Mohon tunggu...
Arako
Arako Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Best in citizen journalism K-Award 2019 • Pekerja Teks Komersial • Pawang kucing profesional di kucingdomestik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop Normalisasi Panggilan Mom dan Bund kepada Perempuan Single

22 November 2020   13:46 Diperbarui: 22 November 2020   17:20 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Pinterest.com/https://www.theodysseyonline.com/

Selain sen kiri belok ke kanan, salah satu perilaku khas emak-emak yang paling tidak saya suka adalah sembarangan menyapa semua perempuan dengan sebutan "Mom" atau "Bund". Tentunya ini bukan masalah besar jika sapaan ini diperuntukkan pada sesama emak-emak. 

Tapi yang terjadi belakangan ini, sapaan "Mom" dan "Bund" kian hari kian menyebar dan mulai menyasar cewek-cewek single seperti saya atau malah kepada kaum lelaki. Eh, benar lho ini. Saya sering lihat postingan Instagram teman cowok saya, tapi di kolom komentarnya ada aja emak-emak yang menyempilkan kata "Mom" atau "Bund". 

Buat emak-emak yang mungkin sampai detik ini masih menganggap wajar sapaan seperti ini,  berdalih "sudah kebiasaan" atau malah menganggap remeh model "halah, cuma sapaan aja kok gitu aja baper" ...  perlu saya sampaikan dengan sebenar-benar dan sejujurnya, bahwasannya perilaku seperti ini sungguhlah menyebalkan. Bahkan jauh lebih menyebalkan ketimbang ulah kompasianer yang masih hobi menyapa saya pakai "Mas Arako" atau mereka yang memulai chat pakai P.

Berbeda dengan sebutan "Ibu" yang masih cukup bisa saya tolerir karena sudah biasa digunakan di perkantoran, sekolah, atau forum formal, sebutan "Mom" atau "Bund" menurut saya adalah sapaan yang hanya cocok dipakai untuk memanggil sesama emak-emak. Kalau tidak ya semacam panggilan sayang pada mereka yang sudah kenal dekat. 

Menggunakan sapaan ini pada orang yang tidak dikenal, apalagi yang kemudian diketahui masih berstatus single atau belum punya anak adalah perbuatan lancang. Tidak patut. Atau kalau ini dianggap berlebihan, paling tidak sudah termasuk kategori perbuatan tidak menyenangkan.  

Saya pernah menegur beberapa oknum emak-emak tak dikenal yang menyapa saya dengan sebutan "Mom" dan "Bund", namun dengan entengnya dijawab "Kan calon. Udah, anggap aja doa. Gitu aja baper amat sih?"

Hey. Kenal saja tidak kok sudah langsung nge-judge saya bakal jadi ibu. Tahu dari mana? Hanya karena menjadi ibu adalah dambaan MAYORITAS perempuan, bukan berarti semua mau jadi ibu. Saya masih fifty-fifty, dan sampai detik ini masih serius mempertimbangkan child-free mengingat kondisi kesehatan mental saya yang masih belum stabil. Dan hari gini getho lho, perempuan yang tidak punya anak atau memilih tidak punya anak bukanlah sesuatu yang langka.

Dipanggil "Mom" atau "Bund" membuat saya kumat insecure parah karena merasa diri sangat tua dari seharusnya. Sudahlah, akui saja, bukankah kita lebih senang kalau dipuji "awet muda" meski kadang kenyataannya boros umur.

Lebih dari itu, saya terluka. Karena sebutan "Mom" atau "Bund" sungguh tidak mencerminkan diri saya. Saya seperti kehilangan identitas dan jati diri. Saya merasa mereka menyapa orang lain yang entah siapa. Yang jelas bukan Ara. Karena Ara itu single. Bukan emak-emak, kecuali emak para kucing (Dan saya tetap menolak dipanggil Bund atau Mom!). 

Emak-Emak Pun Ada yang Keberatan

Saat menyuarakan kegelisahan saya terkait panggilan "Bund" atau "Mom" ini di insta-story beberapa hari lalu, saya mendapat sejumlah tanggapan yang cukup mengejutkan. 

Selain dukungan dari sejumlah teman sesama cewek single yang mengiyakan betapa menyebalkannya emak-emak yang asal memanggil itu, saya juga mendapat respon senada dari mereka yang tak lagi single. Berbagai alasan mereka kemukakan, mulai dari yang "hanya" sebatas risih dan tidak nyaman, sampai alasan yang bikin mbrebes mili.

Ada yang mengaku sakit dan menangis setiap kali dipanggil "Mom" atau "Bund" karena rahimnya sudah diangkat karena kanker. Sapaan demikian hanya membuatnya makin sakit karena mengingatkan pada fakta dirinya yang tidak akan pernah punya buah hati yang begitu didambakan. 

Ada yang secara fisik dan penampilan mom-able dan bunda-able sekali, tapi nyatanya belum dikaruniai keturunan di tahun ke-8 pernikahannya. Dia mengaku sedih dan terluka setiap kali ada yang menyapa "Bund" atau "Mom", meski sekarang mungkin sudah terbiasa saking sudah dianggap sapaan umum.

Tangkapan layar pribadi
Tangkapan layar pribadi
Ini hanya dua contoh kasus dari sekian banyak reply yang saya terima malam itu. Suara-suara perempuan yang tidak nyaman dengan sapaan yang ditujukan pada mereka. Suara-suara perempuan yang terluka, namun tak berdaya melawan apa yang disebut "trend". 

Untuk siapapun yang kebetulan membaca tulisan ini, boleh kok menganggap penulisnya lebay. Menganggap saya baper. Yes, I am. 

Tapi sungguh, ketidaknyamanan ini nyata adanya. Bukan hanya saya, tapi juga rasakan banyak perempuan lain. Ini bukan hal sepele karena kata-kata kadang bisa jauh lebih menyakitkan dari apapun. Jadi tolong, jangan dinormalisasi sebutan ini di ruang publik. 

Perlu ditekankan bahwa saya tidak mengusik penggunaan sapaan ini di komunitas atau grup khusus emak-emak, atau pada mereka yang sudah mengenal satu sama lain. Kalau itu mah terserah, hak pereogatifnya emak-emak sendiri. Hanya pesan saya lebih hati-hati saja karena ternyata tidak semua perempuan nyaman dengan sapaan ini. 

Saya jauh lebih menyesalkan penggunaan sapaan ini yang merambah pada sosok tidak dikenal. Di tempat umum. Di forum-forum resmi yang belum tentu semua pesertanya pantas dipanggil "Mom" atau "Bund". 

Coba bayangkan, kalau ini terjadi pada kaum lelaki. Apa pantas menyapa lelaki random dengan sebutan "Dad" atau "Yah"? 

Eww...  ayolah, akui saja kalau itu tidak pantas. Tidak pada tempatnya. Jangan dianggap biasa. 

"Kadang saya bingung mau manggil apa, Ra... "

Untuk perempuan random yang tidak kamu kenal personal, sapaan "Mbak" atau "Kak" adalah yang paling netral. "Ibu" masih oke untuk di forum resmi atau pada sosok yang dihormati. Kecuali ybs request sendiri model "Tolong panggil nama saja" atau "Tolong panggil Miss aja ya... ", jangan pernah lancang menyebutnya dengan yang sebutan lain yang sak karepmu model "Mom" ,"Bund" atau apalah.

Saya sendiri mengagumi standar sebutan di rumah sakit . Menurut saya inilah yang paling tepat secara kaidah PUEBI. "Nyonya" untuk mereka yang sudah bersuami, dan "Nona" untuk mereka yang belum menikah. Berapa pun umurnya. 

Sayang, kita kadang tidak bisa mengetahui status seseorang dalam sekali lihat, jadi sudahlah. Mbak saja. Lebih aman dunia. 

***

Bulan hujan, 2020

Salam dari Tepian Musi.. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun