Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Menggoyang Kenangan, Mengecap Pedas Lezat si Ayam Merangkat

23 Februari 2022   18:32 Diperbarui: 23 Februari 2022   18:35 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, sepertinya pemberitaan media mengenai kawasan Mandalika dan tentunya Lombok semakin ramai saja. Tak ada yang menyalahkan memang. Apalagi ketika para pebalap MotoGP dari seantero dunia menderu motor-motor mereka di Sirkuit Internasional Mandalika untuk tes pramusim MotoGP 2022 pada 11-13 Februari lalu, praktis nama Lombok dan Mandalika menjadi bahan perbincangan.

Saya bisa menduga bahwa kondisi serupa akan kembali terjadi pada bulan Maret mendatang. Tinggal menunggu waktu bagaimana Lombok dan juga sang 'putri kesayangan' mereka yakni Mandalika akan jadi bahan perbincangan di media sosial dan menguasai media-media konvensional lainnya.

Aah, Mandalika.

Saya mungkin bisa dibilang menjadi salah satu yang amat sangat beruntung, mengingat pernah menjejakkan kaki di dalam Sirkuit Internasional Mandalika. Menjajal jalur aspal yang luar biasa mulus (untuk ukuran awam seperti saya) pada awal Desember 2021 lalu. Yap, keberuntungan saya karena terpilih sebagai salah satu Kompasianer yang menghabiskan waktu lima hari di Lombok dalam event Kemenparekraf, membuat saya begitu terpesona pada Mandalika.

Tak hanya kenampakan alamnya, saya bisa dibilang juga jatuh hati pada masyarakat dan kulinernya.

Dan ketika perbincangan soal Mandalika ini terus-menerus didengungkan, mau tak mau saya kembali ke hari-hari ketika menyantap Ayam Merangkat, salah satu kuliner Lombok yang begitu saya sukai.

Tambang Pasir yang Jadi Kawasan Healing

Biasanya kalau bicara soal kuliner khas Lombok, banyak di antara kita yang akan menyebutkan Ayam Taliwang, Nasi Balap Puyung dan tentunya Sate Rembiga yang luar biasa enak itu. Namun ketika saya berkunjung ke Lombok bersama 10 Kompasianer pada akhir tahun 2021 lalu, Ayam Merangkat juga sukses membuat saya terpikat.

Yang menarik, Ayam Merangkat ini tersaji berkat usaha rekan-rekan Kompasianer lainnya saat berada di Desa WIsata Hijau (DWH) Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Berjarak sekitar 45 menit dari Bandara Internasional Lombok dan sekitar 1,5 jam dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, saya baru tahu jika Bilebante adalah bekas tambang pasir.

Sempat menjadi kawasan yang banyak ditemukan penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) akibat penggalian pasir tumpahan Gunung Samala, Bilebante kini sudah berubah bak terkena sihir. Berkat Peraturan Desa untuk menutup area penambangan pasir dan pembangunan di area pertanian pada tahun 2014 silam, Bilebante berubah menjadi desa wisata yang cocok untuk healing.

Kompasianer yang ikut cooking class di Bilebante (Dokpri)
Kompasianer yang ikut cooking class di Bilebante (Dokpri)

Sebagai Desa Wisata, Bilebante jelas menawarkan banyak paket liburan mulai dari bersepeda, terapi kebugaran, kebun herbal hingga cooking class. Nah, untuk paket yang terakhir itulah, kami para Kompasianer terlibat dan bersama-sama memasak Ayam Merangkat.

Awalnya, saya mengira Ayam Merangkat tak berbeda dengan ayam bakar pada umumnya. Namun ketika ayam ini masuk ke dalam mulut, tekstur yang begitu lembut dan cita rasa pedas berkat bumbu rempah-rempah yang melimpah membuat lidah langsung bergejolak. Menggunakan ayam kampung, biasanya Ayam Merangkat tersaji dalam suwiran-suwiran kecil atau ayam utuh yang sudah dipotong dalam beberapa bagian.

Keberuntungan saya bisa menikmati Ayam Merangkat memang patut selalu dikenang bahkan meskipun sudah hampir tiga bulan berlalu sejak saya ke Lombok. Bagaimana tidak, karena kuliner ini sejatinya hanya 'keluar' ketika adat Merarik digelar.

rangkaian kuliner yang kami makan di Bilebante (Dokpri)
rangkaian kuliner yang kami makan di Bilebante (Dokpri)

Jika kalian tidak tahu, Merarik alias melarikan calon mempelai perempuan adalah salah satu tradisi dalam pernikahan adat suku Sasak.

Suku Sasak percaya kalau adat Merarik adalah bukti betapa mempelai pria sangat serius dengan calon istrinya. Seperti layaknya penculikan, si laki-laki harus melarikan calon istrinya dengan diam-diam pada saat malam hari, lalu dibawa kabur selama tiga hari. Nanti ketika si perempuan sudah diculik, tokoh masyarakat setempat akan mempertemukan kedua pihak keluarga secara resmi dan mulai berbicara persiapan pernikahan.

Dan saat kedua keluarga baik dari calon mempelai laki-laki atau perempuan sudah sepakat agar pernikahan digelar, Ayam Merangkat akan menjadi suguhan utama dan disantap bersama. Tak heran kalau kuliner ini dianggap memiliki posisi yang cukup penting pula bagi suku Sasak, membuat saya yang turunan Jawa-Minang ini terasa begitu terhormat bisa menyantapnya langsung di Bilebante.

Apakah ingin merasakannya kembali?

Tentu saja!

Karena setiap Mandalika dan Lombok jadi pembicaraan, lidah saya akan otomatis mengenang kuliner lezat si Ayam Merangkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun