Mohon tunggu...
Ara Manroe
Ara Manroe Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka membaca, menulis dan berjalan.

Bukan siapa-siapa yang berupaya Menulis agar tidak mudah lupa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Swafoto Saat Besuk, Apakah Bukti Simpati?

16 Oktober 2018   23:29 Diperbarui: 17 Oktober 2018   09:57 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merujuk dari situs Brainly.co.id, yang sering menjadi acuan bagi anak sekolahan. Empati merupakan kemampuan seseorang dalam menjiwai suatu fenomena sehingga perasaan seseorang tersebut tersentuh , empati terjadi disertai oleh tindakan orang tersebut. Berbeda dengan simpati, jika simpati hanya perasaan saja yang bergerak pada suatu fenomena tersebut.

Contoh empati: Adi tersentuh perasaannya ketika melihat korban bencana alam gempa dan tsunami di Palu dan mau memberikan sumbagan uluran tangan berupa kebutuhan pokok pada mereka saat berkunjung ke tenda pengungsian.

Contoh simpati: Budi merasa kasihan dan prihatin akan kehidupan para korban bencana yang menjadi tunawisma yang berada di pinggir jalan dan bantaran sungai

Dengan kata lain empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa bersimpati dan mencoba menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh orang lain. 

Sebagai contoh, ketika anda datang melayat seorang kerabat. Anda merasakan bahwa kesedihan yang dialami keluarga yang ditinggalkan, dan anda mendoakan berikut memberikan bantuan kepada mereka. 

Secara pribadi anda berusaha untuk merasakan dan memposisikan diri anda diposisi mereka yang berduka, juga turut berupaya menyenangkan serta membantu permasalahan yang mungkin dihadapi oleh keluarga yang berduka.

Ternyata meski memiliki asal bahasa yang sama. Kedua kata ini memiliki perbedaan inti, simpati menggambarkan perasan belas kasih dan sayang atas keadaan seseorang, sedangkan empati dapat menempatkan diri pada posisi orang tersebut dan mau berbagi secara langsung atas problem yang menimpanya.

Seiring dengan semakin maraknya aktifitas di dunia medsos, bagi banyak orang pemakaian gadget sudah menjadi hal yang sudah biasa, kita sering memperhatikan banyak orang dimana-mana yang senang berswafoto (foto selfie).Kemudian mengunggahnya ke medsos.

Maka tidaklah mengherankan, ketika besuk, mengunjungi teman atau kerabat yang sedang dirawat di Rumah sakit. Ada satu hal yang sudah menjadi suatu kebiasaan. Penulis yakin anda-anda juga sudah terbiasa melihat hal ini, bahkan mungkin juga sudah turut serta berpartisipasi melakukannya.

Saya pribadi, saat menjalani operasi dan opname di rumah-sakit. Dikunjungi dibesuk oleh teman-teman dan kerabat, dan merasa fine-fine saja. Kesempatan besuk, adalah saat untuk menghibur dan dihibur, menguatkan hati pasien dan keluarga, memanjatkan doa kepada Tuhan agar lekas sembuh, pulih dan lekas pulang ke rumah. Momen seperti ini mereka sempatkan juga untuk berswafoto.

Sekarang adalah era zaman now orang sudah terbiasa dan umum untuk memadukan kunjungan besuk berikut berswafoto dengan kerabat yang sakit dan juga pasien, dan pada momen-momen lainnya yang layak untuk diposting sebagai pertanda bahwa mereka telah mempertunjukkan  simpati  dan empati. Momen berswafoto menjadi kenangan bagi mereka untuk berbagi maupun untuk di-posting di medsos.

Menarik, saya kutip tulisannya rekan kompasianer Reno Dwiheryana, yang berjudul: Apakah kompas kepribadian anda rusak ?

"Tujuan berswafoto tidak lebih upaya orang menjenguk bersimpati kepada kerabatnya atau untuk memberikan dukungan moral....

Secara nalar boleh apa yang diatas dapat dikata semua nampak normal dan lumrah dipadukan dengan kondisi dan situasi saat itu serta zaman now. Namun akan berbeda bilamana dipadukan kondisi yang lebih memprihatinkan dimana kerabat yang sedang dijenguk dalam keadaan sekarat (antara hidup dan mati).

Maka pertanyaannya apakah pantas kita berswafoto disaat kondisi demikian? Dimana rasa empati pribadi ketika orang lain sedang  kerabat yang bersedih justru kita dengan ceria berswafoto?

  1. Dimana rasa empagti pribadi dimana ketika orang lain sedang mengalami kesusahan kita justru berupaya menarik simpati orang lain (menunjukkan bahwa pribadi seolah peduli) dengan mempublikasi hasil swafoto tersebut (derita yang kerabat alami) di medsos?
  2. Anehnya banyak yang tidak sadar bahwa apa yang sedang dilakukannya itu adalah salah besar. Memadukan berswafoto disaat orang sekarat sama saja memperlihatkan bahwa nalar anda sedang bermasalah.
  3. Pada saat itu anda tidak bisa memposisikan apa tindakan benar yang dapat dilakukan. Bukankah ada hal yang lebih baik dilakukan ketimbang berswafoto, semisal mengalihkan perhatian dengan cara yang bijak berdoa meminta pertolongan Allah?
  4. Jadi pada kesimpulannya, pada hakikatnya simpati dan empati merupakan tindakan responsif pribadi terhadap keadaan pada saat itu atau pada saat kejadian. Namun ketika simpati dan empati tersebut dipadukan dengan upaya publish ke muka umum (dalam upaya agar disanjung dan diperhatikan oleh orang lain), maka hal itu menandakan bahwa kompas kepribadian anda sedang sakit dan anda membutuhkan pertolongan psikiater. "

Tentang swafoto, kutipan di atas salah satu atau dua point' mungkin anda setuju atau tidak sama sekali. Tentu masing-masing pribadi memiliki sikap  dan pilihan. Setiap orang pasti memiliki alasan, dan siap untuk menyikapi pro  kontra  bahkan konsekuensinya. 

Perihal swafoto ini memang sudah mewabah. Bahkan di tempat-tempat tertentu dan waktu tertentu yang sifatnya khusus dan privat pun semisal di rumah duka dan  di lokasi pemakaman, berswafoto juga sudah umum dilakukan. Ini menjadi suatu tindakan dan respon pribadi seolah wujud dari simpati dan empati yang ingin diabadikan.

Namun adalah benar dan patut dipertanyakan dimana rasa empati pribadi ketika orang lain sedang mengalami kesusahan, atau sedang menderita, kita justru berupaya menarik simpati dengan memposting hasil swafoto tersebut di medsos? Ini memang menjadi suatu ironi yang patut kita pikirkan secara seksama saat berswafoto kemudian di-posting ke publik medsos.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun