Shiha bisa mendengar suara sandal Yemmy bergerak menjauhi kamarnya. Sejurus kemudian, cewek itu menghela napas panjang-panjang, lalu menghembuskannya sekuat mungkin. Gila, dia bisa cepat mati karena jantungan kalau setiap hari dikagetkan begitu. Shiha memejam sejenak, menenangkan diri.
Begitu napas dan denyut jantungnya mulai normal, Shiha beranjak turun dari tempat tidurnya. Dia harus buru-buru menemui ayahnya. Terbayang di benaknya omelan yang akan keluar dari mulut pria paruh baya itu kalau sampai dibiarkan menunggu. Ceramah panjang tentang pentingnya menghargai waktu dan sederet khotbah terkait keharusan menghormati orang tua. Blah, baru membayangkan saja telinga Shiha sudah berdenging protes. Tidak! Shiha punya hal lebih penting untuk dilakukan ketimbang mendengar omelan ayah berjam-jam. Dia harus segera turun, namun ....
KRAK!!
Kaki telanjang Shiha terasa menginjak sesuatu. Gadis itu melihat ke bawah. Wajahnya berubah horor. Gawai ber-casing silver dengan logo khas apel tergigit miliknya itu, kini punya retakan mirip peta Benua Amerika yang terlihat jelas di layar sentuhnya.
Rupanya ponsel pintar yang baru dimiliki Shiha empat bulan lalu itu  terjatuh saat mendadak bangun tadi. Mengumpat pelan atas nasib barang kesayangannya, Shiha melangkah ke kamar mandi. Tak sampai dua menit, gadis itu sudah keluar lagi. Shiha mematut bayang dirinya di depan cermin dekat lemari. Wajahnya basah,  begitu juga rambut pendeknya yang dicat kemerahan. Buru-buru disisirnya dengan jari agar tak terlalu tampak berantakan.
Shiha lalu mengambil wrist band hitam yang tergeletak di meja belajar. Dia memasang hati-hati di pergelangan tangan kirinya. Shiha mengamatinya cermat, memastikan tiga buah garis kemerahan masing-masing sepanjang 2,5 cm di kulit kuning langsatnya itu tertutupi dengan sempurna.
Shiha sudah sampai di pintu dan siap keluar ketika matanya sekali lagi menyapu seluruh sudut kamar.
Ups! Dia melupakan sesuatu.
Shiha kembali ke tempat tidurnya yang bersprei Liverpool FC. Tergesa, dia  meraup belasan lembar tisu yang berserakan di atasnya. Lembaran tisu yang semula mulus putih bersih itu, kini semuanya penuh bercak merah pekat ketika dilempar Shiha ke kotak sampah.
***
Setengah berlari, Shiha menuruni anak tangga dua-dua sekaligus. Dia ingin cepat sampai ke ruang keluarga di bawah. Sebetulnya bukan ayah yang membuatnya jadi tak sabaran begitu, melainkan kedatangan kakak lelakinya.