Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Menebar Asa, Menjahit Budaya dari Sang Dewi Anjani

8 Oktober 2023   23:39 Diperbarui: 9 Oktober 2023   21:56 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jadi dulu mendiang suami saya itu guru di sekolah mereka. Sekarang meskipun pengajarnya berbeda, kegiatan belajar membatik masih lestari. Mereka juga sering ke galeri buat bikin kain batik langsung," ungkap Anjani memulai perbincangan kami siang itu.

Kuarahkan pandanganku kepada empat gadis yang duduk berjejer di depan meja panjang itu. Siang itu, di pertengahan bulan Juli tahun 2023, Anjani Sekar Arum (32) mengajakku untuk masuk lebih dalam ke Galeri Batik Tulis Benteng Agung yang kebetulan juga menjadi kediaman pribadinya di Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kota Batu.

Masih mengenakan seragam olahraga berwarna dominan hitam bertuliskan SMP Katolik Widyatama, gadis-gadis remaja itu dengan cekatan menorehkan tinta warna lewat canting pada selembar kain mori yang diletakkan di atas meja panjang itu.

Siswi SMP membatik di Galeri Batik Bantengan Anjani sumber foto: Arai Amelya
Siswi SMP membatik di Galeri Batik Bantengan Anjani sumber foto: Arai Amelya

Saat kuperhatikan lebih seksama ternyata sudah ada motif berpola pada kain mori itu, sehingga mereka tinggal membubuhkan tinta warna. Dengan begitu tenang, warna-warna yang keluar dari canting itu langsung memperlihatkan sebuah motif yang begitu kukenal. Motif yang membuatku begitu terpikat pada pesona batik karya Anjani.

Ya, itu adalah motif Bantengan.

Bagi kalian yang merupakan masyarakat Jawa Timur sepertiku, kesenian Bantengan sebetulnya bukanlah hal yang asing. Seni pertunjukkan budaya tradisional ini konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari di abad ke-13 silam. Kendati memiliki unsur sendratari, musik, hingga olah kanuragan, 'nafas' utama dari bantengan adalah nuansa magis yang diperlihatkan lewat para penari pemegang kepala Bantengan saat mengalami kesurupan oleh arwah leluhur banteng atau Dhanyangan.

Hal itulah yang membuat kesan mengerikan selalu identik lewat Bantengan.

Namun Anjani adalah satu dari sekian orang yang mampu melihat cahaya dari kegelapan seni Bantengan.

Putri dari Agus Tubrun yang juga pendiri dari kelompok budaya Bantengan Nuswantara ini percaya bahwa Bantengan seperti halnya produk seni lain yang dihasilkan oleh manusia, memiliki sisi keindahan yang tersembunyi. Asa untuk mengubah anggapan negatif atas seni Bantengan itulah yang membuat Anjani memilih motif Bantengan dalam batik karyanya.

Motif-motif Batik Bantengan Anjani sumber foto: Anjani Batik Gallery
Motif-motif Batik Bantengan Anjani sumber foto: Anjani Batik Gallery

"Keluarga saya itu memang keluarga seni dan kebetulan Bapak serta banyak kerabat lain adalah pelukis. Tapi saya memilih melukis di media yang berbeda yaitu lewat batik. Bahkan karena tak ada dosen yang cukup ahli mengajarkan batik waktu saya kuliah dulu, saya sampai ke Yogyakarta untuk belajar teknik pewarnaan batik yang tepat," lanjut Anjani sambil bersandar di salah satu pilar gazebo di galeri miliknya.

Aku mengangguk pelan sambil menatapnya.

Kualihkan pandanganku kembali ke gadis-gadis remaja di depanku yang masih asyik membatik. Beberapa dari mereka bahkan mengganti canting yang tadi dipegang dengan kuas-kuas lukis. Dalam sekejap, sapuan kuas lukis pada kain mori itu sudah memunculkan motif-motif Bantengan berwarna terang yang begitu cantik.

"Sejak tahun 2018, sudah ada kegiatan ekstrakurikuler membatik di sekolah-sekolah SD hingga SMP di Kota Batu hasil kerjasama dengan Batik Bantengan. Cukup banyak dari para siswa itu yang kemudian gabung ke sanggar batik profesional, jadi memang udah mandiri karena selama belajar di sekolah mereka dapat penghasilan sendiri," lanjut Anjani santai, seolah menjawab pertanyaan yang sedari tadi kutahan di dalam kepalaku mengenai betapa cekatannya para pelajar ini membatik.

Terdengar suara salam yang memecah perhatianku dari sisi lain gazebo tempat kami semua berada. Kulihat ada seorang perempuan muda berjilbab berjalan ke arah Anjani sambil tersenyum lebar. Mereka berdua kemudian saling berpelukan singkat sebelum akhirnya perempuan muda itu mencium tangan Anjani dengan begitu hormat.

Menyadariku yang penasaran, Anjani pun menjelaskan kalau perempuan muda itu pernah menjadi murid saat dia bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMP negeri di Kota Batu beberapa waktu silam. Setelah lulus dan kini sudah berkuliah, perempuan itu ternyata menjadi salah satu pembatik utama di Batik Bantengan.

Melihat hubungan mereka berdua yang begitu hangat, membuatku sadar jika Anjani Sekar Arum lebih dari sekadar seorang pembatik.

Kematian Sang Suami dan Kelahiran Kampung Wisata Batik Cilik

Anjani mengajar di Galeri Batik Bantengan Anjani sumber foto: ASTRA
Anjani mengajar di Galeri Batik Bantengan Anjani sumber foto: ASTRA

Wiracarita Ramayana mengenal Anjani sebagai Ibu dari Hanoman. Istri Raja Kera Ramona ini memang cantik jelita karena konon dia merupakan reinkarnasi Bidadari Punjikastala. Sebagai anak sulung Resi Gotama, Anjani diberkahi Cupu Manik Astagina pemberian sang Ibu, Dewi Indradi. Astagina bukanlah benda biasa. Pusaka istimewa itu bisa memperlihatkan segala peristiwa yang ada di angkasa dan bumi hingga tingkat ketujuh

***

Bisa dibilang kalau pameran tunggal yang dia lakukan pada tahun 2014 silam adalah titik awal bagaimana Batik Bantengan bisa dikenal. Mendapatkan apresiasi yang sangat positif dari pemerintah setempat, Anjani yakin kalau Batu yang merupakan kampung halamannya, akan mampu memiliki produk kriya unggulan lewat Batik Bantengan.

Popularitas Batik Bantengan yang perlahan terus meningkat, membuat Anjani mengubah kandang ayam milik keluarganya menjadi sebuah galeri mungil tempatnya memamerkan karya.

"Meskipun punya galeri dan jualan batik, saya itu bukan pebisnis, saya bukan tukang perintah. Karena itu saya sebisa mungkin menjalin hubungan baik dengan para pengrajin batik. Bagi saya, mereka semua adalah keluarga. Di lain pihak, tujuan utama saya dengan Batik Bantengan adalah melakukan regenerasi pembatik. Karena itu saya fokus untuk mengajarkan cara membatik pada anak-anak kecil dan remaja," cerita Anjani kala kami berjalan di sepanjang jalan kebun menuju gazebo-gazebo pembuatan batik lainnya.

Tak heran kalau sejak menggelar pameran tunggal, Anjani tumbuh menjadi perempuan muda yang begitu menginspirasi. Puncaknya di tahun 2017, PT Astra International menghubungi Anjani lantaran dirinya terpilih sebagai salah satu Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards (SIA) lewat kategori Kewirausahaan.

sumber foto: Arai Amelya
sumber foto: Arai Amelya

Namun empat tahun kemudian, kegelapan muncul dalam hidup Anjani.

Sang suami, Netra Amin Atmadi, berpulang di awal tahun 2021.

Hantaman yang bertubi-tubi pun dialami Anjani Sekar Arum. Kematian Netra di kala pandemi Covid-19 yang sudah membuat omzet Batik Bantengan turun drastis membuatnya terpuruk. Bahkan hingga enam bulan lamanya, dirinya tidak melakukan produksi sama sekali karena tak ada orderan yang masuk imbas wabah corona. Dalam duka kepergian suami, Anjani dituntut untuk bangkit dengan tegap.

"Seluruh DP yang sudah masuk waktu itu terpaksa harus dikembalikan. Saat itu, banyak orang mengira kalau Batik Bantengan Anjani sudah tidak ada," kenang Anjani sambil menghentikan langkahnya.

Kubiarkan dirinya melamun sejenak. Sepoi-sepoi angin melewati kami berdua sehingga membuat suasana semakin sejuk.

