Mohon tunggu...
Achmad Rajab Afandi
Achmad Rajab Afandi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tumbuh dan belajar, lagi dan lagi

Penikmat Perjalanan, Penikmat Perbincangan dalam Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sesak Asap di Riau ; Bak Asap yang Tak Ada Api

8 September 2015   16:04 Diperbarui: 8 September 2015   18:24 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yah, kita terlanjur termakan pepatah, tidak ada asap kalau tak ada api. Padahal yang paling benar ada api karna disulut, ada para pembakar rakus disetiap api hutan.

Kemarin, seperti halnya presiden presiden sebelumnya, Jokowi memerintahkan untuk menangkap, dan mencabut izin pengusaha rakus. Tapi adakah yang tau, dalam 18 tahun ini mana nama Perusahaan yang sudah dicabut izinnya itu..? kalau saya, yang saya tau, yang dihukum itu petani pembakar satu dua hektar lahan yang di expose berita berlebihan.

Urusan asap memang tidak sederhana, padahal penyebab utamanya konon ekspansi  Perkebunan Kepala Sawit, dan pengembangan Hutan Tanaman Industri Akasia yang sialnya konon berkontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi.

Laporan WWF yang mengelola Taman Nasional Tesso Nilo menyebut alih fungsi lahan terbanyak memang menjadi perkebunan Kelapa sawit, namun secara hukum tidak dikelola oleh Perusahaan artinya dikelola petani petani swadaya. Tapi anehnya meskipun lahannya tidak dikelola perusahaan besar, soal tandan buah perusahaan merasa lain soalan. petani tetap bisa menjual ke Pabrik Pabrik kelapa sawit sekitar wilayah konservasi.

Padahal isyu perambahan hutanlah yang membuat harga sawit Indonesia tidak menarik. Meskipun pemasok minyak kelapa sawit terbesar, namun black campaigne soalan ini membuat membuat produk Kelapa sawit kita tidak laku dipasar eropa yang lebih suka minyak biji bunga matahari, atawa minyak kedelai.

Jadilah seperti sekarang, tiap tahun ada saja waktunya petani menaggung harga di bawah serecehan seribu rupiah. Industri sawit kita besar tapi tak mampu punya daya tawar pasar yang kuat.

 

Itu baru Perkebunan Kelapa sawit, belum lagi Pabrik kertas, belum lagi penegakan hukum, belum lagi pemerataan kesejahteraan, dan diantara “belum lagi” itu ada banyak titik titik korupsi, rasuah, pejabat korup, dan pengusaha penyuap.

Tidak sesederhana asap yang bisa hilang jika kita memadamkan api, urusan industri, ekonomi penduduk, hutan alam dan tata administrasi adalah PR yang sudah menumpuk jauh sebelum soalan asap ini menghilang.

Mengurai masalah dengan tepat, kemudian membunuh permasalahan sampai ke akar akarnya sepertinya sudah menjadi urgent saat ini.

Gelagat penyelesaian masalah asap hanya dipermukaan saja tampaknya sudah mulai tercium para aktivis lingkungan. Gembar gembor pembagian masker, bom air, beternak hujan dengan kampanye garam, atau pun blusukan-nya Presiden ditengah hutan yang terbakar di Palembang nampaknya sudah tak mempan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun