Mohon tunggu...
Very Important Person
Very Important Person Mohon Tunggu... Pilot - Saya akan mengungkap segala sesuatu tentang

I am not perfect, but I am limited edition

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kupas Tuntas Low Cost Carrier (LCC)

11 Januari 2015   05:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_389986" align="aligncenter" width="700" caption="Air Asia Indonesia dengan pesawat jenis Airbus A230 "][/caption]


1420901285960825650
1420901285960825650
Saya adalah pelanggan AirAsia yang menggunakan jasa penerbangan itu dengan tujuan Jakarta-Surabaya dan sebaliknya sejak 2010 silam. Jujur saja saya sangat prihatin dengan kenaikan harga tiket untuk semua maskapai dengan awal kambing hitam peristiwa kecelakaan Air Asia QZ8501 (28/12/2014) yang berujung pada LCC. Kebijakan Jonan tentang pembatasan tarif bawah maskapai penerbangan seakan-akan mengatakan bahwa kecelakaan yang menimpa Air Asia disebabkan karena harga tiket yang murah. Jika anda tidak bisa memahami suatu hal, bukan berarti hal tersebut tidak masuk akal. Sekarang coba simak penjelasan mengenai hal ini.

Apa Itu LCC (Low Cost Carrier )?

LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan dengan prinsip low cost untuk menekan operational cost sehingga bisa menjaring semua segmen pasar dengan layanan minimalis.  Namun tidak membuat airlines yang menerapkan LCC menjadi murahan dan lemah pada segi keselamatan (safety). LCC sering juga disebut sebagai Budget Airlines atau no frills flight atau juga Discounter Carrier.

Sejarah Singkat Low Cost Carrier

Low Cost Carrier ini dirintis oleh maskapai Southwest yang didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967. Fenomena ini menjadi kajian bisnis penerbangan yang sangat menarik dibahas di universitas Harvard dan diberbagai sekolah bisnis diseluruh belahan dunia. Efisiensi yang dilakukan mencakup harga murah, teknologi, struktur biaya, rute hingga berbagai peralatan operasional yang digunakan. Keberhasilan Southwest kemudian banyak ditiru oleh maskapai lain di seluruh dunia termasuk Indonesia.

[caption id="attachment_390039" align="aligncenter" width="700" caption="Southwest Airlines 1967"]

1420948370355564822
1420948370355564822
[/caption]

Beberapa Gambaran Spesifik  LCC

Bagaimana AirAsia bisa disebut LCC airlines? ... baiklah berikut ini beberapa hal spesifik yang bisa menjelaskan seperti apa LCC.

14209508621707345014
14209508621707345014

Saat last flight dari Jakarta-Surabaya, maskapai akan mengistirahatkan awak pesawatnya dengan menginap di hotel. Itu tentu saja butuh biaya, biaya hotel, transportasi, makan, uang saku, dsb. Maskapai yang menerapkan LCC meniadakan fasilitas itu, mereka membuat jadwal operasional penerbangan sedemikian rupa sehingga awak pesawat yang bertugas pada last flight bisa kembali ke kota asal mereka, ke rumah masing-masing, tidak perlu biaya hotel untuk beristirahat saat menanti tugas selanjutnya. Hal tersebut bisa diwujudkan dengan strategi lain, misalnya maskapai yang bersangkutan menyediakan mess bagi awak pesawat sebagai pengganti hotel. Adakalanya awak pesawat melakukan multi role dalam pekerjaannya, misalnya (pilot dan flight attendant) merangkap sebagai cleaning service saat ground handling. Menerapkan outsourching dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital. Rute yang  sangat sederhana biasanya point to point untuk menghindari missed connection di tempat transit. Mengeleminasi value added berupa catering (hanya diberi air mineral), koran atau majalah, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free cab after landing, exclusive frequent flier services, dsb. Maskapai menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub classis dengan harga diskon hingga 90%. Sistem penjualan tiket langsung (direct sales) dengan cara online 90% dan konvensional (di tempat) 10% untuk mereduksi ongkos cetak tiket. Hanya tersedia kelas ekonomi, tidak ada kelas premium atau bisnis. Kapasitas penumpang lebih besar namun sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia. Hal ini untuk menaikkan revenue maskapai mengingat tarif yang sangat murah. Mereka mengatur hal seperti ini dengan baik dan rapi agar bisa memangkas banyak biaya operasional. Salah besar jika ada yang berpendapat, LCC lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan. Tidak ada yang bisa dipangkas dari segi keselamatan (safety), kecuali ada maskapai yang "nakal".

Penjualan Tiket Dengan Konsep "Apa Yang Dibutuhkan Konsumen"

Anda hanya membawa tas ransel, maka tidak perlu membayar bagasi 20kg, apalagi 40kg (tapi rata-rata maskapai penerbangan sekarang mengharuskan kita membayar biaya bagasi minimum, meskipun tidak ada keperluan menggunakan bagasi) Apakah anda ingin masuk pesawat paling dulu dan duduk di kursi paling depan (hot seat)? Jika iya, maka silahkan tambah biayanya. Mau makan? Juga tambah lagi biayanya. Silahkan saja hitung total semuanya, jatuhnya tidak akan beda dengan maskapai lain. Tapi dengan adanya pilihan seperti ini, penumpang bisa terbang lebih ekonomis dengan opsi yang sesuai dengan kebutuhan.

