Mohon tunggu...
Ara Manroe
Ara Manroe Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka membaca, menulis dan berjalan.

Bukan siapa-siapa yang berupaya Menulis agar tidak mudah lupa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Operasi ACL di RS Omni dengan BPJS

30 September 2018   23:09 Diperbarui: 30 September 2018   23:31 2371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Dreamstime.com

Selamat jumpa kembali sobat, selama lebih 2 tahun terakhir ini saya puasa tidak menulis di Kompasiana, salah satu keinginan besar saya yang baru dimulai itu menjadi kandas dengan alasan terutama demi pemulihan kesehatan fisik, sebab saya mengalami cedera ACL (urat ligamen putus ditambah meniscus sobek  di dalam tempurung lutut).

Selanjutnya saya berupaya untuk mendapatkan pemulihan dari rasa sakit nyeri di kedua kaki ini, konsekuensinya, pertama saya wajib menjalani fisioterapi rehabmedik dan kontrol ke dokter, satu kegiatan rutin baru, rutin bolak balik ke rumah sakit.

Resolusi saya di awal tahun 2016, menyongsong usia ke 60, gagal total untuk mengikuti lomba lari Jakarta maraton, jangankan berlari, untuk jalan kaki saja nyerinya sakit sekali, sudah problem. Benar kata bijak peribahasa kuno, "manusia berjalan tidak kuasa menentukan langkanya".

Oleh dokter ortopedi di RS Omni Alam Sutra, didiagnosis diyakini menderita cedera ACL di kedua lutut kaki. Diagnosis menderita ACL diteguhkan setelah melakukan scan radiologi MRI. Solusi terapy pengobatannya adalah kedua lutut harus dioperasi, namun jika tidak siap atau takut tidak mau dioperasi, solusi alternatif lainnya adalah menjalani fisioterapi.

Mendengarnya penjelasan dokter, saya coba memilih yang aman dulu, karena dengar-dengar kata banyak orang, dengan jalan operasi hasilnya adalah fifty-fifty, alias tidak jaminan pulih, jadi saya mengambil pilihan yaitu menjalani terapi secara paket 8 kali fisioterapi.

Saya menjalani terapi tetap tentu dua kali seminggu. Setiap menjalani fisioterapi, menggunakan   perangkat mesin fisioterapi yang memancarkan panas dan gelombang infra-red jarak pendek, dan satunya lagi perangkat yang menghasilkan getaran message di area lutut yang sakit, ditambah saran dari terafis untuk melakukan exercise, latihan gerakan untuk menguatkan otot-otot sekitar lutut.

Setiap selesai menjalani paket fisioterapy saya konsul kembali ke dokter ortopedi untuk observasi perubahan yang dihasilkan, selanjutnya kembali ke dokter rehabmedik dan mendapatkan suntikan glukosamin, dan makan obat anti nyeri tulang. Masing-masing dokter memberikan resep obat berbeda.

Setelah menjalani 6 paket fisioterapi, hasilnya seperti tidak ada perubahan yang nyata. Malah dapat bonus yang tidak diharapkan yaitu munculnya rasa nyeri hebat di lambung, yang rasanya seperti dapat serangan jantung. Masalah lambung muncul akibat side-effect  obat keras yang diminum. Mau mengatasi satu masalah, muncul masalah baru. Selanjutnya saya harus berhubungan dengan dokter internis, untuk mengatasi masalah lambung.

Dari hasil MRI yang terbaru, kelihatan pita ligamen yang sudah putus, yang mengakibatkan meniscus tulang rawan di masing-masing ujung tulang lutut yang semakin menipis menjadi robek. Kali ini pada waktu konsul ke dokter ortopedi saya bilang kepada dokter, "saya tidak takut lagi, saya meminta untuk dioperasi dok", setelah sebelumnya sudah 3 kali saya tolak saran untuk dioperasi. Kali ini dokter ortopedi memuji saya "bagus, bapak sudah berani ya" lalu saya jawab," dokter kan adalah pakarnya, apa kata dokter, saya wajib ikuti"

Persiapan operasi segera dimulai, pertama-tama dengan periksa darah lengkap di lab. Kemudian foto radiologi toraks untuk  mendiagnosis kondisi yang mempengaruhi dada, dan struktur di dekatnya. Hasil lab dan radiologi dikonsultasikan ke dokter jantung. 

Hasil konsul dengan dokter jantung saya mendapatkan surprise, merujuk hasil lab dan EKG, dari denyut jantung di angka 50, didapati jantung saya ternyata masih bagus, sangat kuat seperti umumnya dimiliki para atlet profesional, karena umumnya denyut jantung manusia dewasa berkisar antara 70-90. Dari denyut jantung, bisa diprediksi harapan hidup orang. 

Denyut jantung angka yang lebih rendah, menentukan harapan hidupnya lebih panjang, dianalogikan dengan mesin mobil bagus, pasti lebih awet karena putaran mesinnya rendah tapi larinya yahud.

Kemudian hasil konsul dengan dokter internis, juga membuat saya merasa lega, karena semua organ dalam, kondisinya didapati cukup bagus di usia 60an Puji Tuhan, "You are worthy, Jehovah my God, to receive the glory and the honor and the power, because you created all things, and because of your will". 

Karena saya takut dan percaya kepada Firman Allah yang tertulis di Kitab Suci- Kisah 15:20 - "untuk menjauhi diri .. dari darah", saya kasih tahu dokter, saya tidak mau ada trasfusi darah, sambil menyodorkan kartu pernyataan "tidak terima darah". Dokter bilang tidak masalah, karena dia sudah biasa mengikuti prosedur operasi tanpa darah.

Mengikuti jadwal yang sudah terkordinasikan saya akan menjalani operasi di RS Omni Alam Sutra, pada hari Senin pagi. Hari Minggu sore, 23 September, saya bersama anak dan istri, berangkat menuju rumah-sakit. Mendaftar di front office, petugas memeriksa data calon pasien rawat inap, mengisi data di beberapa halaman form, tentang historis kesehatan. 

Kemudian menunggu persiapan untuk mendapatkan kamar rawat inap, dan akhirnya petugas memandu kami menuju kamar ruang rawat, mendapat kamar kelas 1, biaya kamar, biaya operasi kamar sekitar 75 jutaan semuanya dicover BPJS.

Sekitar pukul 7 malam, dokter jaga masuk kamar untuk kontrol pasien, ukur tensi, denyut jantung, wawancara historis keluhan yang dialami, obat apa saja yang dikonsumsi. 

Hal yang sama juga dilakukan oleh suster ruangan 2 jam kemudian. Suster memastikan dengan mengulangi apa yang sudah dilakukan dokter jaga sebelumnya, meminta data-data dan hasil konsul dari dokter jantung, hasil periksa darah lengkap dari laboratorium, dan yang terpenting hasil radiologi MRI. Disini apa yang dilakukan suster rawat sama dengan apa yang dilakukan dokter jaga, suster ini mungkin terobsesi ingin menjadi dokter, menurut saya hanya beda tipis diantara kedua profesi ini, kecuali kalau sudah jadi dokter spesialis jelas beda kastanya.

Pukul  21.00, anak dan istri pulang ke rumah.. Pukul 23.00 dikasih makan untuk terakhir kalinya, kemudian puasa hingga besok setelah selesai operasi. Sekarang  saya tinggal sendirian dalam kesunyian, yang terdengar di kamar hanya suara hembusan udara dingin dari AC sentral.

Di keheningan malam yang sunyi sepi, sendirian di kamar sebelum tertidur, saya  chat wa, beritahu ke teman-teman, minta dukungan doa,  dan juga  berdoa kepada Yang Maha Kuasa Allah Yehuwa memohon kasih dan kemurahanNya, kedamaian dan ketenangan pikiran yang melampaui segala akal dan pikiran untuk menaungi saya, untuk menjalani operasi besok pagi, hingga mendapatkan kesembuhan pada waktunya, amin.

Pagi hari pukul 5, suster datang membangunkan saya dari tidur, memastikan bahwa saya telah menjalani puasa makan sejak tadi malam hingga nanti selesai operasi dua jam kemudian. Suster kembali melakukan EKG sebelum mandi, selesai mandi kemudian memasang infus di tangan kanan, untuk suplai obat dan nutrisi sebagai bagian persiapan operasi, kemudian setelah itu injeksi skin test anti alergi.

Tepat pukul 9.00 pagi, saya didorong menuju kamar operasi. Masuk ruang operasi adalah pengalaman pertama saya, begitu masuk saya merasakan suhu udara yang membuat saya menggigil, bagai berada di daerah kutub bumi, kedinginan. Saya sempat bertanya temperatur ruang ini berapa ? jawabannya sekitar 12- 18 C. Katanya suhu rendah untuk mensterilkan ruangan operasi.

Disitu dokter anestesi sudah siap dengan peralatan dan para asisten menjalankan tugasnya. Pertama dokter memulai tugasnya, dengan tanya jawab bagaikan wawancara masuk kerja di kantor baru, sembari  dokter mengolesi punggung dengan sejenis krim jelly di bagian tubuh tertentu, kemudian menyemprot sesuatu ke seluruh punggung hingga ke pinggang belakang. 

Setelah itu pemberian obat bius yang sesuai dengan kebutuhan operasi. Tidak lama kemudian saya mulai merasakan ngantuk, mulai hilang kesadaran, sayup-sayup saya mendengarkan dialog antara tim dokter bedah dengan tim anestesi yang sudah memasuki ruangan untuk menjalankan tugas operasi. Saat operasi mulai saya sudah kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa selanjutnya yang terjadi, hingga operasi selesai sekitar 2 jam kemudian.

Saya mulai siuman. Begitu sadarkan diri, sebagian tubuh sampai ujung kaki merasa baal, tidak dapat merasakan apa-apa, dan kaku tidak bisa digerakkan, saya coba raba paha dan kaki semua masih mati rasa, saya pindah tangan ke pangkal paha, astaga alat "itu" panjanggg sekalee... saya coba longok, oh alat vital tuh tersambung ke slang pipa kateter untuk mengalirkan air seni ke kantong wadah,..welleh..welleh. pengalaman pertama juga mendapat kateter.

Keluar ruangan operasi sekitar pukul 12.00, saya didorong keluar, dan disambut hangat oleh keluarga dan teman-teman yang setia menunggu dan mendampingi. Kemudian bed saya di dorong menuju ke ruang rawat kami di lantai 5.

Hari ketiga di RS. Omni, kedatangan yang ditunggu-tunggu dari dokter bedah untuk periksa dan observasi hasil operasi tiba. Hasilnya dinyatakan bagus, bagus... hari ini boleh pulang ke rumah, latihan jalan dan fisioterapi rehabmedik di rumah rakit harus terus dilakukan sekalian kontrol dengan dokter. Terimakasih tim dokter RS Omni, terimakasih juga BPJS yang meng-cover seluruh biaya berobatnya. Sekarang saya  boleh pulang ke rumah dengan perasaan lega dan damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun