[caption caption="foto sumber : https://selatpanjangkabupatenkepulauanmeranti.files.wordpress.com/2010/12/selatpanjang3.jpg"][/caption]
Bagian Ke III
Dua hari di Negeri Niaga Kencana Melayu; Selat Panjang
Bagian Kedua dapat disimak disini
Kami makin mendekat ke Pulau Tebing Tinggi, Dipelabuhan Tanjung Harapan, suasana suda riuh. Dilihat dari sisi laut pinggiran pulau, Jejeran rapat rumah penduduk terlihat tua dan sibuk. Belum lagi aktifitas belasan kapal yang membongkar muat dipingging pinggir pelabuhan. Bandar ini jelas bandar yang sibuk.
Kapal cepat yang kami tumpangi membuang jangkar, yup akhirnya sampai. Untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Kota Selat Panjang - Pulau Tebing Tinggi, Kecamatan Meranti. Lucunya saya masuk dari pintu kedatangan Internasional, yang fasilitasnya gak menginternasional.
Penasaran soal kata internasional ini, akhirnya saya tanya juga internasional yang dimaksud disini internasional yang mana ya..? ooo ternyata selain melayani rute Tanjung Buton, Bengkalis, dan Pekanbaru, dihari tertentu pelabuhan ini juga melayani Rute Khusus ke Batu Pahat-Malaysia.
Batu Pahat ini Masuk wilayah Kesultanan Johor, persis match dengan cerita Penaklukan Rajak Kecik Mambang atas wilayah Johor.
Menarik juga, keluar dari pelabuhan kami dijemput oleh seorang teman. Dipelataran Parkir tak banyak Mobil yang ada, justru puluhan Becak motor yang manawari kami tumpangan. Rupanya mobil bukan favorit transportasi disini, mereka punya transportasi darat yang lebih efisien untuk Pulau ini, Motor untuk di darat dan Perahu untuk di air, simple sekali.
Keluar dari kawasan pelabuhan kami disambut jalanan rapi dan mulus, Tapi tak usah terburu buru disini. Sebab jalanan yang jarang dilalui oleh mobil akan membuat kita bisa menikmati waktu, yang anehnya pengguna jalan disini tidak ada yang tergesa menggunakan moda transportasi.
Nah omong omong soal jalanan di kota selatpanjag ini memang menarik karna Mobil tidak banyak, praktis kendaraan favorit adalah motor. Untuk transportasi umum mereka menggunakan becak motor, semacam becak yang ditenagai kuda jepang.
Lalu yang paling menarik adalah moda sepeda, jangan bayangkan sepeda merek P*ligon yang keren itu. Ini benar benar sepeda seperti yang kita punya ditahun 90-an. Siang itu pemandangan ini lebih menarik lagi, karna yang mengendarai adalah aki-aki Tionghoa berbaju putih lusuh, dengan kecepatan pelan sambil tersenyum. Ingatanmu akan melayang bak dua puluh tahun yang lalu.
Jumlah penduduk Selat panjang mencapai 230 ribu jiwa, terbesar adalah Melayu, 30% diantaranya bermarga tionghoa sisanya Tamil, Jawa, dan Bugis. Tionghoa di Selatpanjang Berbahasa Hokian, mereka bukan datangan sepuluh dua puluh tahun yang lalu, usia tionghoa di sini hampir sama dengan usia Selat Panjang sendiri.
Sejak didirikan tahun 1807 oleh kesultanan Siak, generasi yang tinggal di Bandar ini, konon sudah berusia lebih dari 170 tahun.
Zaman yang panjang inilah yang sangat mempengaruhi pola hidup dan demografi Melayu – Tionghoa di Bandar tua ini.
Saya dibawa keliling dulu oleh teman penjemput, hal unik disini adalah fakta bahwa kota ini padat, ramai, namun santai. Mungkin efek motor dan sepeda tadi. Mengelilingi kota selat panjang bagaikan mengeliling musium besar.
Entah mengapa, saya merasa bangunan bangunan tua di pusat kota Selat panjang ini punya cerita yang harus diungkap. Jelas sekali pusat keramaian dari kota ini sudah berumur, mungkin puluhan tahun mungkin juga ratusan tahun, tapi saya yakin akan satu hal ; mereka pernah Kaya, pernah sangat makmur sentosa.
Pusat pertokoan terlihat lusuh ber cat pudar itu berjajar rapi, ber blok blok toko dengan bangunan kokoh, diselingi oleh Vihara mencolok yang kadang berseblahan dengan masjid, Kedai kopi, Bahkan Bioskop.
Bayangkan ini negeri pulau nan jauh ini, yang tak bisa diakses dengan transportasi darat, mereka punya bioskop. Saya yakin peranan Selat panjang di panggung sejarah belum banyak diungkap.
Kawasan yang kami lewati tadi benar benar seperti gambaran Serial HBO yang dibintangi Ario Bayu, Serangoon Road. Yang menceritakan keadaan Singapura dimasa lalu. Kalau saja Paul D Barrond dari HBO tau tentang Selat panjang ini, mungkin dia tak perlu membuat Mega Set di Batam dan Singapura untuk keperluan Filmnya. Kampung Cina Selat Panjang sangat Serangoon road.
Saya membayangkan, mereka men-cat ulang bangunan bangunan tua disini dengan warna warna oriental, membuang tenda tenda jualan yang tak perlu, menutup akses kendaraan, dan menggelar meja dan kursi di tengah jalan, pun jangan lupa hidupkan hio dan lampion dimalam hari, plus pakaikan mereka sergam melayu tionghoa yang memorizing itu. Saya yakin orang orang akan rela membayar mahal untuk menikmati pusat kuliner ter eksotik ini.
Festival Perang Air
Sebenarnya tak ada yang benar benar disebut kampung cina dan kampung Melayu di kota Selat Panjang ini, semuanya bercampur baur. Masjid berhimpit dinding dengan vihara, anak anak tionghoa magang belajar lapangan di Bank Syariah, penjual kedai kopi melayu memanaskan air, sedang tukang ngudut yang santai disudut terkekeh kekeh itu seorang aki aki tionghoa. Mereka sudah jadi satu identitas tersendiri.
Konon di Tahun Baru Bulan, yang baru saja usai ketika saya datang. Masyarakat Selat Panjang punya tradisi unik. Sebelum Tahun Baru Imlek, perantau perantau tionghoa di Pekanbaru, Bengkalis, Sungai Pakning, Malaysia, dan Singapura akan meramaikan Kota, mungkin semacam mudik lebaran.
[caption caption="foto sumber : http://oketimes.com/photo/dir022015/oketimes_Tradisi-Festival--Perang--Air-Saat-Imlek-di-Meranti-Daya-Tarik-Wisata-Daerah.jpg"]
Perayaan dimulai dengan Perang Air selama 6 hari berturut turut. Caranya banyak warga berlakon bak warior setiap petang, tiap warga akan menenteng Pistol Air, atau bahkan granat granat air yang akan disemprotkan dan dilempar ke warga lain. Semuanya berkeliling kota menggunakan becak motor. Tak peduli tionghoa atau melayu siapapun yang lewat di petang perayaan perang air maka pasti akan diserbu oleh semburan air yang sudah disiapkan warga.
Tak hanya warga biasa, bahkan Bupati, Kapolres, atau pejabat daerah manapun tetap halal untuk di “Perangi” di perayaan ini. Di perayaan Imlek Februari lalu, Bupati Meranti, Irwan menyerah diputaran pertama setelah basah kuyub diserang warga dengan pistol air. Konon perayaan ini menyedot turis sampai hongkong, Singapura, Daratan China, Taiwan dan Australia.
Selain karena Perang Air di hari ketujuh mereka punya perayaan Cue Lak, perayaan hari utama yang dimulai dengan Pesta Kembang api. lalu diiringi dengan menggiring Tandu Patung Dewa yang membebaskan kekuatan jahat di Pulau serta membagikan kemakmuran kepenjuru kota. Arak arakan juga akan diikuti dengan iring iringan Barongsai, Tari Liong, Bahkan Reog.
Perayaan ini termasuk perayaan terbesar di Riau bersama sama dengan Festival Bakar Tongkang Di Bagan Siapi Api, dan Imlek di Bengkalis. Yang utama dari perayaan ini adalah pelibatan seluruh entitas masyaraat Selat Panjang.
Saya terdiam sejenak mendengar cerita ini. Semacam memberikan saya defenisi baru tentang kebangsaan. Tentang berbagi tanah yang sama dengan kebebasan berekspresi yang kian mahal.
Bagian ke IV dapat dibaca disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H