Mohon tunggu...
Achmad Rajab Afandi
Achmad Rajab Afandi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tumbuh dan belajar, lagi dan lagi

Penikmat Perjalanan, Penikmat Perbincangan dalam Perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jalur Niaga Kejayaan Kerajaan Siak Sri Indrapura

29 Agustus 2015   11:40 Diperbarui: 29 Agustus 2015   11:40 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Bagian Kedua)

Dua hari di Negeri Niaga Kencana Melayu; Selat Panjang

 

Bagian pertama dapat dibaca disini :

http://www.kompasiana.com/arafandi/dua-hari-di-negeri-niaga-kencana-melayu-selat-panjang_55dfed9b7193730d122bd793

 

Satu jam kemudian, kami sampai di pelabuhan kecil Perawang, disana kami diturunkan dari kapal. Perjalanan menuju pelabuhan Tanjung Buton dilanjutkan dengan Bus Naga Line. Agak aneh sebenarnya, lantaran jalur luas sungai Siak pasti lebih efisien jika dirrect way langsung ke Tanjung Buton.

Tapi entah kenapa jalur ini harus terpotong di Perawang. Ingat punya ingat, saya curiga lantaran jalur Perawang-Tanjung Buton adalah lalu lintas sibuk transportasi niaga dan Jalur Pasokan kayu Hutan Tanaman Industri April Pulp dan Sinarmas Pulp. yang konon jika kedua Raksasa Kertas ini digabungkan maka akan menjelma menjadi industri produksi Kertas terbesar didunia.

Kalau punya kesempatan luang, duduklah dibawah jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak Sri indrapura. Dalam hitungan yang tak lama, kapal ponton pengangkut berton-ton kayu Akasia dari hutan Tanaman Industri akan melintas, belum lagi kapal pengangkut peti kemas yang membawa kertas kenegri yang jauh entah dimana.

Mungkin lalu lintas inlander macam kami kami yang menggunakan kapal cept ini, akan menganggu aktivitas niaga yang bernilai triliunan itu.

Diatas bus nyaman ini tak henti kami menggunjingkan perusahaan kertas ini, tentang hutan hutan yang dulu dikonversi menjadi hutan tanaman industri. Atau kapasitas produksi kertas yang tidak sebanding dengan pasokan kayu HTI. Aktivis lingkungan kadang sering mencibiri Penguasa 65% produksi kertas nasional ini yang sedikit dikit melahap dan merubah hutan alam Riau jadi bubur kertas.  

Lalu pemandangan berubah, dijalanan jadi banyak truk truk sawit yang hilir jumpa, Perkebunan penghasil minyak goreng, dan Jalur pipa besar di pinggiran jalan Arah Buton yang konon mendistribusikan minyak dari Kampung Minyak Nasional Ke Pelabuhan. Perjalanan memang makin membosankan, tapi tidak dengan gunjingan kami soal hubungan tak ceteris peribus antara kekayaan hasil alam Riau dan Index Pembangunan Manusianya, ironi Kaya yang mengenaskan.

Akhirnya kami sampai juga di Tanjung Buton, walaupun harus diakui fasilitasnya tak semegah namanya. Pertama kali saya mendengar buton, saya teringat boston. Kota pelabuhan mahsyur di Massachusetts  Amerika Serikat. Ah barangkali nanti nanti yang masih lama itu.

Kami berganti Kapal Lagi, Kali ini jauh lebih cepat karna walaupun punya kapasitas kecepatan yang baik, kecepatan kapal di jalur sungai siak dibatasi oleh pemerintah, Hal ini untuk mencegah abrasi bibir sungai oleh ombak yang di hasilkan oleh gelombang cepat kapal.

Perairan Selat Panjang benar benar luas dan panjang, sayangnya karna berada diantara dua muara sungai besar di Riau, warna airnya kecoklatan dengan pinggiran selat adalah hutan bakau yang lebat. saya mencurigai pulau pulau ini adalah delta yang besar, yang tumbuh ribuan tahun. Jika asumsi saya benar, pastilah tanahnya subur permai.

Jika ditilik dipeta sesungguhnya memandang Selat panjang yang akan saya datangi ini sangat menarik. Bayangkanlah abad ke 17 dimana semua transportasi penting berada di air. Selat panjang bagaikan benteng dan tanah niaga tersendiri. Letaknya strategis untuk kerajaan yang sezaman waktu itu.

Mewakili Sumatera, Bandar ini Sangat mungkin dulunya jadi tempat persinggahan saudagar Johor dan Malaka sebelum sampai ke tiga kerajaan penguasa sungai di daratan Melayu Riau, Siak Sri Indrapura, Kampar, dan Indragiri.

Belum lagi Lalu lintas inggris di Pulau Pinang, Belanda di Bengkalis, diutara lagi Aceh yang hilir mudik menyebar pengaruh.

Kesultanan Siak diuntungkan dengan Penguasaan perniagaan hasil bumi seperti Kayu, Emas, Kapur Barus, merica dan Timah. Kerajaan Siak dijalur Selat Panjang menjadi lalu lintas yang ramai. dari artikel yang saya dapatkan, penguasaan dan pengamanan jalur selat Malaka, Siak Mendapatkan Bayaran hingga 3000 ringgit dari kapal kapal Palembang yang melintasi Perairan ini.

Saya merenungi sedikit perjalanan saya, kalau begitu saya sedang menapaktilasi sejarah, menyusur budaya besar yang sedikit orang orang tau, tentang Dunia Melayu Riau. Perlahan namun pasti bayangan kemegahan masa lalu di wilayah Siak ini menghilangkan suara berisik mesin kapal di kepala saya. dan sedikit demi sedikit berkecambah juga akhirnya rasa cinta saya pada negri Hang Tuah ini.

Bersambung ke bagian III

http://www.kompasiana.com/arafandi/berbagi-pulau-dalam-sentosa-tionghoa-melayu_55e24bdd4123bda31bb9eaea

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun