Mohon tunggu...
Achmad Rajab Afandi
Achmad Rajab Afandi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tumbuh dan belajar, lagi dan lagi

Penikmat Perjalanan, Penikmat Perbincangan dalam Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Vihara Hoo An Kiong  dan Tua Pek Kong Sakti di Selat Panjang

2 September 2015   10:17 Diperbarui: 2 September 2015   10:17 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Vihara Hoo An Kiong Selat Panjang

 

Bagian Ke V (Habis)

Dua hari di Negeri Niaga Kencana Melayu; Selat Panjang

Bagian Ke IV Dapat disimak di

http://www.kompasiana.com/arafandi/mi-sagu-vs-nasi-goreng-seafood-saya-mie-sagu-aja_55e552c72b7a612e38a04700

Setelah semua urusan selesai pagi itu, kami memutuskan untuk mampir ke Kelenteng. Bukan tanpa alasan sebenarnya, karena jumlah kelenteng sangat banyak dan mencolok di Selat Panjang saya jadi penasaran. Mungkin berbanding lurus dengan jumlah masjid di pulau ini. Pagi waktu masuk fajar tadi, saya menyempatkan sholat subuh di masjid melayu di tenga kota, dan ternyata shaff shalatnya cukup banyak, hampir penuh 2 shaff.

Saya menayakan dimana kelenteng terbesar di pulau ini, beberapa rekan saya mengatakan wajib mengunjungi Vihara Sejahtera Sakti. Kami-pun meluncur kesana.

Warnanya Merah mencolok, dengan gerbang besar kokoh. Di brosur vihara ini disebutkan vihara ini sudah berusia lebih dari 150 tahun, Tertua di Sumatera.

Kami sampai waktu matahari sepenggalan, tapi aktifitas vihara sudah berdenyut. Sekitar lima orang yang sedang sembayang di vihara ini, dua orang yang tampaknya pasangan sedang membakar hio di halaman sebelum masuk pintu utama. Kami ragu ragu masuk kedalam, betapapun saya penasaran tentang isi dari vihara ini, saya sadar saya sedang masuk ke wilayah paling sensitif seseorang, Keyakinan.

Akhirnya saya bertanya dengan penjual kertas doa di badan kanan halaman, mereka memperkenalkan dengan petugas yang tampaknya punya otoritas atas pengunjung di vihara ini. Paman penunggunya ramah menyapa, memberikan kami buku panduan sejarah, dan brosur vihara, sisa perayaan imlek februari lalu.

Dari situ kami tau, Bangunan ini juga dikenal dengan sebutan Vihara Hoo An Kiong. Meski cadel berbahasa indonesia bercampur dialek tionghoa, namun dia masih lincah menjelaskan arti lukisan yang terpahat di pualam dinding masuk vihara. Di dinding yang kokoh ini ternyata mengungkap 24 kisah Murid agung yang banyak mengajarkan kebijaksanaan.

Saya cukup puas berjalan jalan di luar bangunan utama, terus terang saya sangat sungkan masuk ke ruang sembahyang. Namun Paman penjaga tadi malah mengatakan, “kalau mau masuk luang sembayang  juga boleh” katanya. “Yang penting hati belsih, niatnya juga belsih”. Wah kebetulan, saya akhirnya masuk.

Sang paman menceritakan tentang dewa-dewa yang disembayangi oleh pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Ada Dewi Kwan inn, dan beberapa dewa dewa populer lainnya. Terus terang saya khawatir salah menyebutkan nama dewa dan posisi pentingnya. Yang jelas banyak menyebut kemakmuran, kesejahteraan, kesehatan, keberuntungan dan terhalau mara bahaya.

Tiap pengunjung yang datang, membakar lidi doa, lalu melakukan ritual tertentu, baru kemudian menancapkan lidinya kedepan dewa/dewi yang dimaksudnya.

Tapi yang paling teringat satu dewa utama di kelenteng ini, Namanya Tua Pek Kong. Tidak boleh ditunjuk, cukup disebut saja namanya. Tidak boleh difoto, atau dia dan empat prajuritnya akan mengikuti kita kemanapun pergi, digerayangi sampai mimpi. Hih…

Tua Pek Kong, paling sering disebut disini. Selain karna rumah peribadatan ini awalnya memang didirikan untuk menghormati dewa ini, posisinya sebagai dewa bumi yang membagi kemakmuran dan keselamatan memang cocok dengan permohonan paling banyak dipanjatkan etnis Tionghoa.

Tua pek kong tersakti justru bukan yang terbesar di klenteng ini. Tapi yang kecil, berwarna hitam, yang entah terbuat dari logam atau kayu dibawahnya. Berusia lebih dari 150 tahun dibawa oleh leluhur pengelana pertama dari daratan China.

Satu lagi, Tua Pek Kong ini bisa menjawab segala pertanyaan. Caranya Bakar lidi sembayang, hadapkan lidi ke Tua Pek kong sambil menanyakan satu hal yang ingin diketahui. Tancapkan lidi ambil semacam stik yang berisi tulisan, paman penjaga akan membacakan jawaban pertanyaan mu.

Dari pembicaraan saya kemarin dengan sebuah Keluarga tionghoa mereka tak sekali dua kali mendapatkan jawaban benar dan petunjuk sakti dari Tua Pek Kong ini.

Sayangnya tak ada pengunjung yang sedang mempraktekan itu, Padahal saya ingin tau. si Paman menawarkan kepada kami. “Mau tanya apa saja boleh”, meski ingin melihat tapi saya menggeleng yakin. Dalam Islam nanya nanya dengan yang beginian akan membuat saya berurusan dengan urusan berat di akhirat.

Arsitekturnya memang terasa tua, dan sangat orintal. Aroma dupa dan lidi doa yang dibakar memenuhi ruangan. Jika lilin harapan dihidupkan maka teranglah kesejahteraan untuk sang pendoa.

Kami akhirnya undur diri, mengucapkan terima kasih dan berusaha menyelipkan uang “terima kasih” kepada paman penjaga yang sangat ramah mau menjelaskan segalanya tentang sejarah dan segala hal yang kami tanya di kelenteng Tua Pek kong ini.

[caption caption="melambangkan rezeki dan kemakmuran yang telus mengalir kepada pengunjung kelenteng"]

[/caption]

Tapi dia tersenyum menggeleng, “terima kasih” katanya “ini sudah menjadi tugas saya” sambil menolak pemberian kami. Saya kagum dengan keyakinan dan pelayanan pria ini.

dibagian depan kelenteng terdapat gerbang laut yang melambangkan rezeki dan kemakmuran, ada juga lilin doa raksasa, dan tempat pembakaran kertas doa.

selesai dari kelenteng, kami bergegas ke pelabuhan. Saya tak mau di klakson kapal lagi. Sambil menunggu kapal berangkat kami makan ikan Selais goreng di pelabuhan. Enak dan terasa segar.

Setelah kapal siap berangkat, saya mengambil tempat sesuai dengan nomer tiket. Baru saja kapal menaikkan jangkar dan berjalan, saya keluar lagi dari ruang dalam geladak untuk melihat dermaga dan kota Selat panjang yang saya tinggalkan.

Saya memang tak melambaikan tangan tapi saya berlahan saya berucap “Terimakasih Selat panjang, untuk perjalanan yang memperkaya pikiran saya…!!”

 

 

Catatan perjalanan mengunjungi Selatpanjang, 3-4 Maret 2015

Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun