Marhaban ya Ramadhan!
bulan suci yang sangat istimewa
terkandung berkah dan rahmat-Nya
bulan ketika menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya
bulan ketika amal-amal diterima
nafas menjadi tasbih
tidur menjadi ibadah
do’a-do’a diijabah
bulan maghfirah
Ramadhan, kegiatan religius sangat semarak
tarawih dan buka puasa bersama menjadi tradisi membludak
mobilisasi zakat terjadi besar-besaran
di mana-mana diadakan pengajian
Wahai manusia!
sesungguhnya diri tergadai karena amal
saat ibadah hanya menjadi simbolisasi bebal
bila religiusitas Ramadhan ternyata semu yang fatal
karena konstruksi Ramadhan sekadar tataran simbol yang binal
Ramadhan telah menjadi simbolik keadaan
dengan tidak membawa implikasi kebaikan pada diri dan lingkungan
muncul kontradiksi meningkatnya religiusitas penyamun
korupsi malah tiada menurun
kerusakan lingkungan kian melantun
kekerasan pada anak membuat panas ubun-ubun
berpuasa hanya sekadar tidak makan dan minum
dengan tetap tingginya tindakan pelanggaran hukum
Ramadhan, Al Qur’an ramai ditadaruskan
sayangnya ayat-ayat suci dipahami hanya sebagai teks-teks permukaan
sehingga yang terjadi justru kontra-produktif tindakan
kerasnya speaker masjid malah membuat bising dan mengganggu kekhusukan
Wahai manusia!
yang asik memperindah ketaatan lahiri
serasa sorga telah dimiliki
tapi kematian yang pasti
malah takut untuk dihadapi
tiada guna amal lahiri
bila merasa diri yang punya kendali
Ramadhan pun berlalu
nafsu jua yang jadi penentu
ironis dan sangat miris
Ramadhan pun menangis
(ARAska Banjar, Banjarmasin, 20.05.16-18:12)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H