Dari situ kami tau, Bangunan ini juga dikenal dengan sebutan Vihara Hoo An Kiong. Meski cadel berbahasa indonesia bercampur dialek tionghoa, namun dia masih lincah menjelaskan arti lukisan yang terpahat di pualam dinding masuk vihara. Di dinding yang kokoh ini ternyata mengungkap 24 kisah Murid agung yang banyak mengajarkan kebijaksanaan.
Saya cukup puas berjalan jalan di luar bangunan utama, terus terang saya sangat sungkan masuk ke ruang sembahyang. Namun Paman penjaga tadi malah mengatakan, “kalau mau masuk luang sembayang juga boleh” katanya. “Yang penting hati belsih, niatnya juga belsih”. Wah kebetulan, saya akhirnya masuk.
Sang paman menceritakan tentang dewa-dewa yang disembayangi oleh pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Ada Dewi Kwan inn, dan beberapa dewa dewa populer lainnya. Terus terang saya khawatir salah menyebutkan nama dewa dan posisi pentingnya. Yang jelas banyak menyebut kemakmuran, kesejahteraan, kesehatan, keberuntungan dan terhalau mara bahaya.
Tiap pengunjung yang datang, membakar lidi doa, lalu melakukan ritual tertentu, baru kemudian menancapkan lidinya kedepan dewa/dewi yang dimaksudnya.
Tapi yang paling teringat satu dewa utama di kelenteng ini, Namanya Tua Pek Kong. Tidak boleh ditunjuk, cukup disebut saja namanya. Tidak boleh difoto, atau dia dan empat prajuritnya akan mengikuti kita kemanapun pergi, digerayangi sampai mimpi. Hih…
Tua Pek Kong, paling sering disebut disini. Selain karna rumah peribadatan ini awalnya memang didirikan untuk menghormati dewa ini, posisinya sebagai dewa bumi yang membagi kemakmuran dan keselamatan memang cocok dengan permohonan paling banyak dipanjatkan etnis Tionghoa.
Tua pek kong tersakti justru bukan yang terbesar di klenteng ini. Tapi yang kecil, berwarna hitam, yang entah terbuat dari logam atau kayu dibawahnya. Berusia lebih dari 150 tahun dibawa oleh leluhur pengelana pertama dari daratan China.
Satu lagi, Tua Pek Kong ini bisa menjawab segala pertanyaan. Caranya Bakar lidi sembayang, hadapkan lidi ke Tua Pek kong sambil menanyakan satu hal yang ingin diketahui. Tancapkan lidi ambil semacam stik yang berisi tulisan, paman penjaga akan membacakan jawaban pertanyaan mu.
Sayangnya tak ada pengunjung yang sedang mempraktekan itu, Padahal saya ingin tau. si Paman menawarkan kepada kami. “Mau tanya apa saja boleh”, meski ingin melihat tapi saya menggeleng yakin. Dalam Islam nanya nanya dengan yang beginian akan membuat saya berurusan dengan urusan berat di akhirat.
Arsitekturnya memang terasa tua, dan sangat orintal. Aroma dupa dan lidi doa yang dibakar memenuhi ruangan. Jika lilin harapan dihidupkan maka teranglah kesejahteraan untuk sang pendoa.