Nama shahabat Amru Bin Ash tetiba trending di tengah wabah terjadi. Bukan tanpa sebab, kemampuannya memutus rantai wabah yang terjadi di zamannya lah yang menjadi pemantiknya. Dikisahkan ketika menjadi pemimpin menggantikan pendahulunya di musim wabah di masa Kekhalifahan Umar Bin Khaththab, beliau memiliki pandangan yang berbeda pandangan dengan mereka.
Beliau berseru kepada khalayak umat dengan mengatakan: "Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung." (Diriwayatkan dari Imam Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitab Badzal Maa'un hal 163). [1]
Sebagian sahabat radhiyallahu 'anhu yang lain memang ada yang pasrah tidak menyarankan tindakan apapun namun hal ini bukanlah berangkat dari perintah wahyu. Ketika sahabat yang terkemuka seperti Umar bin Khattab ra. dan Amr bin Al-Ash ra. menganjurkan sesuatu yang lebih tepat maka para sahabat yang lain dapat memahami dan mengikuti petunjuk dan arahan yang lebih selamat bagi ummat pada waktu itu.
Sedangkan di masa sekarang ini, sains modern dalam bidang kesehatan masyarakat, khususnya bidang ilmu epidemiologi, mensyaratkan apabila suatu wilayah terjangkit maka haruslah dilakukan karantina terhadap para penderita, sementara itu untuk mencegah agar wabah tidak meluas maka prosedur yang ditempuh adalah penghentian kegiatan-kegiatan umum yang melibatkan massa agar kontak sosial dapat diperkecil sebisa mungkin. Tentu sebagai seorang muslim, tawakkal kepada Allah tetap menjadi pegangan hidup namun bukan berarti muslim harus berpasrah menerima apa adanya sementara belum menempuh daya upaya ikhtiar yang maksimal sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ada. [1]
Berangkat dari teladan kesuksesan Amru Bin Ash dan protokol epidemologi di atas, maka sangat wajar jika kemudian ada beberapa wilayah yang melakukan pembatasan pergerakan manusia. Bahkan mereka melakukan karantina wilayah dalam skala negara. Kalaupun ada yang masih membolehkan kegiatan penting di luar, maka aturannya dipertegas. Sebisa mungkin tidak terjadi kontak dalam jarak dekat dan tidak dalam waktu yang lama. dan tentunya wilayah yang berani memberlakukan aturan demikian juga menjamin keberlangsungan hidup warganya. Kucuran dana besarpun dikeluarkan.
Sayangnya kondisi tersebut tidak sama di semua wilayah. Konsep negara bangsa yang menyekat imaginer satu wilayah dengan wilayah lain menjadikan fokus konsentrasi penanganan wabah dikembalikan pada kebijakan masing-masing negara. Sehingga tatkala kepentingan ekonomi kapitalis bermain, ada kemungkinan berpengaruh pada kebijakan yang dipilih. Sehingga wajar jika kemudian ada yang benar-benar menekan dampak wabah dan mengejar keselamatan warganya; dan ada pula yang sebaliknya.
Maka berbahagialah mereka yang ada dalam posisi aman. Sedangkan yang belum, kesabaran lah yang harus digenggam. Sabar menerima ketetapan Allah seraya mengupayakan ikhtiar keselamatan, dan sabar beramar makruf agar apa yang seharusnya dikerjakan pihak berwenang bisa dilaksanakan. "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal." (TQS Attaubah: 51). []
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H