Dalam beberapa hari ini, ramai diperbincangkan perseteruan antara Pemerintah Kota Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta terkait dana hibah.
Perseteruan ini diawali dengan penghadangan dan penahanan Truk Sampah DKI,oleh Dinas Perhubungan Kota Bekasi yang melarang melintas di wilayah Bekasi, bahkan menahan beberapa truk sampah Pemprov DKI yang menuju Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Tempat Pembuangan Sampah yang luasnya sekitsr 110Ha ini terletak di Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.
Dengan produksi sampah yang demikian besar, Pemprov DKI mustahil mampu menyediakan lahan di DKI Jakarta untuk tempat pembuangan sampah. Berkaitan dengan kesulitan itulah maka Pemprov DKI harus mencari lahan alternatif, di luar wilayah DKI. Solusinya area di luar wilayah DKI adalah di Bantargebang Bekasi.
Ramai diperbincangkan bukan mengenai dana kompensasi bau sampah yang menjadi kewajiban Pemprov DKI, tetapi soal bantuan keuangan yang sifatnya kemitraan atau hibah.
Berikut kutipan dari Kompas.com pernyataan Gubernur DKI Anies Baswedan yang menarik perhatian :
"Sudah begitu, diramaikan bukan yang menjadi kewajiban kita pula. Dan harus diingat, Bekasi itu masuk provinsi mana coba? Jawa Barat. Kalau mau minta, ke pemprov mana harusnya dimintai ? Kok mintanya ke Jakarta," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Minggu 21/10/2018.Â
Anies meminta Pemkot Bekasi untuk tidak mencampur-adukkan dana kompensasi bau sampah dengan dana kemitraan atau hibah. Dua hal itu berbeda.
Dia menjelaskan, dana kompensasi bau sampah merupakan kewajiban Pemprov DKI Jakarta sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerja sama (PKS) tentang pengelolaan TPST Bantargebang.
Anies menyebutkan, Pemprov DKI Jakarta sudah membayar kewajiban tahun 2018 pada Mei lalu. Besaran yang dibayarkan sesuai tonase sampah dari Jakarta yang dibuang ke TPST Bantargebang.
Namun menarik untuk disimak jika memang sudah ada perjanjian kerja sama (PKS) tentang pengelolaan TPST Bantargebang antara Pemprov DKI dengan  Pemkot Bekasi, bukankah wajar dan masuk akal bagi Pemprov DKI,  untuk memenuhi permintaan bantuan keuangan yang sifatnya kemitraan atau hibah, demi kelanjutan perjanjian kerjasama ?
Tentu Pemkot Bekasi memiliki alasan mendasar dan masuk akal atas permintaan itu. Sebab Pemkot Bekasi berada di posisi di atas dan strategis dan paling cocok dibandingkan dengan daerah penyangga lainnya  di Jabodetabek yang mampu menampung sampah Ibukota.
Kecuali Pemprov DKI sudah mampu dan sudah memiliki teknologi pengurai dan pengolahan sampah di masa depan yang dekat. Atau mungkin Pemprov DKI sudah memiliki lahan pengganti yang jauh lebih efisien yang dapat mengakomodir sampah ibukota dibandingkan di Bantar Gebang.
Sementara itu, dana kemitraan atau hibah bukanlah kewajiban Pemprov DKI.
"Jadi, mari kita tempatkan ini sesuai proporsinya, ada urusan kewajiban terkait persampahan, ada soal kemitraan. Nah, yang mereka ajukan ini kemitraan," ucap Anies.
Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lasari menyampaikan, dana kemitraan bersifat sukarela. Pemprov DKI memberi bantuan sesuai kemampuan keuangan, tidak harus mengabulkan semua yang diajukan Pemkot Bekasi.
Karenanya sudah dapat dibayangkan problema yang dihadapi Pemprov DKI ketika Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Perhubungan melarang truk sampah melintas di Kota Bekasi menuju Bantargebang.
Akar masalah pelarangan truk sampah itu melalui Kota Bekasi mulai mengemuka ke publik dengan adanya ungkapan pernyataan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi setelah diberitakan Kompas.com (19/10/2018) yang mengancam stop kerjasama kemitraan jika DKI tak cairkan dana hibah.Â
Selanjutnya Wali Kota menjelaskan dana kompensasi itu nantinya akan digunakan untuk penanggulangan kerusakan lingkungan, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan dan kompensasi dalam bentuk lain berupa bantuan langsung tunai.
Wali Kota Bekasi, menyatakan pihaknya sudah beberapa kali mengingatkan Pemprov DKI tentang hak dan kewajiban sebagaimana tertulis pada Perjanjian kerja sama.
Dalam konteks yang demikianlah kita melihat perlunya kerja sama antara Pemprov DKI bekerja sama dengan Pemkot Bekasi terutama di bidang pengelolaan persampahan.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyambangi Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin 22/10/2018
Begitu tiba di Balai Kota, pria yang akrab disapa Pepen itu masuk ke ruang tamu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pepen datang bersama jajaran aparatur sipil negara (ASN) Kota Bekasi lainnya. Salah satunya adalah Lurah Ciketing Udik, Lurah Sumur Batu, dan Camat Bantargebang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyayangkan sikap Pemerintah Kota Bekasi yang meramaikan masalah dana kemitraan atau dana hibah di media. Anies menilai, persoalan itu seharusnya diselesaikan melalui pertemuan antara Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta, bukan justru diramaikan di media.
Apalagi, persoalan yang diramaikan bukan mengenai dana kompensasi bau sampah yang menjadi kewajiban Pemprov DKI, tetapi soal bantuan keuangan yang sifatnya kemitraan atau hibah.
Dari masalah sampah ini, kita memetik pelajaran bahwa ternyata kerja sama antar daerah itu sering tidak mudah dilaksanakan.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H