Permasalahan sampah menjadi tantangan terbesar yang dialami oleh bumi manusia dewasa ini. Manusia, secara naluriah, menjadi penyumbang sampah terbanyak jika dibandingkan dengan organisme lain. Hal ini sebenarnya tentu akan merugikan manusia juga, di samping juga memberikan dampak terhadap lingkungan yang menjadi tempat tinggal manusia.Â
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup, komposisi sampah di Indonesia yang paling banyak disumbang oleh sisa-sisa makanan rumah tangga yakni 39,85%.Â
Data tersebut turut mendukung Indonesia menjadi negara penyumbang sampah terbesar kedua setelah Arab Saudi dengan perkiraan sebanyak 300 kilogram sampah yang dihasilkan oleh perorangan di Indonesia. Fakta tersebut sangat miris ketika FAO (Food Agriculture Organization) mencatat angka kelaparan di Indonesia mencapai 19,4 juta jiwa atau sekitar 20% dari total penduduk negara yang penuh dengan kekayaan keanekaragaman hayati.
Permasalahan sampah organik jika tidak segera diatasi, maka dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi lingkungan sekitar. Belum lagi tata cara pengolahan yang kurang tepat juga dapat menginisiasi permasalahan baru lainnya.Â
Sistem pengelolaan sampah di Indonesia umumnya menggunakan mekanisme open-dumping, dimana sampah yang dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya ditumpuk untuk selanjutnya ditumpuk lagi. Tak mengherankan apabila dalam kenyataannya kondisi TPA penuh dengan tumpukan sampah yang tak tahu kapan akan terurai. Hal ini menjadi pemandangan wajar di beberapa TPA seperti di TPA Supit Urang, TPA Bantar Gebang, dan lainnya.Â
Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dari setiap orang untuk memiliki kepekaan dalam bertanggung jawab mengolah sampahnya sendiri, sehingga dampak negatif dari sampah yang kita hasilkan tidak merugikan orang lain.
Dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampah organik (09/01/23), mahasiswa KKM UIN Malang Kelompok 101 dan 102 bersinergi bersama Griya Alka Selaras Semesta yang menjadi pioneer dalam gerakan pengolahan sampah sisa organik secara mandiri. Kesempatan menarik tersebut diisi oleh narasumber yang tidak kalah menarik dan tentu sudah cukup banyak jam terbangnya dalam mengolah sampah organik, yaitu Ibu Elistiowaty dan Ibu Friska.Â
Menurut kedua narasumber tersebut, langkah strategis dalam mengatasi permasalah sampah dapat dilakukan dengan metode 3--AH, yaitu Cegah, Pilah, dan Olah. Pilar "Cegah" memiliki artian untuk meminimalisir sampah yang kita hasilkan dengan cara menerapkan hidup minimalis atau tidak berlebih-lebihan. Selain itu, penggunaan kantong plastik secara berulang kali juga dapat mencegah produksi sampah yang semakin banyak. Menghabiskan makanan yang kita ambil juga termasuk dalam kegiatan mencegah sampah sisa organik.
Mengutamakan "Cegah" dapat membantu meringankan proses "Pilah" dan "Olah". Semakin bijak kita dalam mencegah produksi sampah dari diri sendiri, semakin mudah juga untuk melakukan pemilahan sampah karena faktor penting dalam pengolahan sampah adalah memilah sampah berdasarkan jenisnya. Pemilahan sampah dapat menjadi penentu cara pengolahan sampah yang sesuai.Â