Mohon tunggu...
ARASKA ARASKATA ARASKA BANJAR
ARASKA ARASKATA ARASKA BANJAR Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

A.Rahman Al Hakim, nama pena ARAska ARASKata ARASKA Banjar. Profesi Jurnalis di Kalsel, Pelaku seni, Aktivis Lingkungan dan Aktivis Seni Budaya Sosial Pendidikan, serta menjadi Terapis di Lanting Banjar Terapi. Domisili di Banjarmasin, Kalsel. Facebook araska araskata. Email araska.banjar@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kriminalisasi terhadap Pers Muncul Kembali?

5 Desember 2021   12:11 Diperbarui: 5 Desember 2021   12:26 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dilansir dari pwinews.id, Wakil Bendahara Umum PWI Pusat, Dar Edi Yoga yang mewakili PWI Pusat mengatakan, siapapun yang terpilih nanti menjadi Kapolri, agar MoU antara Dewan Pers dan Polri harus diperhatikan dan dijalankan.

"Dengan masih ditemukannya beberapa kasus terkait adanya wartawan atau media yang dilaporkan ke Polisi. Kami mengingatkan siapapun yang nantinya menjadi Kapolri agar tetap memperhatikan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers dalam penanganan sengketa pers," tegas Dar Edi Yoga dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait pengumpulan bahan kriteria calon Kapolri yang digelar Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Untuk itu, lanjutnya, MoU harus dijunjung tinggi serta disosialisasikan dan dipahami oleh pihak terkait, terutama penyidik kepolisian agar memiliki pemahaman yang sama terhadap fungsi dan peran wartawan dalam menjalankan tugasnya.

Kasus Diananta Putra Sumedi terkait berita sengketa lahan yang bermuatan SARA, perkaranya telah inkrah, pada Senin, 10 Agustus 2020, majelis hakim pengadilan Kotabaru memvonis Diananta menjalani masa hukuman penjara selama 3 bulan 15 hari. Dengan vonis ini, berarti seminggu kemudian Diananta bebas karena potong masa tahanan, pada 17 Agustus 2020 di Kotabaru, Pulau Laut.

Sebelumnya, pada 3 Desember 2021, Muhamad Pazri Presdir Borneo Law Firm yang juga seorang aktivis Kalsel, mensharing berita online tentang Polda Kalsel kembali mengusut kasus lama Diananta, di Whatsapp Grup Forum Suara Kritis Banua. Penulispun meminta analisanya dari sudut pandang hukum, dan jawaban Pazri melalui tulisan sebagai berikut:

Bahwa jika benar Proses Hukum kasus Diananta Putra Sumedi mantan jurnalis Banjarhits.id bersama Kumparan tetap berlanjut namun  dengan kasus berita yang berbeda,  saya tegaskan dan perlu diingat itu adalah terkait produk jurnalistik sehingga harus dibedakan antara delik pers dengan delik pidana.

Bahwa seharusnya karena menyangkut produk jurnalistik dilakukan terlebih dahulu beberapa langkah preventif, misalnya yang merasa dirugikan bisa menggunakan hak jawab, hak koreksi, hingga hak meralat.

Polda Kalsel harusnya menghormati MoU Dewan Pers, PWI, dan Polri terkait penanganan proses pegaduan dan pemberitaan media. Sehingga tidak terjadi istilah dugaan terkesan kriminalisasi terhadap Pers muncul kembali.

Kasus terkait pemberitaan oleh media yang benar benar media pers adalah masuk ranah delik pers, bukan delik pidana. Karena sudah ada MoU Dewan Pers, PWI dan Polri. Karena  sejarahnya perlu diingat kembali, seluruh organisasi wartawan baik Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers juga telah lama mendesak agar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menghentikan kriminalisasi terhadap Pers.

Bahwa tegas pada Pasal 4 UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan  untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Jika telah sesuai kode etik, tapi masih ada proses delik pidana, maka ada indikasi pelemahan kebebasan pers. JIka masih adanya kasus pemberitaan yang dilaporkan ke polisi dan diproses adalah dugaan bentuk  ancaman serius untuk kebebasan Pers.

Seharusnya terkait soal pemberitaan yang salah, dalam Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers ("Kode Etik Jurnalistik") menyatakan bahwa Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akuratdisertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun