Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Penanggungan dan Sahur di Ketinggian 1.200 mdpl

13 April 2023   19:08 Diperbarui: 13 April 2023   19:15 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang direncanakan, kami menanti imsak sambil saling duduk berdempetan menahan kencangnya angin Puncak Bayangan. Adzan Subuh berkumandang, ibadah dilakukan dan tak lama semburat oranye menyobek langit malam. Dari tempat kami berada, Semeru menatap dengan angkuhnya di kejauhan.

Tepat pukul enam pagi, kami perlahan berjalan mendaki lereng menuju Pawitra. Tak semudah yang kami kira karena kemiringannya cukup tajam. Di saat dahaga benar-benar membuatku kehilangan akal ingin membatalkan puasa, Pawitra menyapaku.

Aku sudah tiba di 1.653 mdpl.

Mendaki Gunung, Dulu Dibenci Kini Dinanti

aku dan rekan-rekanku di Puncak Pawitra Penanggungan foto: Arai Amelya
aku dan rekan-rekanku di Puncak Pawitra Penanggungan foto: Arai Amelya

Sebetulnya melakukan hobi mendaki gunung saat puasa Ramadan bisa dibilang sebagai tindakan nekat. Dalam kondisi normal saja aku butuh banyak minum, ini berpuasa. Apalagi gunung yang kami pilih pun Penanggungan, tidak terlalu landai.

Bahkan beberapa orang menyebut Penanggungan sebagai miniatur Semeru, sang Atap Pulau Jawa.

Kami berangkat dari Malang sekitar pukul empat sore dengan sepeda motor. Ibuku sempat cemas karena pendakian dilakukan di bulan Ramadan, tapi aku meyakinkannya akan tetap kuat. Setelah melakukan perjalanan darat, kami pun mampir di rumah kerabat temanku di daerah Kabupaten Mojokerto untuk berbuka puasa, istirahat, serta melakukan ibadah.

Baru sekitar pukul sembilan malam, kami tiba di basecamp Tamiajeng. Mendaki di malam hari memang lebih kusukai karena tidak panas, apalagi sedang dalam kondisi puasa. Sekitar tiga jam lamanya, pendakian super santai (sampai aku mengantuk), membawa kami tiba di Puncak Bayangan Penanggungan.

Lucu memang kalau diingat-ingat, aku sampai nekat mendaki di bulan Ramadan. Padahal aku saat lebih muda, sama sekali tak suka naik gunung. Ketika masih sekolah, aku selalu mencibir teman-temanku yang masuk organisasi pecinta alam. Para pencari lelah kalau kataku.

Orang normal macam apa yang rela mendaki gunung berjam-jam, dengan perlengkapan terbatas, berlelah dan membuat lemas otot, padahal rebahan di kamar sambil nonton jauh lebih menyenangkan.

Namun, itu semu berubah saat aku diajak mendaki Panderman di Batu untuk kali pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun