setelah aulia terbukti melakukan tindak pidana korupsi, KPK menemukan atau mengendus kejanggalan adanya tindak pidana korupsi yang terjadi dilingkungan istana negera dan sekertariat negara. pada bulan Juli di mana pak beye melontarakan tudingan KPK sebagai superbody, KPK sementara dalam proses pengumpulan bukti-bukti untuk mengusut kasus ini. Upaya ke arah ini kemudian mengalami jalan buntu karena ketua KPK Antasari menjadi tersangka kasus pembunuhan yang ditengarai karena cinta segi tiga.
Penahanan antasari ternyata tidak melemahkan semangat KPK untuk tetap mengusut kasus ini di dalam mencari bukti-bukti tindak pidana korupsi dilingkungan istana, termasuk melakukan penyadapan telepon seluler kabeskrim kombes DS. Tindakan KPK ini adalah upaya mencari tahu kebenaran keberadaan kasus penahanan antasari, tetapi yang ditemukan adalah bukti percakapan Kombes DS atas kasus skandal century. Akhirnya masalah ini semakin melebar karena KPK sudah merencanakan akan melakukan pemanggilan kepada Kombes DS atas keterlibatannya dalam skandal century.
temuan KPK ini selain telah membuat gerah pak beye, KPK juga telah membuat gerah mabes Polri. Akhirnya tak ada mendung tak angin, hujan pun datang, antasari mengeluarkan testimoni menyerang para koleganya atau pimpinan KPK terlibat menerima suap atas beberapa kasus yang ditangani. karena testimoni ini bersifat laporan kepada kepolisian sehingga mabes Polri akhirnya punya alasan kuat untuk memanggil dan memeriksa empat orang komisiener KPK, hasilnya seperti yang sudah kita ketahui.
Penetapan 2 komisiener KPK sepertinya sudah mendapat restu pak beye, alih-alih membela kPK dan komitmennya di dalam pemberantasan korupsi, pak beye malah telah menyiapkan Perppu penggantian atau Plt para pimpinan KPK yang bermasalah tersebut, Perppu memungkinkan pak beye menunjuk langsung Plt tersebut. dari sini mungkin sandiwara misteri pak beye di KPK akan mulai terkuak ?
Anggota Komisi III FPDIP Eva Kusuma Sundari berpendapat jika pak beye mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menunjuk pejabat sementara KPK. PDIP menganggap langkah presiden itu tidak solutif dan melanggar UU, karena UU KPK DPR lah yang menentukan pejabat KPK.