Seperti halnya slogan Pangeran Antasari yang mengucapkan sumpah Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing, yang berarti bahwa perjuangan dipandang haram kalau menyerah kepada Belanda, oleh karena itu perjuangan harus diteruskan sampai tercapai apa yang dicita-citakan yaitu tanah Banjar bebas dari penjajahan.
Sangat disayangkan, adanya dugaan intervensi dengan surat dari Mendagri yang mengintruksikan untuk mencabut permohonan JR UU Prov Kalsel.
Padahal yang pada intinya, JR tidak ada sengketa antara Pemko Banjarmasin dan Pemko Banjarbaru. Melainkan, yang menjadi permasalahan adalah perihal kekeliruan prosedur hukum ketika undang-undang dibuat. Prosedur hukum inilah yang ingin diluruskan melalui MK sesuai kewenangannya.
Siapa lagi yang meluruskan, membenarkan atau menegur oknum-oknum tertentu yang membuat aturan tidak sebagaimana mestinya.
Surat dari Mendagri sangatlah tidak berdasarkan dalam UU 30 tahun 2014, tentang administrasi pemerintahan secara terminologi tidak mengenal mekanisme menguji UU Prov Kalsel, yang ada untuk menguji UU tersebut adalah kewenangan MK, berdasarkan UUD 1945 dan UU 12 Tahun 2011, tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Adanya surat Mendagri tersebut, maka memunculkan dugaan maladministrasi oleh Mendagri dan dugaan intervensi yang mengurangi kebebasan pemerintahan daerah dan rakyat di daerah.
Kami Borneo Law Firm, pemerintahan daerah (Walikota Banjarmasin dan DPRD Kota Banjarmasin), menolak pencabutan tersebut dan tetap konsisten untuk memperjuangkan marwah Kota Banjarmasin sebagai Ibukota Prov Kalsel, sesuai dengan kesepakatan paripurna sebelumnya.
"Insya Allah selangkah lagi kemenangan sudah di depan mata," pungkas Pazri.
by ARAska Banjar & Borneo Law Firm
Baca juga tulisan sebelumnya:
BORNEO LAW FIRM GUGAT BANJARBARU SEBAGAI IBU KOTA KALSEL, https://www.kompasiana.com/araska/62f639233555e4437a0693e4/borneo-law-firm-gugat-banjarbaru-sebagai-ibu-kota-kalsel