Ayahku adalah mantan pejuang veteran pada masa revolusi paskah kemerdekan tahun 45. Sejak masa remajanya sudah ikut perang gerilya. Ayahku lahir dan besar di Kotacane, Aceh Tenggara. Saya dengar cerita orang-orang, katanya ayahku pernah ikut dan dilatih korps tentara Marsose. Korps Marsose, dikenal sebagai satuan militer yang dibentuk pada masa kolonial Hindia Belanda oleh KNIL
Habis masa revolusi, ompungku dan ayahku kembali ke kampung bona pasogit di tepi Danau Toba. Disanalah aku dilahirkan tahun 1957, dan dibesarkan. Pada masa itu, Ompungku adalah pengusaha kontraktor. Sebuah proyek besar untuk membangun PLTA Sigura-gura sedang dikerjakan oleh Rusia. Ompung ikut jadi rekanan proyek di air terjun Sigura- gura dan Tangga, pada masa konsesi dipegang oleh orang Rusia.
Adanya orang- orang Rusia di kota kecil kami, kami dapat kenangan indah hiburan nonton bareng. Tahun 60an aku jadi kenal lewat TV bw  milik orang Rusia, (tvri belum lahir), kami bisa nonton Cassius Clay yang populer bekakangan dengan nama Mohammad Ali, petinju legendaris.
Setelah peristiwa G30S PKI, proyek Sigura-gura kemudian digantikan oleh pemerintah Jepang. Ayahku meneruskan usaha ompung. Di tangan ayah usaha ini tidak berkembang, kalah bersaing dengan para pengusaha pendatang, bahkan usaha ayah kelihatan makin mundur, menuju bangkrut.
Di awal tahun 70an
Tidak jauh dari rumah kami, ada sebuah jembatan konstruksi baja peninggalan kolonial Belanda melintasi hulu sungai Asahan yang mengalirkan air dari danau. Jembatan ini menjadi vital menghubungkan jalan raya lintas Sumatra. Air Danau Toba pada waktu itu demikian bersih bening dan sejuk. Menjadi sumber air pam, untuk kebutuhan air minum warga kota. Sekitar jembatan yang membentang ini, adalah pusat dari kota kecil ini. Banyak orang melakukan macam-macam aktivitas disini. Disana pula masa kanak-kanak hingga remaja kami, biasa bercengkerama menghabiskan waktu bermain, berenang, memancing, dan naik perahu sampan.
Â
[caption caption="foto : dok. pribadi"][/caption]
Muncul konfrontasi
Belakangan ini, aku rasakan sifat aku dan ayah sangat bertentangan. Aku punya kebiasaan membaca, dan hobi baca komik cerita silat  Ganes th, Teguh s, Wid ns, dll, serta buku cerita silat Cina Khopingho, sedangkan ayahku punya kebiasaan menghabiskan sebagian besar waktunya berada di lapo, ( kedai atau cafe ) main kartu remi dengan taruhan uang, sembari minum minuman beralkohol tuak dicampur brandi tkw. Kalau pulang ke rumah malam hari, sering kali dalam keadaan mabok.Â
Karakter aku dan ayah menurutku persis  seperti apa yang sering aku dapati dalam cerita silat. Sifatku mewakili tokoh pendekar yang baik yang membela kebenaran, sedangkan ayahku adalah tokoh jahat yang bikin onar dan mengganggu ketenteraman masyarakat.
Waktu aku berumur 15 tahun, hubunganku dengan ayah sudah  tidak baik. Kami sudah  seperti musuh bebuyutan. Penyebabnya ? Karena aku sudah sering berimaginasi, bisa jadi pengaruh suka baca buku komik, ayahku, jadinya aku anggap seperti penjahat.
Bila ayah tidak punya uang, mungkin kalah main judi, atau kiriman uang pensiun veterannya terlambat datang. Ayahku suka uring-uringan, suka memaksa ibu untuk kasih uang, kalau ibu bilang tidak ada uang, ayahku suka membentak dan memarahi ibu.Â
Kepada ibu aku kasih tahu saya ada uang, dari usaha menyewakan buku-buku komik. Ibuku sangat sayang aku. Sebagian uangku kukasih ibu yang pegang. Uangku kemudian digunakan ibu menambah modal untuk jualan kue lampet dan mi gomak. Aku sering dipuji-puji ibu dan aku rasa hanya aku  yang sangat disayang ibu, karena ibu suka  bercerita kepada orang-orang, kalau aku sudah bisa bayar uang sekolah sendiri, dan saya tidak pernah minta uang jajan.
Figur ayah menjadi sosok yang sangat saya benci. Sifatnya yang temperamental sangat kasar dan garang, suka marah dan memukul kami anak-anaknya. (Hadewh,,,  bongkar rahasua keluarga  bisa-bbisa kualat kalee,, tape teman-temanku banyak juga mengaku hal yang sama, khususnya kalau anak mantan soldi** )
Akhirnya sebuah solusi datangnya dari ompung. Mengetahui bahwa nilai raporku selalu bagus, begitu juga nilai ijazah SMP yang baru diterima, ompung bilang alangkah baiknya bila aku mau melanjut ke perguruan kejuruan sekolah favorit di Pematang Siantar. Disana bila nilai pelajaran sekolah cukup bagus, ada potensi siswa berprestasi dapat beasiswa sekolah ke Jerman. Semua senang, akupun senyum sumringah, sesuatu yang kudambakan akan terwujud. Akupun bersiap-siap menuju masa depan untuk hidup sesuai harapan yang lebih baik. Selamat tinggal Porsea, kota di tepian Danau Toba, yang penuh kenangan indah yang tak terlupakan sepanjang masa.
Â
Â
Â
Salam Kompasiana
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H