Tiket Promo

Apa ada maskapai penerbangan yang menjual tiket Rp.50.000 bahkan Rp.0? Tidak masuk akal ah? Kalau murah berarti jangan berharap selamat gitu yah?

Itu masuk akal, Citilink pernah menjual tiket promo seharga Rp. 50.000, sekaligus pengenalan pesawat baru mereka Airbus A320.

14209103111515351875
14209103111515351875
Nah, LCC juga khas dengan promo harga. Bagaimana bisa? Begini ... Misalkan pesawat itu berkapasitas 100 kursi. Maka, mau isi pesawat itu 10 orang atau 100 orang penuh, tetap saja sama biaya operasionalnya bagi maskapai. Jadi, mereka peduli dengan occupancy rate alias prosentase keterisian tiap unit pesawat (bukan seperti angkot, minibus atau bus antar kota, dsb. yang suka menjejalkan penumpang meskipun kapasitas penumpang sudah melebihi semestinya). Mereka riset, dan tahu, oh, occupancy rate kita ini di 90% saja. Ada sisa 10% yang selalu kosong. Maka, digelarlah promo harga, misalnya ...

"Jika anda membeli tiket untuk tahun depan saat ini, kami akan berikan harga promo mulai dari Rp. 15.000 hingga Rp.0. Berlaku hanya untuk 3 yang tercepat".

Karena toh, promo atau tidak rata-rata memang 90% terisi, sekalian saja promo, sekaligus bikin senang calon penumpang. Bagi maskapai itu adalah trik yang paling sederhana. Tidak merugikan mereka. Toh 10% kursi itu rata-rata memang akan tersedia alias kosong. Kecuali di masa-masa sibuk (peak season), tidak akan ada promo, bahkan harga tiketnya bisa lebih mahal dibanding maskapai nasional Garuda Indonesia.

Kelemahan Dibalik Kelebihan LCC

Benarkah LCC menjamin safety konsumen? Jika maskapainya "nakal" dan turut memangkas sisi safety bagaimana? ...

Ya, itu bisa saja terjadi, berikut ini pemaparannya ...

Di workshop penerbangan yang bersertifikat AMO145. Berapakah harga repair atau perbaikan per-komponen pesawat terbang? ...

Workshop pesawat yang bersertifikat AMO145 di indonesia yang tergabung dalam IAMSA (Indonesia Aircraft Maintenance Services Association) misalnya, mereka sering mengeluh tentang harga perbaikan yang sangat murah sesuai kemauan dari maskapai penerbangan. Kita bandingkan dengan Malaysia, misal untuk perbaikan satu unit ACM (Air Cycle Machine)untuk CN235 di dikenakan harga hampir 30-40% dari harga baru. Harga ACM berkisar $110.000-$130.000 atau mendekati 1.5 milyar rupiah. Sementara ongkos repair di workshop perbaikan di Indonesia berkisar antara 150juta-300juta per unit. Workshop biasanya banting harga murah karena pasar menuntut begitu. Kalau kita bertahan di harga tinggi sudah pasti tidak akan dapat order.

Bagaimana sebuah ACM yang spare part aslinya bisa mencapai harga $38.000 hanya di repair seharga $10.000-$25.000 saja?

Regulasi DGCA (Directorate General of Civil Aviation) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) sebagai badan yang berwenang mengawasi pun tidak bisa berbuat banyak menyangkut hal ini. Biasanya kapabilitas sebuah workshop yang berjumlah puluhan di random check 3-5 item saja. Workshop pun tak berdaya mengikuti prosedur karena harga peralatan yang begitu tinggi. Proses perijinan baru AMO145 saja bisa mencapai 100juta, dan perpanjangannya bisa mencapai 30 jutaan. Itu belum termasuk testbench dan alat kelengkapan untuk perbaikan harganya bisa mencapai milyaran kalau mengikuti prosedur. Component maintenance manual di tuntut untuk update setiap tahun demi menjaga safety dan masih banyak hal lain yang menjadikan harga maintenance pesawat begitu tinggi.

Mungkin kelemahan dibalik LCC itulah yang menjadi dasar Jonan menaikkan tarif. Siapa yg patut di salahkan jika kejadiannya seperti itu?...

Apakah DGCA sebagai badan pemerintah? apakah worshop perbaikan? apakah maskapai yang inginnya repair serba murah? jika dikaji lebih dalam, semua pasti saling berkaitan. Apakah dengan menaikkan tarif bisa menjamin keselamatan (safety)?

Jika DGCA terlalu ketat, maka akan banyak perusahaan perbaikan akan tidak dapat sertifikat dan yang sudah ada bisa bangkrut, dan jika bangkrut tentu banyak maskapai kesulitan mencari tempat repair yang harganya kompetitif.

Maskapai dengan harga murah jangan diidentikkan dengan safety murahan. Harga promo jangan diidentikkan dengan keselamatan adalah nomor dua.

Semoga bermanfaat, mohon maaf apabila masih ada kekurangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun