Berbicara mengenai pengarang favorit, tidak akan terlepas dari cerita perjalanan dalam menemukan karya-karya mereka, pada akhirnya membuat seseorang mengingat kembali masa-masa awal mereka dalam menapak perjalanan menuju pada dunia cerita.
Ada masa-masa saat seorang bocah kecil yang belum lulus membaca, membolak-balikkan buku cerita bergambar dengan judul Doraemon dan Kung Fu Boy. Setiap kali hendak membacanya, bocah itu akan mencuci bersih tangannya dan menyucikan dirinya untuk mempersiapkan diri membolak-balikkan halamannya dengan perasaan berdebar-debar. Setiap kali halaman semakin menipis dan mendekati akhir, rasa takut semakin menguat. Saat akhir halaman ditutup, yang tersisa adalah khayalan yang mencoba menembus batas halaman menebak-nebak apa yang akan terjadi pada cerita yang bersambung tersebut.
Fujiko Fujio pengarang doraemon, siapa yang tidak kenal pengarang ini yang memperindah masa kecil orang dewasa zaman ini, mereka yang membuat hidup mereka lebih beragam dengan kantong ajaib doremon dan membuat anak-anak berkhayal. Mengajari anak-anak akan arti mimpi dan persahabatan.
Di suatu masa dulu, menemukan cerita tidaklah mudah, buku-buku menarik diperdagangkan dengan harga tinggi. Membaca hanya bisa didapatkan dari buku-buku cerita dalam pelajaran bahasa Indonesia atau mengemis pada sahabat yang tajir yang memiliki banyak buku. Pada masa bocah tersebut, dia menemukan taman bacaan yang menyewakan buku sebagai surga hidupnya. Yang dulunya dia hanya mengais-ngais tetangga yang merupakan pengumpul barang bekas, tidak jarang ada buku-buku bacaan di sana. Jika pun bocah itu membeli sebuah buku, harus menunggu setahun sekali setelah lebaran.
Saat buku bergambar telah dibacanya habis di masa tersebut, mengosongkan seluruh cerita bergambar di taman bacaan kota kecil yang tidak seberapa, bocah itu pun melumat buku-buku bacaan yang penuh kata-kata berukuran tipis. Pada saat itu ada buku-buku terjemahan seperti Empat Sekawan, Goosebump, Animorphs dan sebagainya, akan tetapi di hati bocah tersebut, sebuah buku yang sangat berarti baginya bukanlah buku-buku terjemahan tersebut, tetapi sebuah buku tipis yang gokil dan humornya luar biasa, yang berjudul LUPUS. Saat otak kecil belum dapat membedakan buku luar dan buku dalam negeri, baginya LUPUS ada buku terbaik dalam kehidupannya masa itu. Pengarang LUPUS, tentu saja dia belum tahu siapa, tetapi pastinya dia adalah dewa segala dewa pengarang di masa bocah itu.
Hilman Hariwijaya, pengarang Lupus, apakah ada yang tidak kenal dengan beliau? Pengarang ini membagikan kisah-kisah gokil, canda, tawa humor, dalam bentuk Lupus, Boim, dan akhirnya sebuah manis dan pahit dengan nama Poppy. Semua itu mengisi dan mewarnai kehidupan bocah tersebut saat tumbuh besar dalam menggapai cita dan cinta.
Setelah masa-masa indah itu berlalu, yah terpaksa berlalu karena isi taman bacaan tidak sebanyak yang diduga, bocah itu mulai menghajar buku-buku tebal yang selama ini menjadi milik emak-emak, yang berisi kisah cinta dewasa. Dari buku karangan Fredy S ( memang waktu itu usia masih muda dan belum memahami beberapa isinya, akan tetapi bukankah semua buku sama saja? Selama ada bacaan itu berarti masih ada makanan otak ), Mira W, Marga T, buku-buku terjemahan seperti Kongo, Superman is dead, majalah Kartini, dan sebagainya. Buku-buku/majalah ini mengikuti perkembangan sang bocah, namun karena banyak yang tidak dimengerti, buku-buku tersebut tidak banyak menancapkan apapun pada mentalnya.
Saat mencapai usia tertentu, bocah itu mulai pindah ke kota yang lebih besar untuk melanjutkan perjalanan pendidikan. Yang bagi otaknya hanyalah menargetkan perpustakaan kota dan taman-taman bacaan di kota yang lebih besar dan lebih lengkap.
Di sanalah bocah itu berkenalan dengan kisah-kisah legenda yunani, kisah-kisah dari negara-negara lain seperti Sam Kok (Tiga kerajaan), juga termasuk kisah-kisah silat jadul yang termasuk di dalamnya Khoo Ping Hoo, Gan. K.L, Jin Yong ( Return of Condor Heroes, kisah si Yoko dan Kwe Ceng ), dan juga Khu Lung. Kisah-kisah ini membuat dunia bocah tersebut semakin meluas dan memiliki keinginan besar untuk melakukan pertualangan ke dunia Kang Ou ( Dunia persilatan ). Mungkin setelah bocah tersebut sudah dewasa dan tamat belajar, untuk saat itu dia hanya dapat bertualang dalam buku-bukunya.
Jin Yong dan Khu Lung adalah dua nama besar yang ikut memperkaya kehidupan banyak wilayah asia dengan genre WUXIA atau dunia persilatan mereka. Nama Khu Lung, Jin Yong dan Liang Yusheng adalah tiga pillar utama yang membangun dunia Wuxia Asia hingga mencapai seluruh dunia di masa ini dan memberikan tempat bagi para pengarang sekarang untuk mengisi genre tersebut. Genre Wuxia di dalam negeri mulai menghilang akan tetapi di luar negeri terutama di China, para pengarang muda Wuxia bermunculan dan menulis tidak hanya bagi buku atau perfilman, akan tetapi juga blog dan juga web novel yang dapat diakses dari telepon genggam.
Setelah masa bocah itu menamatkan pendidikan, kehidupannya dalam membaca terbuka semakin lebar dan luas lagi. Setiap bulannya dia memastikan dirinya untuk membaca buku apapun yang mampu diraih oleh gajinya. Di saat itulah bocah tersebut semakin memahami nilai-nilai dari sebuah buku dan juga nilai dari para pengarangnya.