Hening. Tak ada suara. Tidak ada gerakan. Kami terdiam dalam pikiran masing-masing.
***
Malam ini 2 minggu setelah kematian Anna, saat aku melepon ke rumah Mey, Mey mengatakan melihat sosok mirip lelaki yang kugambar sebagai mafia gangster. Aku bergidik membayangkan lantai lift yang bernoda darah. Pesan Anna masih kuingat. Dia menitipkan map berisi info data diri korban penembakan di suatu kota oleh sekelompok orang itu. Anna adalah seorang mantan intel yang memberontak. Kuamati satu persatu data. Kulihat nama Meyrose dalam daftar target berikutnya. Aku kaget.
"Mey?? Meyrose?!"
Kutelepon rumahnya. Aku mendengar beberapa dering tak teratur di ujung telepon, lalu suara mesin penjawab. Suara perempuan dalam bahasa inggris yang cepat.
"Dia datang, Hans."
"Apa maksudmu?" tanyaku, membatu.
Ada sesuatu dalam suaranya, paraunya, yang membuatku takut.
"Lelaki berjenggot yang kau lihat itu," ulangnya, suaranya sayup dan aneh,"Dia kembali."
Mey berhenti bicara. Mataku yang sayu menerawang keluar, ke arah jalanan.
Aku bertanya-tanya apakah aku masih mempedulikan apa yang dipikirkan Mey. Pikiran yang tak menentu itu membuatku takut. Pikiran yang mencemaskan itu menakutkanku. Tidak ada suara. Tidak mungkin.