Mohon tunggu...
arachello abanandan
arachello abanandan Mohon Tunggu... -

berdiri diatas keadilan dan kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

JIS Adalah Kita

1 Desember 2014   18:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:20 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul diatas mengingatkan kita pada tagline kampanye presiden 2014. Pada saat itu Jokowi-JK menggunakan tagline “Jokowi-JK adalah Kita”. Tagline ini dipakai untuk menyatakan Jokowi-JK berasal dari kita (rakyat biasa), permasalahan rakyat adalah permasalahan Jokowi-JK dan menegaskan Jokowi-JK merasakan apa yang terjadi dengan rakyat sehingga ketika terpilih nanti akan benar-benar berjuang untuk rakyat.

Jakarta International School (JIS) adalah Kita, berarti ini adalah permasalah kita, apa yang menimpa JIS harus kita bisa rasakan, sehingga kedepan tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi. Kasus JIS bermula pada bulan Maret 2014, ketika seorang ibu dari murid salah satu anak didik JIS melaporkan tindak kekerasan seksual yang menimpa anaknya. Serta merta kepolisian langsung bergerak cepat dengan menetapkan enam orang tersangka dari pegawai alih daya kebersihan yang di sewa JIS. Dalam perkembangannya satu orang tersangka meninggal dunia. Saat ini kasus JIS ini sudah di sidangkan sebanyak 17 kali menghadirkan bukti-bukti dan sanggahan.

Korban dan keluarganya adalah kita, Tersangka dan keluarganya adalah kita, JIS adalah kita. Apa yang terjadi pada mereka sangat rentan terjadi juga terhadap kita.

Dari pihak korban tentu kita sama sekali tidak menginginkan terjadi sama anak cucu kita. Perilaku kekerasan seksual jika benar-benar terbukti dilakukan, maka pelaku harus mendapatkan hukuman yang setimpal dan maha berat. Kekerasan seksual adalah perbuatan biadab terlebih dilakukan terhadap anak kecil. Bagaimana kita bisa membayangkan anak kecil akan tumbuh dengan sempurna jika ada trauma ketika masa kecilnya. Merusak anak berarti merusak generasi mendatang.

Dari pihak tersangka, harus ikhlas diri dan menyerahkan sepenuhnya terhadap hukum jika benar melakukan perbuatan tercela tersebut. Tetapi jika tidak maka kita harus dibelakang mereka. Bagaimana pun “tersangka” adalah kita, karena hal ini bisa terjadi terhadap kita, keluarga, sanak saudara. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan keluarga tersangka yang harus menyaksikan anaknya jadi pesakitan di kursi tersangka, padahal tidak melakukan. Semua tersangka adalah tulang punggung keluarga, yang dengan kasus ini mereka harus menjadi tahanan dan tidak bisa membiayai keluarga. Dari bukti-bukti yang dikeluarkan di persidangan tidak terlihat adanya satu bukti pun yang menyatakan bahwa telah terjadi kekerasan yang dilakukan oleh kelima tersangka ini. Lubang pelepas anak yang diduga korban kekerasan pun dinyatakan normal oleh saksi ahli dari kedokteran. Yang berarti ini tidak ada korban kekerasan seksual sebagaimana di tuduhkan.

Kita menunggu kebenaran akan kasus ini. Tetapi catatannya jangan sampai mengorbankan pihak manapun untuk keuntungan salah satu pihak. Jangan mengorban orang lemah untuk suatu kepentingan. Karena orang lemah ketika bersatu akan menjadi kuat. Jangan karena kadung besar, sehingga kasus ini harus “mengorbankan” pihak lain. Jika terbukti bersalah maka harus dihukum, jika kasus ini hanya halusinasi, maka pihak yang halusinasi juga harus dihukum karena telah menyebabkan penderitaan yang tiada tara bagi pihak lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun