Konsep  Pro-Poor University sejalan dengan prinsip inklusivitas dan aksesibilitas, yang berfokus pada memberikan kesempatan pendidikan kepada semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang kurang beruntung. Visi ini dapat ditelusuri kembali ke ajaran Sunan Ampel, seorang tokoh penting di antara Wali Songo, yang berperan besar dalam menyebarkan Islam di Surabaya dan sekitarnya.Â
Filosofi Sunan Ampel, terutama doktrin Moh Limo---yang menganjurkan untuk menjauhi lima tindakan tercela (judi, minuman keras, pencurian, narkoba, dan zina)---menjadi kompas moral yang membimbing para pengikutnya menuju gaya hidup yang lebih produktif dan bertanggung jawab secara sosial. Ajarannya mendorong orang untuk menghindari gaya hidup hedonistik, sehingga memperkuat ekonomi dengan fokus pada kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Warisan Sunan Ampel melampaui ajaran agama, karena ia juga merupakan pelopor dalam pembangunan komunitas, dengan mendirikan masjid dan pesantren di sekitar Ampel Denta. Pendekatannya terhadap keterlibatan masyarakat melibatkan sensitivitas sosial dan budaya lokal, menerima semua orang---baik bangsawan maupun rakyat biasa---dalam lingkarannya. Inklusivitas ini beresonansi dengan konsep Universitas Pro-Poor modern, yang bertujuan untuk memberdayakan komunitas yang terpinggirkan melalui pendidikan, seperti halnya Sunan Ampel memberdayakan masyarakatnya melalui bimbingan moral dan spiritual.
Universitas Pro-Poor membayangkan dirinya sebagai pusat aksesibilitas pendidikan, menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif dan terjangkau. Seperti yang diungkapkan oleh Robert Kiyosaki dalam Rich Dad Poor Dad, investasi dalam pendidikan adalah aset jangka panjang yang dapat membentuk masa depan.Â
Dengan mengadopsi prinsip ini, universitas keagamaan dapat memastikan bahwa pendidikan bukanlah hak istimewa bagi segelintir orang, tetapi merupakan hak bagi semua, terutama mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang beruntung. Melalui berbagai inisiatif, seperti program "Satu Keluarga, Satu Sarjana", inovasi hemat, dan metode pembiayaan kuliah alternatif, Universitas Pro-Poor dapat memainkan peran penting dalam pembangunan bangsa dengan menumbuhkan jaringan alumni yang beragam dan berpengaruh.
Perjalanan menuju pembentukan Universitas Pro-Poor penuh dengan tantangan, tetapi juga membuka peluang besar untuk inovasi dan dampak yang signifikan. Tantangan utama adalah mengatasi hambatan keuangan yang mencegah siswa kurang beruntung untuk mengakses pendidikan tinggi. Biaya kuliah, biaya hidup, dan biaya terkait lainnya dapat menghalangi individu yang kurang mampu secara ekonomi untuk mengejar impian akademis mereka. Untuk mengatasi kendala keuangan ini, universitas perlu memikirkan kembali model pendanaannya dan mengeksplorasi mekanisme pembiayaan alternatif.
Salah satu peluang yang muncul dari tantangan ini adalah penerapan inovasi hemat---menciptakan solusi pendidikan berkualitas tinggi dengan biaya rendah. Misalnya, universitas dapat menawarkan kursus daring yang terjangkau, mengurangi biaya operasional melalui teknologi, dan mengembangkan kurikulum yang efisien tanpa mengorbankan kualitas. Tujuannya adalah membuat pendidikan lebih mudah diakses oleh mereka yang tidak mampu membayar pendidikan tradisional yang mahal.
Tantangan lainnya adalah kebutuhan untuk mendukung siswa tidak hanya secara akademis tetapi juga secara sosial dan emosional. Banyak siswa dari latar belakang kurang beruntung mungkin menghadapi tekanan tambahan, seperti kebutuhan untuk mendukung keluarga mereka secara finansial sambil belajar atau menghadapi stres psikologis akibat situasi ekonomi mereka. Universitas harus menyediakan sistem dukungan holistik yang mencakup bantuan keuangan, sumber daya kesehatan mental, dan bimbingan karier untuk membantu siswa-siswa ini berhasil.
Meskipun tantangan ini ada, terdapat peluang besar bagi universitas untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Dengan bermitra dengan organisasi filantropi, universitas dapat mengamankan pendanaan untuk program beasiswa dan bantuan keuangan, memastikan bahwa siswa yang memiliki potensi tetapi terbatas secara finansial dapat mengakses pendidikan tinggi. Selain itu, dengan menumbuhkan budaya tanggung jawab sosial, universitas dapat menginspirasi siswa dan staf pengajar untuk berkontribusi pada upaya pembangunan komunitas, memperkuat dampak model Universitas Pro-Poor.
Beberapa praktik baik dapat diterapkan untuk mewujudkan visi Universitas Pro-Poor. Praktik-praktik ini berfokus pada inklusivitas, inovasi, dan kolaborasi, dengan tujuan menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan bagi siswa yang kurang beruntung untuk berhasil dalam pendidikan tinggi.
