Tata pamer museum awalnya menceritakan mengenai wilayah Armenia dan kehidupan masyarakat Armenia di era Kekaisaran Ottoman sebelum peristiwa pembantaian terjadi melalui peta di dinding.
Lalu alur cerita pun beralih ke peristiwa pembantaian, lengkap dengan ilustrasi gambar dan foto-fotonya. Jujurnya, saat itu saya agak shock saat menerima informasi yang disampaikan di museum karena saya betul-betul tidak punya bayangan akan peristiwa yang terjadi.
Walaupun kini saya sudah tidak ingat lagi detail masing-masing peristiwa pembantaian, namun, sampai sekarang saya masih ingat sebuah foto yang memperlihatkan anak-anak Armenia yang dibuang oleh pemerintah Turki Ottoman ke gurun di daerah Syria.
Mereka kurus kering sampai tulang-tulangnya terlihat dan dibiarkan meninggal kepanasan, kehausan, dan kelaparan di gurun.
Sebenarnya, apapun tragedi kemanusiaannya pastilah membuat orang yang mendengar atau melihat menjadi terhenyak. Merinding. Namun, bagi saya pribadi, pembunuhan masal ini membuat saya malu! Pasalnya, pembunuhan dilakukan oleh Kekaisaran Turki Ottoman yang biasanya saya kagumi kebesarannya.
Untuk pertama kalinya, saya merasa malu saat melihat sebuah pameran museum. Alasannya sangat personal: karena kekaisaran (dinasti) yang biasanya saya kagumi ternyata memiliki sisi gelap yang saya tidak ketahui sebelumnya. Kok bisa ya mereka melakukan kejahatan kemanusiaan seperti itu...
Saat itu saya juga baru menyadari bahwa jendela-jendela di ruang pamer museum didisain berbentuk Salib. Hal tersebut menyebabkan efek cahaya yang masuk ke ruang pamer berbentuk bayang-bayang Salib.
Menurut saya, desain jendela ini memvisualisasikan secara jelas politik identitas Armenia yang ingin ditampilkan di narasi museum.
Setelah selesai melihat pameran, energi positif saya tampaknya sudah terkuras. Memang mengunjungi memorial museum biasanya menguras emosi pengunjung.
Sepertinya teman saya juga merasakan hal yang sama. Kami tidak sanggup lagi apabila harus berjalan kaki menuruni bukit untuk bisa naik “angkot” untuk pulang.