"Seorang teman pernah bilang, "Surga dan neraka itu bukan soal tempatnya, Ar. Tapi bagaimana orang-orang di dalamnya membangun suasana."
Saya sepakat dengan omongan teman ini. Terutama kalau dikaitkan dengan keluarga. Banyak yang berpikir keluarganya adalah surga jika berdiam di rumah mewah, punya fasilitas lengkap, dan tidak kekurangan suatu apapun.
Tapi kenyataannya, banyak keluarga memiliki segenap kemewahan, termasuk makanan mahal setiap hari, namun malah merasa seperti di neraka. Sebaliknya, suasana surga bisa sangat mungkin tercipta meski hanya di rumah gubug dan kehidupan serba-terbatas.
Setidaknya, potret itu saya tangkap di film Keluarga Cemara. Meski tentu bukan neraka sebenarnya, Euis (Zara JKT 48) dan Ara (Widuri Putri) merasa "kosong" di rumah mewah dan kehidupan serba-cukup mereka.
Meski segalanya tersedia, seperti ada yang kurang lengkap  di kehidupan anak-anak yang dijalani. Semua karena Abah (Ringgo Agus Rachman) terlalu sibuk bekerja sehingga tak punya cukup waktu untuk keluarga.Â
Ketika keadaan berubah dan keluarga ini harus dipaksa menghadapi kenyataan kalau sudah bangkrut, mereka masih merasakan neraka yang sama (kalau tidak mau dibilang tambah parah). Abah yang merasa gagal menjadi kepala keluarga, Emak (Nirina Zubir) yang khawatir dengan kehamilannya di tengah ekonomi yang sulit, Euis dengan pubertasnya, juga Ara yang menjadi begitu tidak nyaman dengan cara orang-orang dewasa di sekitarnya berinteraksi.Â
Bedanya, di rumah tua nan pelosok ini, squad Keluarga Cemara tidak tinggal diam. Perlahan mereka memadamkan api konflik yang memanaskan rumah. Tidak mudah dan tidak instan, tentu. Tidak pula bisa dilakukan sendirian. Lewat air mata, kekuatan cinta, dan pemahaman bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga, suasana surga itu pun akhirnya tercipta.
Abah : "Kalian semua tanggung jawab Abah!"
Euis  : "Kalau Abah, tanggung jawab siapa?"
Atau saat tokoh Deni mendadak membela Euis di kelas. Atau saat Ara dan Euis menginjak lantai semen yang belum kering.Â