Samudera seolah memanggil mereka yang saling melawan angin ketika melahap 11 tikungan ke arah kanan dan enam tikungan ke arah kiri itu.
Karena itu aku tak menyalahkan saat Michael Doohan sang legenda MotoGP yang kerap disapa Mick itu mencemaskan para pebalap karena sulit membedakan nuansa kompetisi dan hawa liburan, saat tiba di Lombok nanti. Tak berlebihan karena sirkuit di pesisir selatan Lombok itu berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Tak jauh dari Sirkuit Mandalika, terbentang Pantai Kuta Mandalika. Berjejer-jejer ada Pantai Seger, Pantai Serenting, Pantai Tanjung Aan sampai Pantai Gerupuk dengan keelokan mayapada yang luar biasa.
Inilah eksotisme Mandalika.
Bersama-sama dengan Danau Toba, Borobudur, Bunaken dan Bangka Belitung, Mandalika siap menjadi 'Bali baru' dengan statusnya sebagai DSP (Destinasi Super Prioritas).
Terpilihnya DSP Mandalika sebagai unggulan wisata Indonesia ini seolah bukti bahwa Mandalika siap membuka dirinya pada dunia. Tidak seperti dulu, Mandalika kini membiarkan para pelancong menemukannya.
Kondisi ini mau tak mau mengingatkanku pada tradisi Bau Nyale yang berakar pada legenda Putri Mandalika dan selalu dirayakan oleh suku Sasak di setiap tanggal 20 pada bulan ke-10, penanggalan mereka.
Alkisah Putri Mandalika adalah perempuan cantik jelita dan baik hati. Demi menemukan pendamping, sang Ayah yang adalah Raja menggelar sayembara. Berbondong pangeran dan pemuda dari penjuru negeri tiba. Namun Putri Mandalika tak ingin mereka semua saling perang hanya demi mendapatkannya. Dia pun memilih terjun ke laut di tepian pantai Seger.
Konon tubuh Putri Mandalika menjelma jadi cacing warna-warni di laut yang disebut nyale. Demi mengingat pengorbanan sang Putri Mandalika, suku Sasak pun menggelar ritual mencari nyale dari generasi ke generasi lewat tradisi Bau Nyale.
Dan seperti layaknya sang putri itu sendiri, kawasan Mandalika tentu wajib dibesarkan dengan perilaku yang istimewa. Sebagai gerbang wisata Pulau Lombok, Mandalika tak boleh hadir biasa-biasa saja.