1. Program Satu Keluarga, Satu Sarjana
Salah satu inisiatif yang patut dicontoh adalah program "Satu Keluarga, Satu Sarjana", yang telah diimplementasikan di berbagai universitas keagamaan di Jawa Timur. Program ini didukung oleh 36 kantor BAZNAS di seluruh provinsi, memberikan beasiswa kepada keluarga yang kurang mampu secara ekonomi, memastikan bahwa setidaknya satu anggota dari setiap keluarga dapat memperoleh gelar sarjana. Program ini didanai oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di setiap kabupaten dan kota, memberikan harapan kepada keluarga-keluarga yang mungkin tidak pernah membayangkan bisa menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi. Inisiatif ini tidak hanya memberdayakan individu melalui pendidikan, tetapi juga berkontribusi untuk memutus siklus kemiskinan di komunitas-komunitas ini.
2. Uang Kuliah Tunggal (UKT) Hijau
Meskipun masih dalam tahap konseptual, program UKT Hijau (Green UKT) menghadirkan peluang unik untuk menggabungkan keberlanjutan lingkungan dengan aksesibilitas pendidikan. UKT Hijau memungkinkan siswa membayar biaya kuliah mereka melalui proses pengumpulan sampah. Dengan mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang, siswa dapat mengumpulkan dana yang kemudian disetorkan ke sistem pengelolaan sampah universitas, BSS (bank sampah). Inisiatif ini membantu siswa memenuhi kewajiban finansial mereka sambil mempromosikan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Siswa mendaftarkan diri ke BSS, mengumpulkan dan menyimpan sampah, yang kemudian ditimbang dan dicatat, dan akhirnya diubah menjadi uang untuk membayar biaya kuliah mereka. Model ini menunjukkan bagaimana universitas dapat menciptakan solusi inovatif yang mengatasi tantangan keuangan dan lingkungan sekaligus.
3. UPZ UINSA untuk Mendukung Biaya Kuliah Siswa
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) UINSA merupakan contoh lain yang patut dicontoh tentang bagaimana sebuah universitas dapat mendukung siswanya secara finansial. UPZ mengumpulkan donasi dan zakat dari karyawan UINSA, yang kemudian digunakan untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu membayar biaya kuliah mereka untuk semester berjalan. Praktik ini tidak hanya memperkuat prinsip zakat dalam Islam, tetapi juga mempererat rasa kebersamaan dan dukungan timbal balik dalam universitas. Dengan memanfaatkan sumber daya internal, UINSA memastikan bahwa siswa yang menghadapi kesulitan finansial bisa dibantu.
4. Program Green-Gold
Program Green-Gold menawarkan anggota komunitas UINSA, baik internal maupun eksternal, kesempatan untuk memperoleh emas dengan menukar deposit sampah. BSS bekerja sama dengan pegadaian untuk memfasilitasi proses ini, memungkinkan pelanggan mengubah nilai moneter dari sampah yang mereka kumpulkan menjadi emas, yang kemudian dibeli dan diserahkan kepada pelanggan. Program inovatif ini menyoroti bagaimana universitas dapat mengintegrasikan literasi keuangan dan tanggung jawab lingkungan dalam operasinya, memberikan siswa pelajaran berharga di kedua bidang tersebut.
5. Program Green-ShowWaste (Belanja Hijau dengan Sampah)
Di UINSA, ada gerakan untuk mengimplementasikan sistem belanja berbasis sampah, yang memungkinkan siswa membeli barang atau mengakses layanan (misalnya, pencetakan) dengan menukar sampah yang dapat didaur ulang. Sistem ini terintegrasi dengan aplikasi seluler, memungkinkan transaksi tanpa uang tunai dan memberikan siswa opsi manajemen keuangan yang lebih fleksibel. Program Green-ShowWaste tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi sampah plastik dan sampah lainnya, tetapi juga menawarkan siswa cara alternatif untuk memenuhi kebutuhan mereka tanpa bergantung sepenuhnya pada sumber daya finansial.
6. Program Green-Health
Terinspirasi oleh upaya perintis Dr. Gamal Albinsaid di Malang, di mana warga dapat mengakses layanan kesehatan dengan membayar menggunakan sampah yang dapat didaur ulang, program Green-Health bertujuan untuk membangun model serupa di UINSA. Dengan mengumpulkan sampah senilai 150.000 Rupiah, siswa dan anggota komunitas dapat mengakses layanan kesehatan di Klinik UINSA bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Program ini memastikan bahwa siswa dan anggota komunitas lainnya yang mungkin tidak memiliki asuransi kesehatan tetap dapat menerima perawatan medis yang mereka butuhkan, semakin memperkuat komitmen Universitas Pro-Poor terhadap dukungan holistik bagi siswanya.
Konsep Kampus Pro Poor University mengedepankan inklusivitas dan aksesibilitas pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Terinspirasi dari ajaran Sunan Ampel, khususnya Falsafah Moh Limo, kampus ini berperan sebagai agen perubahan sosial yang tidak hanya menyediakan pendidikan, tetapi juga memberdayakan masyarakat melalui berbagai inisiatif inovatif.
Tantangan finansial dan keterbatasan akses teknologi mungkin menjadi hambatan, tetapi dengan memanfaatkan peluang yang ada seperti frugal innovation, program satu keluarga satu sarjana, dan kemitraan dengan lembaga filantropi, Kampus Pro Poor University dapat menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Berbagai praktik baik seperti Green-Tuition Fee, Green-Gold, Green-Showwaste, dan Green-Health menunjukkan bagaimana kampus dapat mengintegrasikan keberlanjutan lingkungan dengan pendidikan, memberikan solusi inovatif yang dapat membantu mahasiswa dari latar belakang kurang beruntung untuk meraih pendidikan tinggi tanpa harus terbebani oleh biaya yang tinggi. Dengan demikian, Kampus Pro Poor University tidak hanya memperkuat perannya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai katalis perubahan positif bagi masyarakat luas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI