Ilyas Abdurrahman (48) pemilik rental mobil yang tewas ditembak saat berusaha mengambil kembali mobilnya awal tahun ini membuat geram publik, khususnya warganet Indonesia. Pasalnya, korban sebelumnya diketahui telah melapor dan meminta bantuan kepada polisi untuk pendampingan mengingat lokasi mobil hanya berjarak 200 meter dari polsek.
Sulitnya meminta bantuan pada pihak kepolisian bukanlah hal baru. Meski harus saya tuliskan bahwa hanya perbuatan oknum karena tentunya tidak semua polisi berlaku demikian, namun tagar #PercumaLaporPolisi atau #SatuHariSatuOknum yang berulang kali trending khususnya di jagad media sosial X menunjukkan memang ada yang tidak beres dengan institusi ini.
Perumpamaan "Lapor polisi hilang kambing, malah hilang sapi" juga istilah "No viral no justice" tak serta merta muncul dengan sendirinya. Dua istilah tersebut menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia khususnya korban ketidakadilan seringkali harus berupaya mati-matian terlebih dahulu hanya agar laporannya diproses. Harus ada imbalannya dulu, baru polisi mau melirik. Entah dengan uang, nama besar, hubungan kekerabatan atau keviralan. Tanpa semua itu, laporan masyarakat biasanya hanya akan berakhir jadi lembaran laporan kejadian (LK) model B atau C. Sisanya, biar masyarakat mengurus sendiri.
Saking kecewanya dengan ulah banyak oknum polisi yang cenderung abai dengan laporan masyarakat "biasa", akun X @el_avraham menyarankan agar polri merilis pricelist resmi jika hendak melapor atau meminta jasa polisi. Cuitan tersebut spontan mendapat sorotan dari warganet dan telah dibaca setidaknya 4,5 juta kali saat tulisan ini dibuat. Kolom komentar dan kutipannya didominasi oleh warganet yang curhat tentang pengalaman tidak enaknya melapor polisi.
Saya pribadi sangat setuju jika polri berani merilis pricelist resmi. Lebih baik membayar dan uangnya masuk pemasukan resmi negara ketimbang harus diberi harapan palsu setiap kali melapor. Anggap saja seperti menyewa detektif swasta.
Meski tentu saja sangat sedih karena ini menunjukkan betapa tidak becusnya institusi yang satu ini. Jauh sekali dari image abdi negara sebagai pelindung pengayom masyarakat yang selama ini dibangun.
Perlu Belajar dari Anggota Damkar dan Satpam BCA
Keterbatasan anggaran operasional memang sering dijadikan alasan "pembenaran" oknum saat menolak memproses laporan warga. Padahal kalau bicara anggaran, gaji dan tunjangan polisi seharusnya sudah cukup layak untuk melaksanakan tugasnya melayani dengan baik.
Dalam hal ini, warganet kerap membandingkan dengan sigapnya anggota pemadan kebakaran maupun satpam BCA setiap kali menerima laporan dari masyarakat biasa. Padahal, gaji yang mereka terima tentunya tak sebanding dengan anggota polisi.
Warganet Indonesia banyak yang membagikan testimoni terkait pengalaman mereka saat minta tolong kepada damkar. Satuan pemadam kebakaran dinilai tidak pernah pilih-pilih dalam menangani laporan. Dari soal kebakaran besar, hingga laporan-laporan remeh seperti menurunkan kucing semuanya direspon dengan baik.
Demikian juga dengan kepopuleran satpam BCA yang kini bahkan bak dijadikan standar pelayanan yang seharusnya. SOP yang dijalankan satpam BCA bahkan dianggap bisa membuat nasabah biasa berasa seperti nasabah prioritas, saking ramah dan santunnya.