Tenang tak perlu takut, kamu hanya perlu menjauh dari area ledakan lantaran bakal membuat matamu berkunang-kunang.
Jangan tidur terlalu malam, meskipun memang seru ikut menyaksikan kakak-kakak sepupu yang lebih tua bermain karambol di teras. Aku tahu kamu diam-diam sering bermain karambol sendiri, berharap bisa seperti orang dewasa.
Tapi daripada cuma bisa mengintip dari balik pintu, kenapa kamu tidak pergi ke dapur saja? Maktum pasti sedang sibuk memasak rawon dalam jumlah besar, sedangkan mak e (mendiang nenek, Ibu dari Ayahku) pasti silih berganti menggoreng rengginang dan krupuk udang ditemani tante, budhe dan juga Ibu di dapur yang masih menggunakan tungku tradisional. sehingga seluruh dinding dan langit-langit atap menghitam.
Bicara soal rawonnya maktum, percayalah, penampilannya bakal sulit kamu lupakan. Begitu gelap dengan daging yang dipotong kotak-kotak kecil sehingga teksturnya luar biasa lembut. Rawon itu memang kebanggaan keluarga kita. Makanlah rawon itu dalam porsi banyak menggantikanku, karena kamu akan merindukannya kelak ketika maktum sudah tiada dan mak e enggan memasaknya lagi.
Jangan lupa juga untuk lebih sering mandi ke sungai di belakang rumah maktum. Aku tahu kamu menikmati berendam di antara batu bersama Ibu, lakukanlah sesering mungkin karena sekarang sungai itu sudah dikeruk untuk proyek lahan milik pemerintah.
Saranku, kamu mandi di sungai setelah ikut pakdhe (kakak laki-laki Ayahku, anak maktum), mengambil mangga podang di halaman depan. Eeh, tapi kamu ke Juwah di bulan November, kan? Karena kalau bukan, mangga podang tak akan berbuah dan kamu bisa meminta pakdhe untuk mengambilkan jambu-jambu air di kebun sebelah.
Percayalah, meskipun kelak rumah milik maktum itu berganti penghuni setelah si pemiliknya meninggalkan dunia ini dan pakdhe memilih menetap di Malang, kamu akan tetap bisa menikmati mangga podang setiap tahun. Soal pohon jambu air, puaskan dirimu merasakan segar buahnya karena pohon itu kelak akan mati dan tidak bisa berbuah lagi saat kita masuk SMA.
Sudah beberapa kali aku pulang ke Juwah meskipun tidak setiap tahun saat ini. Kamu harus tahu bahwa semua sepupu kita sudah dewasa dan membangun keluarga mereka masing-masing, sehingga Juwah semakin lama pun ditinggalkan. Aku pun saat ini sibuk dengan kehidupan dewasaku yang sebetulnya tidak semenyenangkan saat kecil. Tak ada lagi tante atau om yang memberikan galakgampil usai kita sholat Idulfitri, dan aku harus bekerja dulu sebelum memperoleh THR (Tunjangan Hari Raya).
Aku tahu kampung halaman kita di Juwah akan berubah cepat atau lambat. Pasar Kepung yang sering kamu dan Ibu datangi untuk membeli krupuk singkong itu, akan segera dihancurkan pada tahun 2010. Tak perlu kelewat sedih, nikmatilah semua yang ada di sana. Karena kelak ketika kamu dewasa sepertiku, kamu hanya akan mengingat berbagai cerita yang ada di sana.
Semoga kamu bisa menciptakan banyak kenangan indah di Juwah, seperti yang kulakukan dulu.