Mohon tunggu...
Arai Amelya
Arai Amelya Mohon Tunggu... Freelancer - heyarai.com

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Srikandi-Srikandi Perajut Masa Depan dari Sumberpasir

30 Januari 2022   23:24 Diperbarui: 30 Januari 2022   23:33 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tampilan dalam galeri ZAMA Homewear/dok.ZAMA Homewear

"Sesungguhnya perempuan-perempuan desa yang sudah sepuh, para janda, perawat anak atau Ibunya yang lumpuh itu hanya ingin diberikan kesempatan bekerja. Mereka punya kemampuan tapi terhalang usia, fisik dan jarak. Karena itu saya ingin memiliki bisnis yang bisa sepenuhnya memanusiakan dan memberdayakan siapapun yang terlibat di dalamnya,"

Kalimat panjang yang diucapkan oleh Srie Dewi Wirautami dalam sambungan telepon dengan saya hari Jumat (28/1) malam itu benar-benar menggetarkan hati.

Lagipula pebisnis mana yang cukup gila bersedia mempekerjakan perempuan-perempuan di usia tidak produktif lagi? Perempuan-perempuan janda yang mungkin tak lulus sekolah menengah? Atau bahkan perempuan-perempuan yang harus mendedikasikan hidup untuk merawat Ibunya yang sudah tua dan lumpuh, hingga anak-anak disabilitas?

Tentu itu merupakan sebuah tindakan berani bahkan bisa dibilang cukup gila.

Seorang pebisnis, normal menginginkan para pekerja yang masih berusia produktif dan bersedia mengikuti jam kerja yang sudah ditetapkan. Peraturan seperti ini selalu diagungkan para pemilik usaha atas nama kedisiplinan.

Namun hal lain justru dilihat oleh Dewi, sebagaimana dia disapa.

Perempuan berusia 48 tahun yang berprofesi sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) di Kementerian Pertanian itu justru memberikan kesempatan untuk perempuan-perempuan yang masih ingin produkfit, tapi terhalang oleh berbagai kondisi. Ya, sempat tiga kali berganti mitra penjahit, Dewi akhirnya memantapkan diri untuk bekerjasama dengan para perempuan di Desa Sumberpasir, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang sana.

proses bordir tempel manual ZAMA Homewear/dokpri
proses bordir tempel manual ZAMA Homewear/dokpri

Di tangan para perempuan yang punya berbagai latar belakang tak biasa seperti perempuan-perempuan sepuh lanjut usia, mempunyai anak yang disabilitas, dibebani merawat Ibu yang lumpuh hingga terpaksa jadi kepala keluarga karena menjanda atau sang suami tak mampu bekerja, Dewi berhasil membuat daster naik kelas.

Ya, pakaian yang identik dengan kostum rumahan Ibu Rumah Tangga (IRT) yang selalu tampil dengan rambut acak-acakan, bau bumbu dapur atau keringat karena membersihkan rumah itupun disulap menjadi daster yang bernilai jual tinggi.

Dilengkapi bordiran-bordiran tempel manual yang lahir dari desain Dewi sendiri, daster-daster itupun menjadi salah satu komoditi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) asli Malang yang diburu banyak orang.

Menggunakan brand ZAMA Homewear yang berasal dari inisial keempat anaknya, Dewi mengusung mimpi yang luar biasa. Memberdayakan perempuan menjadi salah satu roda penggerak perekonomian bangsa dari rumah-rumah mereka.

ZAMA Homewear, Lahir dari Keluarga Untuk Dunia

"Saya itu dari kecil suka menjahit. Karena almarhum Ibu pernah berpesan kalau anak perempuannya itu harus bisa menjahit, meskipun tidak jadi penjahit," cerita Dewi memulai perbincangan panjang kami saat kota Malang mulai diguyur hujan.

Diresmikan bersamaan dengan ulang tahunnya yang ke-44 yakni pada 28 Desember 2017, ZAMA Homewear bukanlah usaha pertama yang digeluti oleh Dewi. Percikan jiwa bisnisnya bahkan sudah dimulai saat masih duduk di bangku SMA dan berlanjut saat kuliah.

Keinginannya yang besar untuk memiliki usaha sendiri meskipun sudah punya profesi tetap, membuat Dewi memulai bsinis rumah kos pada tahun 2013. Namun penghasilan pasif sebagai ibu kos membuat perempuan dengan background accounting ini merasa kurang tantangan.

Hingga akhirnya sang putra sulung yang berprofesi sebagai content creator melontarkan ide agar sang Bunda memulai bisnis fashion.

"Fashion ini kan bukan bisnis yang membosankan, karena kita bisa bebas menuangkan inovasi. Apalagi Malang Raya adalah daerah wisata, banyak turis datang yang tentunya mencari oleh-oleh. Saya ingin menciptakan produk yang bisa membuat mereka ingat Malang, tapi tidak mudah busuk dan tahan lama. Saya akhirnya memilih fashion dengan produk daster bordir yang tentunya tidak kuno,"

Bukan cuma sekadar coba-coba, Dewi bahkan membangun ZAMA Homewear dengan begitu serius. Meskipun awalnya masih skala kecil, ZAMA memiliki pondasi yang sangat kuat sejak awal pendiriannya.

Dewi di galeri ZAMA Homewear/dok.New Malang Post
Dewi di galeri ZAMA Homewear/dok.New Malang Post

Dibantu oleh anak-anaknya, Dewi mendirikan ZAMA dengan empat elemen utama. Mulai dari founder & designer yang adalah dirinya, jajaran produksi yang dipercayakan kepada para mitra penjahit di Sumberpasir, bagian digital marketing karena ZAMA dijalankan online sejak awal, serta tentunya content management yang diserahkan sepenuhnya sang putra sulung, Naufal Zuhdi.

"Saya memang berkomitmen membangun sistem manajemen bisnis yang profesional. Termasuk urusan desain yang benar-benar yang saya pikirkan, keunikan yang ditonjolkan, value yang ditawarkan, harga jual, segmen pasar, sampai packaging. Tidak apa-apa ZAMA masih kecil. Tapi dia harus menjadi produk yang unik dan dilirik banyak orang," cerita Dewi penuh semangat.

Kini daster-daster bordir manual yang lahir dari usaha pantang menyerah para perempuan-perempuan mitra penjahitnya itu, membuat Dewi mampu membangun galeri offline saat ZAMA Homewear baru berjalan 3,5 tahun. Perlahan tapi pasti, galeri mungil itu menjadi pilihan banyak orang saat berkunjung ke Malang.

Mengusung konsep daster yang naik kelas, tak heran kalau konsumen ZAMA memang berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan menembus batas negara. Meskipun belum secara resmi jadi komoditi ekspor, daster bordir manual ZAMA pernah diboyong hingga Singapura, Australia, Korea Selatan sampai Amerika Serikat.

JNE, Pilihan Terbaik Untuk 'Pelayaran' ZAMA Homewear

"Saya memilih konsep kemitraan bagi para penjahit ZAMA, lantaran memang terkendala modal. Karena itu saya mencari orang-orang dengan semangat juang tinggi yang bersedia belajar. Saya ingin memanusiakan para pekerja. Karena itu setiap tiga bulan sekali, kami memiliki dana sosial yang diambil dari laba usaha untuk dibagikan kepada mitra penjahit dalam bentuk bahan pokok sehari-hari," papar Dewi panjang lebar.

Saya tertegun mendengarnya.

Tentu apa yang dilakukan Dewi lewat ZAMA Homewear ini sudah jelas 'dirasuki' ruh UMKM itu sendiri, sebagai pendorong pergerakan pembangunan dan perekonomian Indonesia.

ZAMA hadir dan menjalankan fungsinya sebagai UMKM yang memang membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh lapisan masyarakat, tak peduli tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Senada juga dengan pengertian UMKM di UU Nomor 20 Tahun 2008, ZAMA turut memeratakan perekonomian terutama para mitra penjahit terbesarnya yang berada di Desa Sumberpasir.

Bahkan ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak tahun 2020 lalu, ZAMA termasuk UMKM yang meskipun terkena dampak wabah corona, tetap bisa menangkap peluang, beradaptasi dengan kondisi, dan akhirnya bangkit.

Pilihan Dewi untuk sejak awal mengajak ZAMA Homewear 'berlayar' di dunia online dan menggunakan Instagram sebagai lahan utama berjualan, adalah alasan terkuat kenapa daster bordir manual ini tak kehilangan pasar saat Covid-19 'mengamuk'.

Ya, ketika banyak produsen daster lainnya di Malang terpaksa gulung tikar imbas tutupnya pariwisata, ZAMA justru tetap berjalan menerima order dari seluruh penjuru Indonesia secara online. ZAMA Homewear jelas jadi salah satu dari 17,2 juta UMKM di seluruh Nusantara yang sudah go digital.

Demi memenuhi orderan yang melintas bentang alam jauh dari Malang Raya seperti Surabaya, Bandung, Jakarta, Makassar, Medan hingga pulau Kalimantan sana, Dewi memilih JNE sebagai penyedia layanan logistik. Berdiri sejak 26 November 1990, ada alasan kuat kenapa Dewi setia menggunakan JNE.

"Saya adalah orang Indonesia dan punya mimpi besar terlibat dalam perekonomian negeri ini, lewat sosok perempuan. Karena itu saya menggunakan jasa pengiriman yang memang dibesut dan dijalankan oleh putra-putri Indonesia asli, seperti JNE ini. Karena saya ingin ZAMA Homewear ini menjadi dari bagian besar dalam membesarkan bisnis milik anak negeri,"

Bak pucuk dicinta ulam pun tiba, keinginan besar Dewi rupanya memang didukung penuh oleh JNE.

Sebagai salah satu pioneer dalam industri logistik Tanah Air, JNE memang sudah sejak lama terus mendukung sektor UMKM sesuai dengan program pemerintah. Menggelorakan semangat Connecting Happiness, JNE memang ingin mengantarkan kebahagiaan sekaligus memberikan manfaat seluas mungkin, kepada seluruh masyarakat di seluruh pelosok negeri.

Fakta bahwa UMKM memang menjadi generator dalam pertumbuhan ekonomi nasional, membuat sektor ini memang tak bisa dipandang remeh. Dilansir Investor, UMKM bahkan berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 60%-62% pada periode 2018-2010. Hal ini yang membuat pemerintah optimis memasang target kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 62,36% di tahun 2021 dan menembus 65% pada tahun 2024 mendatang.

Dengan target pemerintah bahwa akan ada 30 juta UMKM yang sudah go digital di tahun 2024 pula, JNE pun melakukan sumbangsih aktif lewat berbagai pelatihan dan mentoring untuk para pelaku UMKM, agar jadi pribadi yang lebih inovatif dan kreatif.

pemasangan bordir-bordir tempel manual ZAMA Homewear/dokpri
pemasangan bordir-bordir tempel manual ZAMA Homewear/dokpri

Salah satunya adalah program Ngajak Online di tahun 2021 lewat tema Goll.Aborasi Bisnis Online yang memang bertujuan memberikan edukasi mengenai strategi penjualan di era digital, demi meningkatkan potensi UMKM. Sudah diselenggarakan sejak tahun 2017, Ngajak Online tahun lalu itu bahkan digelar secara serentak di 60 kota seluruh Indonesia.

Kendati harus dijalankan tanpa tatap muka semenjak pandemi Covid-19, Ngajak Online 2021 tetaplah meriah hadir secara virtual, sekaligus memberikan pelatihan gratis yang bertujuan untuk peningkatan skala dan kualitas bisnis termasuk mempelajari langkah-langkah strategis di era digital.

Tak hanya itu saja, JNE ternyata sudah lebih dari empat tahun menginisiasi Go Digital Marketing. Tentu program-program yang sudah disebutkan, semakin membuktikan betapa JNE merupakan salah satu penggerak utama kemajuan UMKM di Tanah Air.

Kini dengan komitmen tinggi yang dimiliki JNE terhadap UMKM yang berpadu dengan gelora api semangat Dewi yang tak kunjung padam, ZAMA Homewear pun menapak pada impian baru.

"Saya ingin ZAMA punya marketplace sendiri yang bakal bisa menjadi magnet kuat untuk pasar. Lalu saya juga ingin membuat film yang bisa merekam kehidupan perempuan-perempuan hebat di Malang Raya, para mitra penjahit saya," jelas Dewi ketika kami tiba di penghujung perbincangan.

Tentu bukan sebuah mimpi yang muluk-muluk.

Karena melalui daster-daster bordir manual ZAMA Homewear, para perempuan di Sumberpasir itu telah berhasil merajut masa depan mereka sendiri. Karya mereka pun menjelajah batas provinsi, menyeberang pulau dan menembus hutan belantara, hingga bisa dinikmati oleh masyarakat Nusantara berkat JNE, Sang Penghubung Kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun