Lini masa saya beberapa hari terakhir diramaikan oleh kisah nyata "Cinta ditolak, Dukun Bertindak". Merujuk pada peristiwa penemuan bangkai ayam, tali pocong, dan foto wanita di sebuah makam di Kudus belum lama ini.
Respon netizen nyaris serupa, ngeri dengan praktik ilmu hitam yang rupanya masih eksis hingga sekarang. Selebihnya, komentar bernada mengingatkan untuk kaum hawa yang umumnya jadi sasaran praktik tersebut.
"Makanya, cewek tu hati-hati kalau nolak cowok. Harus yang sopan..."
"Di kampungku ada cewek yang ngeludahin cowok pas ditembak, tapi ujung-ujungnya nikah sama yang diludahin itu. Duh, hati-hati lho... "
"Ibuku bilang kalau nolak cowok tu minta maaf dulu kalau perlu, takutnya dia sakit hati terus dendam dan bertindak macam-macam... "
"Aduh, jangan kasar-kasar kalo nolak cowok, girls! Didukunin berabe kita... "
Komentar-komentar seperti itu memang tidak salah. Saya pun sebagai sesama perempuan mengamini untuk tetap sopan dan bertutur kata baik di setiap kondisi, termasuk saat menolak cinta seseorang.
Namun saya merasa gelisah, ketika semua peringatan itu kompak ditujukan hanya untuk kaum hawa, dan sedikit sekali --nyaris tidak ada-- yang ditujukan kepada kaum lelaki.Â
Seolah jika ada peristiwa "Cinta ditolak, dukun bertindak", maka itu karena salah si perempuan yang terlalu kasar dalam bertutur kata. Sedikit banyak jadi mengingatkan saya pada banyaknya peristiwa perkosaan, namun yang dikomentari adalah cara si gadis berpakaian.
Maka saya menuliskan kegelisahan ini sekadar untuk mengimbangi, bahwa sebetulnya bukan hanya kaum perempuan yang harus diingatkan, namun juga para lelaki
Para orang tua bukan hanya harus mengingatkan anak gadisnya untuk menjaga diri, tapi juga pada anak laki-lakinya untuk bertindak bijak dan hati-hati.
Anak laki-laki perlu belajar tentang ketegaran, bahwa cinta ditolak tentu saja bukan akhir segalanya. Anak lelaki perlu belajar agar Tuhanlah  tempat mengadu dan melebur segala sakit hati, bukan dukun. Anak lelaki perlu diingatkan, bahwa main dukun itu sama sekali bukan pertanda kekuatan, melainkan hanyalah sebuah tanda kepengecutan.
**
Pada akhirnya, semua ini memang bukan perkara gender. Saya yakin kaum wanita pun juga bisa menjadi "klien" dukun ilmu hitam. Kalau mau.Â
Maka yang tinggal hanyalah bagaimana kita ini harus selalu ingat untuk memanusiakan sesama manusia.
Jaga diri dan hati sebaik-baiknya, jaga lisan dan tulisan agar tak menyakiti siapapun dengan cara apapun. Kita kadang memang tak kuasa mencegah perkataan dan perbuatan orang lain, namun kita selalu bisa mengontrol diri sendiri.
Semoga kita, dan orang-orang terkasih bisa menjadi sosok yang lebih baik dari waktu ke waktu. Amin.
Selamat berbahagia, Kompasianer.
Salam dari Tepian Musi.Â
![Kompal : Kompasianer Palembang](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/06/20/img-20200620-104211-5eed8adf097f36339c46d252.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI