Sebenarnya pertanyaan retoris ini sudah diketahui jawabannya. Bahkan bila pertanyaan tersebut diajukan kepada anak kecil sekalipun, kemungkinan mereka akan tau harus menjawab apa.
Hanya saja, belakangan perkara berbakti kepada orang tua menjadi sesuatu yang ramai dibahas ulang. Sebab walaupun sudah akrab sekali, disampaikan sejak kecil bahwa berbakti kepada orang tua adalah kewajiban, nyatanya ada yang karena satu dan lain hal tidak menjalankan hal itu. Parahnya, bukan sekedar tidak berbakti, melainkan hingga dituding "membuang orang tua".
Kerasnya ekonomi dan pola hidup materialistik yang akhirnya menjadi sasaran penyebab semuanya. Dengan dalih kebutuhan banyak, rumah belum punya sendiri, kesibukan mencari penghasilan, dan alasan lain yang sejenis, akhirnya mengikis fitrah anak untuk berbakti kepada orang tuanya.Â
Anak yang seharusnya memuliakan orang tua lanjut usia, justru berbalik. Seakan kehilangan belas kasih pada mereka yang memperjuangkan masa kecilnya dengan bersusah payah.
Di satu sisi, individualisme juga menelurkan sikap yang tak jauh berbeda. Walaupun secara ekonomi berlebih, mapan, atau bahkan berada, namun relasi anak dengan orang tua seolah bukan layaknya hubungan keluarga.Â
Kepentingan dan kebahagiaan untuk mendapatkan kebebasan akhirnya anak memberikan pilihan kepada orang tua: dirawat suster di rumah, ataukah tinggal di panti jompo dengan fasilitas istimewa?
Tabiat manusia sebagai makhluk sosial akhirnya memberikan dorongan sebagian lansia untuk tinggal di panti jompo. Alasannya mereka dapat menemukan teman yang dapat diajak bercengkrama, menyalurkan kebutuhan akan perhatian yang sesungguhnya. Merasa tidak kesepian meskipun tidak bersama dengan sanak keluarga sebenarnya.
Demikianlah gambaran hidup di usia saat ini. Ada atau tidak dari sisi materi, keputusannya tidak jauh berbeda. Dengan demikian, persoalan utamanya bukan sebatas alasan ekonomi, melainkan adanya kegersangan akan pemaknaan hakikat berbakti itu sendiri.Â
Tidak semuanya beranggapan berbakti itu kewajiban, tidak sedikit yang beranggapan menjaga lansia sebagai beban. Simplifikasi mereka adalah karena ketika kecil mereka juga tidak diasuh langsung orang tuanya, terbiasa hidup di day care atau di rumah hanya dengan baby sitter. Tuai sesuai yang ditanam.
Semuanya ini seakan membenarkan bahwa kehidupan dijalankan dengan filosofi yang kering unsur spiritual. Hidup ya hidup, bahagia ya bahagia sendiri, tanpa memerdulikan bagaimana keadaan sekitar, tanpa mementingkan bagaimana pandangan agama dalam keseharian. Yang memberikan harapan dan manfaat dipertahankan, yang dianggap beban dan dinilai merugikan ya disishkan. Khas pola sekuler liberal yang memang semakin meresap sampai sendi terkecil keluarga.
Akibat jauhnya keterpengaruhan agama dalam kehidupan, nilai berbakti nyaris asing. Kewajiban bakti dikesampingkan, keutamaan berbakti kalah penting dengan kebahagiaan keluarga kecil yang baru.Â