Menarik, saya kutip tulisannya rekan kompasianer Reno Dwiheryana, yang berjudul: Apakah kompas kepribadian anda rusak ?
"Tujuan berswafoto tidak lebih upaya orang menjenguk bersimpati kepada kerabatnya atau untuk memberikan dukungan moral....
Secara nalar boleh apa yang diatas dapat dikata semua nampak normal dan lumrah dipadukan dengan kondisi dan situasi saat itu serta zaman now. Namun akan berbeda bilamana dipadukan kondisi yang lebih memprihatinkan dimana kerabat yang sedang dijenguk dalam keadaan sekarat (antara hidup dan mati).
Maka pertanyaannya apakah pantas kita berswafoto disaat kondisi demikian? Dimana rasa empati pribadi ketika orang lain sedang  kerabat yang bersedih justru kita dengan ceria berswafoto?
- Dimana rasa empagti pribadi dimana ketika orang lain sedang mengalami kesusahan kita justru berupaya menarik simpati orang lain (menunjukkan bahwa pribadi seolah peduli) dengan mempublikasi hasil swafoto tersebut (derita yang kerabat alami) di medsos?
- Anehnya banyak yang tidak sadar bahwa apa yang sedang dilakukannya itu adalah salah besar. Memadukan berswafoto disaat orang sekarat sama saja memperlihatkan bahwa nalar anda sedang bermasalah.
- Pada saat itu anda tidak bisa memposisikan apa tindakan benar yang dapat dilakukan. Bukankah ada hal yang lebih baik dilakukan ketimbang berswafoto, semisal mengalihkan perhatian dengan cara yang bijak berdoa meminta pertolongan Allah?
- Jadi pada kesimpulannya, pada hakikatnya simpati dan empati merupakan tindakan responsif pribadi terhadap keadaan pada saat itu atau pada saat kejadian. Namun ketika simpati dan empati tersebut dipadukan dengan upaya publish ke muka umum (dalam upaya agar disanjung dan diperhatikan oleh orang lain), maka hal itu menandakan bahwa kompas kepribadian anda sedang sakit dan anda membutuhkan pertolongan psikiater. "
Tentang swafoto, kutipan di atas salah satu atau dua point' mungkin anda setuju atau tidak sama sekali. Tentu masing-masing pribadi memiliki sikap  dan pilihan. Setiap orang pasti memiliki alasan, dan siap untuk menyikapi pro  kontra  bahkan konsekuensinya.Â
Perihal swafoto ini memang sudah mewabah. Bahkan di tempat-tempat tertentu dan waktu tertentu yang sifatnya khusus dan privat pun semisal di rumah duka dan  di lokasi pemakaman, berswafoto juga sudah umum dilakukan. Ini menjadi suatu tindakan dan respon pribadi seolah wujud dari simpati dan empati yang ingin diabadikan.
Namun adalah benar dan patut dipertanyakan dimana rasa empati pribadi ketika orang lain sedang mengalami kesusahan, atau sedang menderita, kita justru berupaya menarik simpati dengan memposting hasil swafoto tersebut di medsos? Ini memang menjadi suatu ironi yang patut kita pikirkan secara seksama saat berswafoto kemudian di-posting ke publik medsos.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H