Sejak kecil, aku sudah senang dengan seni, walau pada awalnya hanya menggambar dan mengarang, kadang-kadang ikut kegiatan menari dan bermain sandiwara, sedangkan dalam budaya saat itu hanya ikut latihan silat.
Organisasi apapun yang diikuti, terutama pramuka, sudah pasti seni yang dominan dilaksanakan dalam kegiatan pramuka tersebut.
Perjalanan seni dan budaya semakin jauh, ketika menjadi mahasiswa di Banjarbaru. Sekali lagi apapun organisasi yang diikuti, seni dan budaya tetap yang dominan, entah itu Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan, Mahasiswa Pecinta Alam, terutama Pers Mahasiswa.
Idealismeku sederhana saja, ingin mengembangkan seni budaya daerah menjadi lebih baik, dan menyuarakan protes dan kritik sosial melalui seni.
***
Â
Bersama tiga orang kawan (Memet, Maskur, dan Wawan) dikampus yang senang seni walau bukan pelaku seni aktif, membentuk komunitas Front Budaya Godong Kelor di Banjarbaru, dimana embrionya digodok sejak 2001, dan baru pada 3 Nopember 2002, Godong Kelor resmi didirikan.
Sebab lahirnya Godong Kelor, karena kami melihat dari tahun 2000-an, kegiatan seni budaya di Banjarbaru kian menurun, tak ada aktivitas seni yang signifikan. Kalaupun ada hanya kelompok-kelompok kecil atau secara perorangan yang tak ada kebersamaan, bahkan dewan keseniannya sendiri berada dalam masa stagnan.
Godong Kelor memulai tradisi tampil terbuka gratis di depan umum secara rutin tiap minggu sore, bertempat di Taman Air Mancur Minggu Raya Banjarbaru, entah bermain teater, musik, membaca puisi, dll.
Tak sedikit yang menentang atau mencibir kegiatan Godong Kelor, namun inilah perjuangan idealisme.
Seiring waktu, dan konsistensi kegiatan, geliat seni mulai kembali bersinar, kelompok-kelompok seni lainnya mulai bersaing menunjukkan kreatifitasnya di Kota Banjarbaru.