"Saya mencoba meyakinkan diri bahwa sebagai seorang Ibu tunggal, saya harus kuat demi buah hati. Perlahan, dibantu teman-teman dan juga Astra, kami membangun Batik Bantengan lagi. Bahkan untuk jangka panjang, galeri ini akan tumbuh semakin besar menjadi Kampung Wisata Edukasi Batik Cilik," pungkas Anjani dengan cukup percaya diri.

Perempuan yang berdiri di sampingku ini jelas memiliki impian besar yang begitu tampak benderang dari tatapan matanya.

Enam Tahun Perjalanan Penjuru Nusantara Bersama Astra

Pembatik cilik di Batik Bantengan sumber foto: Anjani Sekar Arum
Pembatik cilik di Batik Bantengan sumber foto: Anjani Sekar Arum

Sebagai seorang penerima SIA, Anjani jelas membuktikan kalau pilihan Astra tidaklah keliru. Enam tahun berlalu sejak penghargaan itu, Anjani memang bukanlah sekadar pembatik biasa. Mimpinya untuk melakukan regenerasi pembatik terwujud kala dirinya kini melakukan perjalanan ke seantero negeri untuk mengenalkan batik.

"Yogyakarta adalah pusat budaya batik Indonesia tapi sayang mayoritas pengrajinnya sudah berusia tua. Karena itu saya ingin memulai regenerasi batik di kota itu. Bersama Astra, apa yang sudah kita programkan di Kota Batu pun dikembangkan dengan cara mengenalkan kegiatan membatik ke sekolah-sekolah," ujar Anjani sembari mengajakku duduk di salah satu gazebo tempat membatik yang menghadap ke kebun.

Tak butuh waktu lama untuk bangkit dalam kamus hidup Anjani. Program pemberdayaan masyarakat lewat regenerasi pengrajin batik pada anak-anak itu sudah membina sekitar 20 pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), hingga pertengahan tahun 2023. Bahkan komunitas pembatik cilik tak hanya di Jawa saja, melainkan sudah mencapai Kalimantan, Sumatera sampai Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur.

Karena sudah lintas pulau, Anjani pun tak ngotot harus mengenalkan motif Bantengan melulu. Dirinya melakukan penyesuaian dengan tradisi dan budaya lokal setempat yang membuat batik-batik yang dihasilkan makin kaya secara motif.

Kesibukan pembatik cilik di DSA Batik Tulis Batu sumber foto: Anjani Sekar Arum
Kesibukan pembatik cilik di DSA Batik Tulis Batu sumber foto: Anjani Sekar Arum

Bahkan tak berhenti di situ, apa yang diupayakan oleh Anjani ini sampai bisa mengembangkan wisata di Desa Sejahtera Astra (DSA) Mangunan yang terletak di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dimulai pada awal tahun 2023, Anjani mengajak komunitas penggerak DSA Mangunan untuk fokus mengangkat kearifan budaya lokal mulai dari seni tari, kerajinan bambu sampai edukasi batik yang mana nanti akan bermuara menjadikan Mangunan sebagai destinasi wisata unggulan.

"Cukup menggembirakan karena akhirnya berkat kerjasama seluruh pihak, DSA Mangunan bisa dikunjungi hingga 10 ribu wisatawan per bulan dengan penghasilan mencapai 1,2 miliar Rupiah. Saat Festival Kewirausahaan Astra 2023 dengan tema Bangga Produk Lokal Untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia, kami mengumpulkan 600 anak kecil untuk membatik bersama-sama," jelas Anjani bangga.

Tentu saja aku tak bisa menyalahkannya yang terdengar sangat puas.

Anjani yang dulu hanya membatik di kaki Gunung Arjuno, kini sudah mengalirkan tinta budaya ke seluruh penjuru Indonesia.

Dirinya pun bahkan enggan berhenti kala mengungkapkan asa baru untuk membuka butik batik di Jakarta pada tahun 2024 mendatang. Sekalipun batik-batik Bantengan yang dia hasilkan sudah lintas negara mencapai Ceko, Taiwan, Malaysia, Singapura dan Australia, Anjani masih berambisi mengenalkan karyanya hingga ke Amerika Serikat.

Namun jauh di dalam hatinya, dia tetap ingin kembali ke Batu untuk sebuah mimpi gila yakni melakukan fashion show Batik Bantengan di langit bersama atlet-atlet paralayang.

Aku tersenyum.

Anjani Sekar Arum.  Dia memang seorang Dewi yang semangatnya di hari ini mampu menjejak indah pada masa depan Indonesia.

Sumber foto: Instagram Batik Bantengan Anjani
Sumber foto: Instagram Batik Bantengan Anjani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun