Bagiku, Puri bukan nama yang asing. Sejak masuk kuliah di IAIN (kini, UIN) Jakarta 21 tahun silam (ternyata, sudah bangkotan ya hehe) saya sudah mengenal Puri. Tentu, yang dimaksud bukan Puri, adik kita yang kini tengah membasahi laptop para jamaah kompasiana dengan airmata, yang menggundahkan dan menanamkan duka mendalam. Puri yang saya kenal dengan baik itu adalah nama sahabatku. Jangan salah tebak, Puri yang ini laki-laki, dengan kumis tebal di bawah hidungnya, nama lengkapnya Maspuri, kami biasa memanggilnya Puri.
Kami, saya dan Puri bersahabat akrab. Saat liburan panjang tiba saya pernah berkunjung ke rumahnya, di Tegal, Jawa Tengah. Nama kampungnya unik, Tuwel (saya lebih suka menyebutnya Towel, terasa lebih enak….ditowel gitu loch). Posisi rumah sahabat saya di Towel, eh…Tuwel, benar-benar jauh dari kota, berada di kaki bukit, jalan-jalanya berliku, dan gulita saat malam tiba, karena belum masuk listrik. Untuk sampai ke rumah Puri, kita harus jalan kaki sepanjang kurang lebih satu kilometer. Menuju Tuwel, benar-benar membuat kaki saya teyol. Itu dulu, sekitar lima belas tahun lalu. Mudah-mudahan sekarang kondisinya sudah lebih baik.
Yang membuat saya tak pernah lupa, di Tuwel banyak pohon alpukat yang kebetulan pas saya kesana lagi masa-masa panen. Saya hobi banget makan alpukat. Dan, saya baru kali itulah melihat alpukat ada di pohonnya. Di kampong saya, pohon alpukat tak bisa berkembang. Udaranya terlalu panas. Tapi hati-hati lho kalau manjat pohon alpukat yang sedang berbuah. Banyak ulatnya. Besar-besar dan berbulu. Bikin bergidik, dan bisa gatal-gatal kalau bulunya menyentuh kulit kita.
Selain alpukat, yang berkesan dari Tuwel adalah pemandangannya yang indah, ada bukit-bukit yang masih hijau dan hamparan sawah yang luas. Tak jauh dari Tuwel ada taman wisata, Pamandian Air Panas Guci. Waktu saya kesana, suasananya masih benar-benar asri alami. Kita bisa mandi dengan bebas, tanpa dipungut biaya sepeser pun. Kata orang, air hangatnya bisa menyembuhkan beragam penyakit, terutama penyakit kulit.
Duh, kok jadi cerita tentang Tuwel sih.
Ya itulah teman, mengenang Puri, bagi saya berarti juga mengenang seorang sahabat, yang sudah hampir sepuluh tahun kami tak pernah lagi berjumpa. Padahal dulu kami sangat akrab, saya pernah bercengkrama dengan bapak ibu dan saudara-saudaranya. Bahkan saya pernah merelakan salah satu teman terbaik saya untuk menjadi pacarnya. Meskipun kemudian putus. Tapi kami tetap bersahabat…
Perjumpaan saya terakhir dengannya, 20 Maret 2000, saat saya menikah…
Kini, tiba-tiba nama Puri muncul kembali, bahkan sangat dekat, di depan mata, di baris-baris kalimat yang ditulis sejumlah sahabat-sahabat kompasiana. Puri yang ini benar-benar beda. Meskipun tak pernah jumpa, saya bisa membayangkan keayuan wajahnya, kemanisan senyumnya, keceriaan canda tawanya. Tapi siapa nyana, di balik itu semua ada kanker ganas yang merusak keranuman payudaranya, bahkan hingga merenggut nyawanya.
Saya menyesal tak sempat bertutur sapa dengan Puri yang dari goresan penanya memancarkan semangat, menumbuhkan inspirasi bahwa seperti apa pun hidup yang kita alami, harus disyukuri, dinikmati. Dan, semuanya semakin indah dengan hadirnya keluarga, kerabat, serta para sahabat yang tak pernah lelah menghadirkan senyum dan tawa, memompa semangat, berbagi suka dan duka.
Hidup yang indah akan menghadirkan aura keindahan, bahkan pada saat maut menjemput. Kiranya benar kata Gede Prama, “Kematian bukan lawan kehidupan. Ia adalah mitra makna kehidupan. Hanya dengan menyelami kematian, manusia bisa hidup dengan indah sekaligus mati dengan indah.” Dalam kitab suci disebutkan: “Semua berasal dari-Nya dan akan kembali pada-Nya”
Berbahagialah Puri yang sudah kembali. Menjumpai Sang Maha Suci, yang menurut hadits Nabi merupakan perjumpaan yang membawa kebahagiaan yang tak ada tandingannya.
Selamat jalan Puri…
Mari kita doakan bersama-sama semoga almarhumah dapat dengan lapang menghadap Sang Pencipta, diampuni segala dosanya, diterima segala amal baiknya dan dimasukkan kedalam surga jannatun na'im. Amin.
Tunduk muka berdoa dengan derai air mata..
Rohim Ghazali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H