JAKARTA: Pernyataan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) terkait Al Maidah: 51, berefek pada dijadikannya para ulama sebagai “Sasak Tinju” lantaran pernyataan tersebut bernuansa agama. Kondisi tersebut semakin diperparah, karena beragamnya sudut pandang masyarakat terkait kasus tersebut.
“Ironisnya, justru perkembangan isu tersebut malah dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk menyerang institusi/lembaga keagamaan,” kata Sonny Majid, pembelajar dari Lingkar Kaji Isu-Isu Strategis, Rabu (19/10/2016).
Pembelokan isu tersebut menurutnya mengarahkan kalau lembaga keagamaan berpolitik praktis. Menurutnya, tuduhan tersebut justru tidak etis.
Masyarakat seharusnya bisa lebih memercayai organisasi keagamaan itu berdiri pada posisi netral. Ini menjadi tidak baik jika sekelompok orang, menggiring opini bahwa organisasi keagamaan ke arah politik praktis. Karena lembaga keagamaan itu harus diposisikan sebagai kekuatan pembanding, demikian ditambahkan Sonny.
Ia menyontohkan lembaga keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa hari terakhir ini banyak pemberitaan yang ditautkan di sosial media, menyebut jika lembaga tersebut melakukan politik praktis terkait Pilkada Jakarta. Padahal sudah jelas, bahwa MUI posisinya hanya menerbitkan rekomendasi tentang pernyataan Ahok perihal Al Maidah 51.
“Dan rekomendasi itu kan sudah jelas. MUI saya lihat menghormati proses hukum. Karena MUI mensinyalir ada dugaan pelanggaran hukum. Rekomendasi MUI itu hukum, bukan politik,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan jika pernyataan Ahok terkait Al Maidah 51 sebagai sebuah test the water, mengecek gelombang isu apakah besar atau kecil. Secara politik, hal itu sekaligus mengukur tingkat elektabilitas dan popularitas Ahok sebagai calon Gubernur Jakarta, sekalian Ahok mengecek seberapa besar pengaruhnya dia dalam ranah politik di Jakarta.
Dalam dunia propaganda, test the water ini juga bisa dimaksudkan untuk menenggelamkan isu tertentu agar tidak muncul ke permukaan, yang bisa jadi isu itu justru mengganggu kepentingan si pelempar isu, pengalihan, ujar dia.
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aras Prabowo terpisah juga menyayangkan pernyataan Ahok mengenai Al Maidah 51. Pernyataan Ahok tersebut menegaskan bahwa Ahok tidak sadar kalau dirinya merupakan publik figur.
“Ahok kurang santun dalam berpolitik. Apalagi dia media darling,” tandas mahasiswa Pascasarjana Universitas Mercubuana ini.
Ia mengamati sepanjang isu SARA dan Komunis yang menjadi tema politik, maka pastinya organisasi keagamaan yang menjadi “tukang sapu” guna membersihkan kotoran-kotoran yang ditinggalkan pelempar isu SARA dan Komunis.
Misalnya Nahdlatul Ulama (NU). Ia mengatakan, bahwa NU itu sebagai organisasi sosial keagamaan sudah tegas dalam menyelesaikan persoalan keummatan, dimana NU sangat menekankan pentingnya kejujuran dan kehati-hatian dalam menyatakan pandangan agama.
Ini sudah jelas, lanjut Aras- bahwa keterlibatan NU lebih pada tataran politik kebangsaan dan kerakyatan, bukan tataran politik praktis dan kekuasaan.
“Ahok sepertinya salah menempatkan posisi sebuah pemahaman, akhirnya jadi masalah,” tegasnya. Ia berharap ke depan kelalaian ini tidak terulang kembali. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H